Mohon tunggu...
Prastiwo Anggoro
Prastiwo Anggoro Mohon Tunggu... Insinyur - ingenieur

Seorang pemerhati lingkungan, budaya dan sumber daya manusia. Aktif di perkumpulan kepemudaan, Keinsinyuran, Lingkungan dan Pendidikan. Memberikan kontribusi melalui infiltrasi ke generasi muda dan berusaha menulis satu topik setiap minggu sekali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Kisruh" PPDB 2019 dalam Perspektif Management of Change

25 Juni 2019   12:47 Diperbarui: 25 Juni 2019   13:23 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Management of Change | rawpixel.com

Orang tua akhir-akhir ini di "sibukkan" dengan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru 2019 (PPDB 2019) yang memakai sistem Zonasi. Mulai dari proses pendaftaran yang harus berantri-antri, siswa dengan nilai UN yang tinggi namun tidak  di terima di sekolah "favorit" sampai Presiden RI turun tangan untuk menengahi permasalahan tersebut. 

Apa yang menjadi perbedaan dari sistem PPDB 2019 dengan sistem PPDB 2018 yang lalu? mengapa ini menjadi efek bola salju yang mewarnai carut marut nya sistem pendidikan kita?

Mari kita bedah satu persatu :

PPDB 2018 vs PPDB 2019

1. Dasar Peraturan 

PPDB 2018 berdasarkan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018

PPDB 2019 berdasarkan Permendikbud Nomer 51 Tahun 2018

2. Penghapusan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) 


PPDB 2019 menghapus SKTM, bertujuan agar tidak disalah gunakan, Pemerintah mengganti SKTM dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) agar tepat sasaran.

3. Lama Domisili - Kartu Keluarga

Di PPDB 2018 di sebutkan domisi berdasarkan Kartu keluarga yang di terbitkan 6 bulan sebelumnya, sedangkan PPDB 2019 mewajibkan Kartu Keluarga di terbitkan minimal 12 bulan sebelum pendaftaran di buka.

4. Transparansi Daya Tampung

Sudah menjadi rahasia umum, Penerimaan siswa baru menjadi ladang "duit" oknum sekolahan di karenakan pada PPDB 2018 tidak mewajibkan sekolah untuk mencantumkan perihal daya tampung. Sedangkan di PPDB 2019, secara jelas di mewajibkan setiap sekolah mengumumkan daya tampung peserta PPDB 2019 pada kelas 1 SD, kelas 7 SMP dan kelas 10 SMA/SMK sesuai Data Pokok Pendidikan (DAPODIK)

5. Zonasi Sekolah Asal (Prioritas)

 Item di atas yang menjadi "biang" kisruh dari penerimaan siswa baru tahun 2019, sebagaimana di kutip dari PPDB 2019 mewajibkan sekolah untuk memprioritaskan peserta didik yang memiliki Kartu Keluarga (KK) atau surta keterangan domisili sesuai dengan satu wilayah asal (zonasi) yang sama dengan sekolah asal. 

Dengan kata lain, "kastanisasi" dari sekolah sudah tidak berlaku lagi, setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama asalkan berdomisili di radius yang di tentukan .

6. Nomor Induk Siswa Nasional 

NISN, Nomor induk siswa nasional tidak akan berlaku pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019, sebagai gantinya akan di gunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan) sebagai bagian dari pendataan administrasi di sekolah. 

Dari 6 item di atas, terlihat upaya perbaikan dari Kemendikbud dalam mengurangi praktik-praktik pungli, penipuan domisili, kastanisasi sekolah, dan upaya jual beli kursi. namun yang menjadi pertanyaan apakah upaya perbaikan tersebut telah di sosialisasikan sebelum nya, mengapa kisruh masih terjadi ??

Management of Change

 

Curve Management of Change | dokpri
Curve Management of Change | dokpri
Dalam standar ISO 9001:2015 Management of change prosedur penting di sosialisasikan dalam organisasi perusahaan, tujuannya antara lain agar efek dari "bottom curve" dapat di minimalisasir setiap ada perubahan yang terjadi di perusahaan tersebut. 

Setiap perusahaan ataupun organisasi (Pemerintah) perlu melakukan perubahan dalam menyikapi dinamika yang terjadi, contoh kasus nya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 14 tahun 2018 ke Nomor 51 Tahun 2018. Bayangkan dalam satu tahun saja, peraturan menteri yang berefek kepada masyarakat umum dapat berubah begitu cepat nya. Me-manage Efek dari Perubahan ini yang tidak ada  dan tidak pernah di pikirkan oleh pembuat peraturan di negeri ini. 

Ada banyak pertanyaan yang harus dijawab sebelum menerbitkan sebuah peraturan. Iya, peraturan boleh berubah, namun efek "depression" harus bisa ditanggulangi . 

Seharusnya karena peraturan PPDB 2019 ini menyasar kepada siswa baru dan sekolah, kementrian perlu melakukan Management of Change yang menyasar 2 pihak tersebut:

1. Sekolah 

   -  Persiapan yang matang dari segi SDM yang ada di sekolah yang di tuju, memberikan bekal dan pemahaman agar orang tua yang mendaftarkan anak nya dapat pencerahan mengenai tujuan dari PPDB 2019

  - Menyiapkan intensif-intensif bagi siswa yang mau mendaftar di sekolah "yang kurang favorit" sehingga stigma / kastanisasi tersebut di hilangkan

  - Pemerataan SDM Guru-guru di setiap sekolah 

  - Bagi sekolah SMA/ SMK, calon murid di sekolah "yang kurang favorit" harus di berikan pembekalan yang sama dengan sekolah "favorit" dalam hal keterimaan di Universitas favorit.

2. Orang tua Murid / Calon Murid

    - Memberikan pendampingan secara psikologis kepada Orang tua dan calon murid yang tidak keterima di sekolah yang di inginkan (karena Zonasi sistem)

  - Penyuluhan di awal-awal sesi kelulusan siswa di sekolah asal sehingga orang tua telah siap untuk merencanakan anak nya ke tingkat selanjutnya

  - Kemendikbud memastikan siswa-siswa yang di terima masuk di sekolah "yang kurang favorit" harus dapat perlakukan yang sama dari segi fasilitas, SDM Guru, dan output yang di hasilkan juga bisa bersaing SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri)

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, namun untuk melakukan perubahan di perlukan sebuah managemen yang ter-sistem rapi dan memberikan efek domino yang positif bagi stakeholder/pihak yang terdampak dari perubahan tersebut

Hal ini lah yang kurang diekspose dan dianalisas oleh kemendikbud dalam PPDB 2019 sehingga menimbulkan "kisruh" di masyarakat. 

Dari Batam untuk Indonesia yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun