Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Blusukan Pejabat Publik

12 Januari 2020   07:38 Diperbarui: 12 Januari 2020   07:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI Joko Widodo Blusukan di Pasar (Dok nasional.okezone.com)

Blusukan itu orangnya aktif bukan pasif, mereka sengaja melakukan aktivitas untuk melihat, mengamati, mendengar, menerima kritik dan saran baik itu yang positif maupun negatif, mereka hadir tanpa mekanisme birokrasi, dilakukan tersembunyi tidak protokoler, dan ingin berbaur ke semua kasta, nondiskriminasi, original lapangan, tidak populis, dengan harapan nantinya menjadi bahan bagi pejabat publik untuk mengambil kebijakan atas apa yang ditemui, diinterview, dan diteliti secara langsung. 

Itikad untuk perubahan ya pejabat publik harus mau dan mampu blusukan, jangan ada sket yang mengikat antara dirinya dengan yang dikunjunginya, misalnya saat blusukan menggunakan kostum yang berbeda, bersepeda santai, baju tidak formal, tidak menggunakan mobil mewah, mau jalan dari satu gang ke gang sempit lainnya, walaupun becek tapi tetap dilalui, termasuk disaat jalan tersebut macet ya harus bersabar, bahkan kalau harus menyamar jadi petani ya pakailah baju petani. 

Dulu zaman Bupati Brebes Syamsudin Sagiman, setiap hari warga menyaksikan sendiri, saat waktu sebelum subuh, tiba-tiba di masjid desa ada warga celetuk, lho itu pak haji syamsudin, kok subuh-subuh sudah di masjid desa, padahal agak dingin lho udara pagi hari, warga yang lainnya, biasanya ada sepeda onthel yang dipakai, mereka lalu menyalaminya dan berdiskusi antara warga dengan pejabat nomor satu tersebut, itu era tahun 90-an. 

Kemudian Gubernur DKI ada Jokowi dan Ahok, dua orang ini memang dikenal dengan istilah blusukan, wajar saja kata blusukan atau masuk menurut bahasa Jawa menjadi viral di televisi dan media online lainnya, masyarakat semakin familiar dengan kata-kata tersebut, karena sudah mulai banyak para pejabat publik mau datang tanpa protokoler. 

Zaman Presiden Gus Dur misalnya, blusukan sebenarnya sudah hal yang biasa, di mana Gus Dur ini selalu datang dan ingin tidak protokoler by desain Paspamres, sehingga dalam bekerja dan menampung masukan dari masyarakat tidak semi protokoler, bahkan para kyai pun bisa datang ke istana, seperti rumahnya sendiri, kata takut dan menakutkan ketemu dengan presiden tidak menghantuinya dalam benaknya. 

Mendengarkan nasehat Gus Mus atau KH. Mustofa Bisri dari Rembang, yang live di youtube saat ada acara Haul Kyai Cagak Patemon Gunungpati semarang, saat mudanya mengatakan, saat zaman presiden Soeharto, ingin bertemu menteri saja harus berhari-hari menunggu waktu yang tepat dan diperbolehkan ketemu, sudah ada janji, namun protokolernya selalu bilang tidak bisa, akan saudara dari mana, siapa nama anda, ada keperluan apa ketemu dengan pak menteri, dan beberapa pertanyaan lainnya yang harus dijawab dengan tegas. 

Menarik lagi mendengarkan youtube Mata Najwa, Gubernur Ahok, menyampaikan setiap sabtu dan minggu melakukan blusukan dengan baju biasa dan menampung masukan dari warganya saat ketemu, ada yang kenal ada yang tidak paham, bagaimana kecepatan menjawab keluh kesah warga, misalnya blusukan di lokasi bantaran sungai, di mana lokasi tersebut banyak rumah permanen dibangun, warga minta ke Gubernur supaya jangan dibongkar rumahnya, tentu jika menjawab segera dibongkar akan menyebabkan konflik langsung, maka dijawab sementara tidak digusur, nunggu giliran saja kapan waktunya saat Pemprov membutuhkan program. 

Sekarang blusukan juga hampir dilakukan sejumlah Bupati/walikota termasuk gubernur Jateng Ganjar Pranowo, yang viral zaman itu adalah jembatan timbangan, apalagi sejumlah media cetak, elektronik, dan di medsos. Wajar saja menjadi bahan diskusi bagi sejumlah warkop dimana mereka sedang menikmati kopi atau pocinya saat muncul betapa beraninya Gubernur Jateng saat melakukan inspeksi mendadak itu. 

Blusukan Lurah atau Kades pentingkah?

Kades atau kepala desa itu representatif pemerintah daerah paling terakhir, namun di desa itu orang nomor satu, sehingga jika ada masalah di level desa, warga akan mengadukan masalahnya kepada kadesnya. Berbeda dengan Lurah dimana dia diangkat oleh Bupati karena statusn Lurah adalah ASN, dan jelas sangat berbeda antara blusukan Kades dengan Lurah. 

Blusukan Lurah akan ditampung oleh Lurahnya, dia tidak akan berani mengambil keputusan yang melangkahi aturannya, hierarki organisasi atasan dan bawahan akan dilakukan, termasuk tidak bakalan mengeluarkan uang pribadinya secara maksimal, karena yang bersangkutan adalah ASN atau PNS, fakta di lapangan kalau jabatan ASN mesti menggunakan gaya birokrasi yang dangat kental, untuk melepaskan baju dan statusnya sebagai warga biasa sangat sulit, apalagi kalau model memutuskan kebijakan langsung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun