Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Mana Prabowo?

13 April 2020   18:50 Diperbarui: 13 April 2020   18:53 27438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Mana Prabowo?

Jadi ingat setahun lalu, ketika masa-masa kampanye banyak meme, atau candaan tiap  hari Jumat atau Kamis, Prabowo atau maaf, Wowo Jumatan di mana? Gambaran bar-barisme kampanye yang terjadi. Soal ibadah itu ranah privat, bukan bahan kampanye. Itu fakta yang terjadi, mau itu membalas atau bukan tidak ada pembenar yang ada.

Ketika Pak Jokowi mengajak ketemu rivalnya dalam pilpres di stasiun MRT, banyak orang tidak setuju. Pendukung mulai mual dan merasa jerih lelahnya disia-siakan. Merasa jasanya tidak dihargai. Keringatnya belum kering sudah dilupakan. Lah namanya demokrasi. Bagus malah mengajak mantan pesaing utama dalam pemerintahan. Harus bangga malah.

Sejarah dunia juga memperlihatkan bagaimana JKF mengajak rival  utamanya sebagai wakil presiden. Lyndon Baines Johnson, selalu mencerca  ide, gagasan, dan apa yang dikemukakan JFK. Ketika diajak menjadi pasangan semua orang marah. Kedua kubu merasa tidak terima. Dan saat memenangkan pemilihan, semua bahagia.

Sayang JFK meninggal karena tembakan, dan LJB merasa sangat terpukul. Ia ada di sana juga, dan merasa tidak berbuat apa-apa. Keadaan  yang sangat meremukan nuraninya. Apalagi konstitusi mengharuskan segera mengambil janji sebagai pengganti presiden.

Saat menjadi presiden, gagasan, ide, dan apapun yang menjadi angan-angan JFK dilakukan dengan penuh semangat oleh LJB. Ia mengawal semua program dengan sangat antusias. Mau tahu lebih detail dan lengkap bisa melihat di filmnya. Dengan judul sama dengan nama sang presiden.

Prabowo ternyata bisa berlaku demikian. Bagaimana ia berulang kali menyatakan kebanggaan sebagai bagian kabinet bersama Jokowi. Mengatakan seturut instruksi panglima tertinggi, jelas dalam hal ini adalah presiden. Meskipun sejak  dulu tidak mendukung Prabowo sebagai capres, toh dalam konteks terlibat dalam pemerintahan, saya setuju.

Kondisi jauh lebih menghawatirkan jika Prabowo tidak ada dalam pemerintahan. Ngeri, lihat saja demo Mei dan September,  itu hanya soal politik. Lha kali ini pandemi. Imbasnya bisa ke mana-mana, ekonomi dan juga sosial yang sangat pelik. Lihat saja narasi dari para elit politik yang di luar pemerintahan. Ada SBY, Amien Rais, Rizal Ramli, dan banyak lagi.

Menteri Pertahanan Prabowo sudah berbuat banyak. Toh banyak juga yang harus bersifat tertutup. Tidak perlu publikasi  dan media tahu ataupun publik paham yang dilakukan. Namun posisi Prabowo sebagai ketua umum partai politik Gerindra yang ikut dalam pemerintahan, ya lucu jika anak buahnya menari dalam genderang oposan, bahkan elit sakit hati.

Sejatinya ini bukan watak berpolitik Gerindra banyak mulut kog. Ketika oposan berhadapan dengan Pak Beye dkk, mereka bersama PDI-Perjuangan bermartabat. Tidak heran mereka bisa  menguasai parlemen bersama PDI-P pada pemilu 2014. Tidak usah berkepanjangan soal pemilu 2009 dengan pemenang yang langsung hilang juga.

Sejarah pendek sudah memberikan gambaran bagaimana perilaku tertib demokrasi itu ada dalam diri Gerindra. Eh tiba-tiba menjadi begitu brutal usai PDI-P bersama Jokowi naik dalam pilpres. Dan diperparah dengan pilkada DKI 2017. Demokrasi brutal, ayat dan mayat. Rasis dan agamis menjadi demikian lekat dan kental.

Sukses dalam pilkada DKI, jelas dengan lambe lemes Ahok-lah sebenarnya. Mereka hanya mendapatkan  durian runtuh, bukan prestasi dan kecerdasan berpolitik.  Itu puncaknya. Bagaimana perilaku ugal-ugalan dalam legeslatif dan media sosial selama lima tahun? Toh itu sudah selesai. Penggunaan tema yang sama dalam pilpres 2019 membuat Prabowo gagal lagi melawan Jokowi. Masuk kabinet semua selesai.

Sayang, beberapa elit Gerindra, tampaknya faksi berbeda dengan Prabowo yang mau masuk dalam kabinet. Atau orang dan kelompok yang merasa tidak mendapatkan jatah kursi dalam kabinet  sebagaimana rekan mereka. Sangat mungkin dalam berpolitik, apalagi politik abai etik seperti bangsa ini.

Prabowo dan Perannya dalam Covid.

Telah disinggung bukan dalam kapasitas sebagai menteri. Bagaimana tertib demokrasi sebagai ektua umum partai. Apa yang terbaca selama ini adalah,

Prabowo lemah. Bagaimana ia tidak bisa membina anak buahnya untuk dalam satu jalur bersama pemerintah. Fadli Zon, sih semua sudah tahu, Prabowo sendiri pernah mengatakan tidak mampu mengendalikan Fadli Zon. Aneh dan lucu juga sebenarnya. Kecuali ada kekuatan lain di balik Fadli Zon. Toh Gus Dur saja lebih dulu menyebut Zon dari pada SBY dalam kisruh 98.

Dua kekuatan besar sangat mungkin ada di belakang FZ, kelompok negara Islam dan Cendana. Tetap susah bagi Prabowo untuk bisa mengendalikan salah satu kadernya ini. Lihat saja anggota komisi apa bicara apa. Jelas tidak  pantas. Partainya bersama pemerintah lagi.

Hal ini juga menular, pada Puyuono dan Rachel M, kalau kedua politikus ini sih tidak paham peta politik yang ada. Pokoknya berbeda dan nyinyirin Jokowi atau pemerintah itu prestasi. Tidak paham namanya koalisi atau ada dalam pemerintahan tanggung jawabnya apa.

Prabowo main dua kaki. Memanfaatkan kebersamaan dalam pemerintah dengan beberapa orang yang sepaham. Pada sisi lain membiarkan nyinyiran oposan khas Puyuono dan Zon sebagai sarana menjaga pendukung fanatis mereka.

Melihat kakunya Prabowo sih tidak, tetapi bukan tidak menutup kemungkinan orang-orang terdekatnya memanfaatkan situasi ini. Hal yang sangat merugikan keberadaan Prabowo baik sebagai menteri atau nantinya capres 2024.

Ketidaksetiaan pada atasan, meskipun itu adalah ranah politik jelas nila yang sangat buruk. Diperparah prestasi juga tidak menonjol. Susah melihat bisa banyak bicara untuk 2024 jik masih seperti ini perilaku Gerindra dan Prabowo.

Ketegasan sikap untuk kadernya bisa dalam koridor yang normal bersama pemerintah. Apalagi ini soal krusial, bukan main-main. Pandemi global, Amrik saja kocar-kacir, Eropa kaget, apalagi di sini bayak politikus dan barisan sakit hati.

Tentu bukan membela pemerintah bak babi buta juga. Namun narasi yang benar berdasar analisis dan data, bukan asumsi apalagi asal Jokowi atau pemerintah pasti salah. Lucu, mengalahkan oposisi galaknya beberapa kader Gerindra.

Prabowo layak belajar banyak lagi bagaimana mengelola anak buahnya demi bisa memenangkan kontestasi. Lha cara-cara gagal kog terus menerus diulang-ulang. Sama sekali tidak kreatif, lupa pernah sukses dan bagus saat bersama PDI-P. Demokrasi itu ada etikanya, bukan asal beda pasti menang.

Cara-cara usang harus dibuang, termasuk menyingkirkan politikus usang. Buat apa banyak omong tanpa hasil seperti Zon dan kawan-kawan itu. Ini era politik kerja, bukan politik wacana apalagi nyinyir.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun