Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tayangan dan Artis Alay, Politikus Juga Alay

26 Maret 2018   12:20 Diperbarui: 26 Maret 2018   12:39 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: wonderopolis.org

Tayangan TV alay, apalagi politikus, menarik apa yang disampaikan selibritas populer, yang juga pembawa acara TV yang menyoroti tayangan TBV banyak yang alay, artis alay, dan sejenisnya. Pokoknya tidak baik sebagai media pendidikan. Nah ternyata politikus pun banyak yang alay. Salah satu yang etrbaru dan terheboh adanya seorang anggota dewan yang meminta adanya revisi perda hanya gegara aturan parkir, atau aturan memiliki garasi yang tidak bisa ia penuhi.

Media TV memang sekarang susah menemukan hal yang baru, baik, dan memberikan tuntutan dan tontonan sekaligus. Saling bully, merendahkan dengan berbagai ragamnya menjadi gaya jual mereka. Salah satu hiburan dulu adalah Srimulat yang menjual gelak tawa dengan menjadikan rekannya sebagi tumbal. Itu kan dulu, Pak Bendot yang selalu terjatuh, atau kepala Gogon yang buat candaan. Lagi dan lagi itu dulu. Beda dengan dengan zaman sekarang.

Mengumbar aib keluarga, mencela sana-sini dengan gaya paling halus hingga kasar, demi iklan. Penonton itu hanya sasaran antara, menarik iklan karena penoton banyak, bukan penontonnya yang menjadi pertimbangan. Iklan yang didapat yang jauh lebih menarik media.

Berkaitan dengan media yang berisi alay dan sejenisnya tersebut, alay sendiri sebenarnya bahasa gaul untuk memberikan label pada abg yang sedang mencari jati diri. Sangat menarik, ketika jatuh bangun dalam pencarian jati diri itu pun termasuk pada politikus. Begitu banyak politikus alay ini, termasuk senior, gaek, bahkan sangat sepuh sekalipun. Artinya bukan soal usia.

Ambil contoh paling baru, seorang anggota dewan yang meminta revisi usai mobilnya diderek aparat. Dengan dalih selalu membayar jasa parkir (kajian lain uangnya ke mana), selalu demikian, asli orang sana, dan seterusnya yang pada pokoknya adalah membela diri bahwa ia benar.

Alasan perda adanya garasi bagi mobil adalah salah satu sarana mengurai kemacetan. Akar masalah adalah macet.Salah satu penyebabnya ditegarai adalah ketiadaan garasi bagi mobil milik perorangan yang diparkir pada bahu jalan. Artinya adalah bukan soal sulitnya garasi atau apa namun macet sebagai rujukannya.

Jika jalanan sudah lancar dengan berbagai solusi yang diterapkan, bisa saja perda soal kepemilikan garasi direvisi bahkan dicabut karena sudah tidak relevan lagi dengan fakta lapangan. Apakah faktanya kini jalanan sudah lancar?

UU dan turunannya dibuat untuk menjaga tertib hidup bersama. Hukum bukan untuk digunakan secara sepihak atau sekelompok, akomodasi atas berbagai kepentingan. Menjadi penting kesadaran ini sehingga orang bisa mengedepankan etos menang-menang, bukan menang-menangan.

Tentu dengan mata terpejam pun tahu bagaimana keadaan jalanan di Jakarta bukan? Kealay-an yang demikian marak itu mengapa?

Keteladanan. Jelas elit, yang memiliki akses untuk dijadikan patron, model, dan akses media tidak bersikap dewasa. Selalu mengeluhkan penyebab masalah ada di luar dirinya. Ketika hal yang demikian mengejala di elit, di bawah-bawahnya termasuk hiburan akan mengambil alih dan mengikutinya dengan gegap gempita.

Keenganan berpikir panjang dan komprehensif. Pemmikiran sektarian, hanya pendek, sesaat, kini, dan itu masalah panjang karena bisa bersinggungan dengan kepentingan umum dan lebih besar. Dan itu semua menjadi tabiat baru bangsa ini. mau merugikan orang lain mana duli sepanjang duit mengalir.

Taat azas, berulang-ulang selalu hal ini terjadi dalam banyak hal. Orang tidak taat akan konsensus dan azas hidup bersama. Keakuan menjadi gaya hidup yang selalu terulang. Konsensus dalam hidup bersama ditabrak demi kepentingan sendiri dan kelompok.

Materi mengalahkan kemanusiaan. Hiburan sehat, jalanan lancar itu kemanusiaan. Tidak menjadi pertimbangan karena aku untung, mau kamu buntung terserah. Coba bayangkan betapa jengkelnya ketika pejalan kaki harus menyabung yawa karena terhalang mobil tempat seharusnya berjalan, di jalanan mobil dna motor ngebut tidak peduli nyawa sesamanya. Dia tidak tahu karena tidak pernah jalan kaki.

Pemikiran sempit karena orientasinya kepentingan sendiri. Egoisme ternyata meruyak di mana-mana. Orang lain apalagi kemanusiaan bukan pertimbangan. Yang penting aku, khas anak-anak dan remaja, alaybukan? Dan mirisnya itu adalah tontonan setiap saat, setiap hari.

Miris lagi adalah, orang atau tontonan demikian banyak peminatnya. Mengapa? Tidak susah-susah mikir, tidak perlu menggunakan energi untuk mengikuti alur pikir yang sudah kebolakbalik. 

Lihat di sini  Jokowi Memang Payah, Enak Zamanku Tenan, Tertib Itu Berat

Sepanjang bangsa ini masih berkutat pada pencarian jati diri, yang sejatinya sudah ada, dan bahkan kaya akan kekuatan untuk itu, namun karena masih bingung, ya alay itu, akhirnya seperti ini. 

Ulasan lebih lengkap Memunggungi Tradisi dan Menghianati Jati Diri

Keberanian bangsa ini bersikap sehingga kedewasaan itu akan tercapai. Jati diri yang mendasar sebagai sebuah bangsa. Risiko besar memang, namun ingat sejarah bangsa ini dibangun dengan perjuangan. Saling mengalah untuk memang, menang-menang menjadi pilihan, bukan menang-menangan, apalagi akal-akalan.

Memang tidak mudah untuk menjadi dewasa, jalan panjang terbentang dan pilihan itu yang akan menentukan masa depan. Referensi itu penting, namun melihat ke dalam jati diri jauh lebih penting. Semua adalah anak negeri yang sama-sama bertumbuh menjadi bangsa besar bukan bangsa yang menjadi tertawaan apalagi jarahan semata.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun