Kota-kota jadi debu, ribuan orang bermantel dipersenjatai air bah menumpas orang-orang lapar. Mereka hanya pemecah batu yang berharap pundi-pundi ada didalamnya. Bahkan perempuan ikut mengerat susu, agar berubah menjadi secarik kain untuk anaknya yang kedinginan diguyur tangis.
"Sudah lama aku menjemput angin, dijalanan lengang dilempari gerutu" unggah pengantar tujuan.
"Sudah lama pabrik mengolah lusuh, buruh-buruh dipaksa layuh" pekik pekerja rapuh.
"Sudah lama aku kenyang dengan daganganku sendiri, jika kumuntahkan siapa mau membersihkan?" keriap pedagang gorengan.
"Ayo kalian siapa yang belum menjerit?" tanya koran berkibar-kibar di tumpukan loak.
Perempuan melepas anaknya ke dunia baru, menjeritlah ia. Nampak lelaki lugu membawa menantu menjauhi ibu, katanya ini lebih surgawi.
Mereka terus bekerja mengaduk kemapanan yang ditanak di kepala. Sampai suatu pagi, saat orang-orang mengantar jasad "Bukankah itu anakku? kemana nafasnya?"Â Matahari terus mengeringkan isak, seklumit cemas telah menghirup roh, membakarnya menjadi debu.Â
Kota-kota jadi debu. Ribuan orang melepas mantel menyapu sisa-sisa kemapanan.
SINGOSARI, 5 April 2020