Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biasa.

hamba Alloh yang berusaha hidup untuk mendapatkan ridhoNya. . T: @nuzululpunya | IG: @nuzulularifin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketua RT, Wujud Nyata Bakti Pertiwi

17 Agustus 2017   19:29 Diperbarui: 17 Agustus 2017   21:57 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketua RT (Rukun Tetangga), apa sih istimewanya? 

Sering lihat sinetron Indonesia? Apalagi yang berbau komedi. Maka pemeran Ketua RT biasanya tak akan ditinggalkan. Gokil, setengah blo'on, atau yang agak seriusan, seperti Pak Raden. Disiplin dan galak. Sehingga dijadikan'momok' oleh warganya.

Nah, gambaran yang kurang sedap itu rupanya membuat trauma di kehidupan nyata. Tak banyak orang pinter atau kaum berada yang mau menjadi Ketua RT. Apalagi mereka yang masih berusia muda dan masih bekerja produktif.

Hal tersebut juga terjadi di desa kami. Ketua RT dan RW seringkali adalah mereka yang telah menjabat 2 atau 3 kali. Tidak adanya honor, ditambah banyaknya masalah yang terjadi, membuat 'orang baru' enggan untuk mencalonkan diri. 'Gak mau bunuh diri'. Ungkapan bernada guyon tapi serius seringkali mengiringi jelang pemilihan Ketua RT/RW yang digelar 3 tahun sekali.

Hal tersebut juga sempat terlintas di benak saya 5 tahun yang lalu. Saat pemilihan Ketua RT dan Ketua RW kok 'ndilalah', akhirnya saya kedapuk menjadi Ketua RW secara aklamasi. Warga yang hadir berasal dari tiga (3) RT. Dengan satu alasan saya menolak. Saya sering tidak berada di rumah.

Namun alasan tersebut dapat dimaklumi oleh seluruh hadirin. Akhirnya dengan berat hati, saya pun menerima amanat tersebut. Waktupun tak terasa hingga 3 tahun. Ternyata tidak mudah memang untuk menjadi Ketua RW. Masalah demi masalah yang muncul harus ditangani. Mulai yang paling kecil, masalah kenakalan anak-anak, hingga masalah kumpul kebo dan bandar narkoba.

Ah, jikalau tak menyadari bahwa inilah secuil pengabdianku untuk negeri ini, tentu saya akan mundur menjadi Ketua RW yang 'tidak ada apa-apanya'. Hehehe...

Namun Allah Ta'ala mengingatkan saya tentang "amar ma'ruf wa nanti munkar". Menyampaikan kebaikan dan memerangi kejahatan. Tugas utama dari seorang muslim. Dan inilah jalan yang diberikan OlehAllah kepada saya.

Satu periode dapat saya jalankan dengan suka dan duka. Sukanya adalah ketika mampu menyelesaikan masalah. Dukanya adalah ketika sang pembuat masalah, membuat masalah lagi, lagi, dan lagi. Kadang sampai ada guyonan dari warga kepada saya, "Yang tabah ya, Pak RW". Hahaha.

Datanglah masa pemilihan Ketua RT dan RW akhir 2015 yang lalu. Jauh-jauh hari saya menyatakan bahwa saya tidak lagi bersedia dicalonkan. Karena sebagian besar waktu, saya habiskan di Yogya atau luar Kota Mojokerto. Namun rupanya alasan dan keberatan saya itu 'tak digibris' oleh warga. Nama saya tetap muncul di bursa pencalonan.

Waktu pemilihan pun tiba. Kembali nama saya terpilih secara aklamasi. Waduh, saya sekali lagi tak bisa menghindar. Akhirnya dengan alasan yang faktual, saya meminta untuk dilorot menjadi Ketua RT saja. Toh, tetap bisa bersinergi dengan Ketua RT lain, Ketua RW, maupun perangkat desa yang lain.

Alhamdulillah, permintaan saya pun disetujui. Jadilaha saya Ketua RT012/RW005 Desa Kedungmaling Sooko, Mojokerto. Satu jabatan yang mungkin bagi para pembaca bukanlah satu jabatan yang punya prestise bukan?

Merintis berdirinya kampus perguruan tinggi, rumah sakit, hingga pesantren menjadi satu hal biasa akhirnya bagi saya. Setelah merasakan bagaimana menjadi Ketua RW dan Ketua RT selama 5 tahun berjalan ini. Dahulu yang jaranf keluar masuk ke kantor polisi, kini menjadi biasa. Pun menjadi saksi, duduk di kursi pengadilan kini tak lagi canggung. Hehehe.

Mendukung dan memberi perhatian pada kegiatan dasa wisma, postandu, musala kampung, maupun kajian keliling. Tak boleh ada kata lelah dan menyerah pada keadaan. Selalu berpikir optimis bahwa usaha, kerja keras, serta kesabaran pasti membuahkan hasil.

Keyakinan saya itu kini mulai menunjukkan hasil. Di tahun 2017 ini, hanya terjadi 2 kali saja kasus kriminalitas. Diamana pada tahun-tahun sebelumnya lebih dari 4 atau 5 kali kasus yang melibatkan warga RT kami. Kegiatan dasa wisma, posyandu, serta aktivitas shalat jamaah pun kini meningkat.

Tentu hal tersebut karena keinginan seluruh warga untuk berbuat ya g lebih baik untuk kampungnya. Berbagai pendekatan persuasif yang kami lakukan bersama tokoh masyarakat tidak bertepuk sebelah tangan.

Dalam berbagai kesempatan saya sampaikan kepada warga. Jika kita tak bisa memberikan yang terbaik untuk negeri ini, minimal kita berikan yang terbaik untuk keluarga kita. Mendidik serta mengarahkan anak-anak agar menjadi generasi emas. Generasi yang mampu memberi sumbangan positif bagi negeri ini. Meski sebatas taat pada aturan yang tertulis maupun tak tertulis. Semisal membayar pajak dengan tertib. Atau berkendara dengan disiplin dan aman. Melengkapi surat izin mengemudi dan melengkapi surat-surat kendaraan, serta tidak melanggar marka lalu-lintas. Simpel buka ? Simpel tak mudah menjalankan dengan konsisten.

Nah, berbakti pada negeri ternyata tak harus dilakukan dengan bombastis. Dari hal-hal kecil dan terlihat 'recehan' kita bisa membangun mental bangsa. Sebab anak-anak, remaja, serta tetangga di sekitar kita mungkin lebih membutuhkan ilmu serta pengalaman yang kita miliki. Kita dapat belajar peran menjadi warga negara yang mampu mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang positif.

Saya pikir, perlu kita untuk menjai kepala desa, camat, bupati atau walikota, bahkan menjadi presiden. Namun yang lebih perlu lagi adalah, sudah saatnya kita tak hanya memikirkan diri sendiri atau keluarga kita saja. Di luar, tetangga dekat dan lingkungan, pasti lebih membutuhkan kita untuk berkarya dan membangun entitas kebangsaan dari bawah. 

Mari saudaraku, kita berkarya untuk negeri. Meski hanya sekedar menjadi Ketua RT.

_____________

Mojokerto, 17 Agustus 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun