Mohon tunggu...
Nosa Wahyu
Nosa Wahyu Mohon Tunggu... Freelancer - Institut Teknologi Bandung

Fi Sabilillah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Baru Pertama Langsung Mahameru? Gila!"

19 September 2019   20:32 Diperbarui: 19 September 2019   20:39 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terima kasih friends udah mau nawarin dan bimbing sampai atas. Jangan kapok ngajak newbie! Sumber dari dokumentasi pribadi.

Bukan hobi, melainkan baru pertama kali yang namanya naik gunung. Sama sekali buta dengan medan pendakian. Modal hanya tips n trick pendaki pemula dari ranah internet, ditambah persiapan fisik ala-ala sejak hari ketiga lebaran. Maaf memang sudah agak lama, tapi tidak apalah, pengalaman tidak sama seperti roti selai kacang yang akan basi jika tidak segera dibagikan.

Sejak awal memang sudah saya niatkan, pendakian pertama ini bukan tentang panjat sosial, bukan untuk bahan feed Instagram. Mungkin kalau saya boleh klaim, ini adalah perjalanan "spiritual" pertama. 

Batin yang benar-benar kurang ajar menantang logika saya. Panas juga kuping hingga lubuk nadi kalau denger orang bilang "Baru pertama langsung Semeru? Gila!" Tapi untung saja saya ramah nan murah senyum sampai terlihat gigi. Saya rendam saja bola panas yang sudah siap terlontar dari mulut di kolam air dalam hati, supaya jadi dingin lagi.

Sungguh bukan perjalanan yang gampang. Setiap lelah yang datang menghampiri selalu saya persilakan agar tidak mampir lama-lama. Saya mencoba menikmati debu tanah yang berhambur menggelitik bulu hidung, tetesan keringat yang meluncur satu persatu di punggung bagian bawah, hingga hembusan angin dingin yang menipu tau-tau bikin kulit menghitam, inshaallah niqmat subhanallah. 

Saya bahkan bisa merasakan impuls-impuls dari saraf otot kaki yang memohon pada otak untuk duduk barang sejenak. Kadang si otak mengalah, namun lebih sering menolak karena merasa masih kuat.

Memang benar kata orang, pengorbanan yang biasa-biasa saja tidak worth terhadap sesuatu yang luar biasa. Alhamdulillah, Juni 2019, hamparan air tenang Ranu Kumbolo yang kehijauan terpampang nyata di depan mata saya, tanpa perantara google image. 

City lights jam dua dini hari yang forever be my favorite, sayangnya tidak ada kopi (dan kamu dan deep talk) yang bisa menyempurnakan malam itu. Dan Puncak Mahameru, yang kali ini saya injak, saya duduki, saya tiduri, tidak sebatas sentuhan ujung jempol di layar telepon genggam. 

Sedikit berfoto untuk kenangan, untuk laporan pertanggungjawaban duit orang tua, sebagai bukti pada diri sendiri bahwa saya pernah sedekat ini dengan langitNya.

Berada lebih dari tiga kilometer di atas permukaan laut, Puncak Mahameru memang bisa dijadikan sebagai standar yang cukup tinggi dari sebuah pencapaian. Jujur saya cukup puas. Ingin rasanya berteriak menyemangati orang-orang yang masih berjuang di medan pasir, sambil menertawakan dalam hati karena tidak kunjung sampai -naik dua langkah, merosot satu langkah. 

Kalau ada waktu dan rezeki, jangan sungkan untuk ajak saya lagi. Saya suka menantang logika sendiri. Salam lestari!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun