Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

"Lex Talionis" Menjadi "Ex Lex"?

19 Agustus 2014   09:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:10 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://images.rapgenius.com/

[caption id="" align="aligncenter" width="424" caption="http://images.rapgenius.com/"][/caption] Lex talionis asing bagi Anda? Mungkin ya, dalam tataran istilah. Dalam esensinya, saya yakin, Anda dan saya menghidupinya dari satu waktu ke waktu lainnya.

Dari segi tradisi tekstualnya, lex talionis bisa ditelusuri ke belakang hingga hukum Hammurabi (The Code of Hammurabi) di kerajaan Babilonia kuno. Dalam tradisi Israel kuno, istilah ini dikaitkan dengan sebuah idiom dalam Perjanjian Lama (PL), "mata ganti mata [gigi ganti gigi]". Dalam tradisi Kristen, khususnya dalam Khotbah di Bukit, tradisi Israel kuno itu disinggung ulang dalam rangka reinterpretasi (Mat. 5:38-48). Tradisi Islam pun mengacu kepada tradisi PL dengan intonasi senada (QS. 2.178; 5:45).

Dari segi muatan konseptualnya, istilah lex talionis dikelilingi oleh berbagai konsep spesifik: Keadilan yang resiprokal; Antinoimianisme; Legalisme; Perang Adil; dsb. Ada banyak konsep yang dikembangkan di sekitar istilah ini.

Ringkasnya, lex talionis secara literal berarti "hukum pembalasan" (the law of retaliation). Istilah iniberbicara tentang "pembalasan yang setimpal" dengan perbuatan [jahat] seseorang yang acuannya adalah hukum [istilah popularnya: Undang-undang]. Artinya ini bukan berbicara tentang tendensi pembalasan dendam pribadi, melainkan bicara tentang pembalasan yang adil.

Saya sekadar memberikan deskripsi ringkas mengenai latar belakang untuk istilah lex talionis di atas. Saya juga tidak akan memasuki berbagai perdebatan sengit di sekitar interpretasi serta muatan konseptual di sekitar istilah ini. Percayalah, saya sering berada di arena ini, maka sekadar mengingatkan, memasuki arena ini, Anda seperti terjun ke medan pertempuran!

Maka, saya ingin berbicara tentang tendensi pembalasan [dendam] pribadi yang dikacaukan dengan lex talionis. Anda memukul saya; saya memukul Anda; Anda mengambil barang saya secara tidak legal; saya mengambil barang Anda secara tidak legal. Anda ingin mencelakakan saya; saya pula ketika ada kesempatan dan kemampuan, melakukan hal yang saja. Anda menyakiti saya; saya pun menyakiti Anda.

Anda bisa menambahkan daftar contoh di atas menjadi sangat panjang. Poin saya adalah, tendensi seperti itu, pada dasarnya ada dalam diri setiap orang. Kita ingin orang merasakan sakit yang sama dengan sakit yang ditimbulkan orang itu bagi kita. Kita berpotensi dan bertendensi menjadi sangat retributif di sini.

Apakah potensi dan tendensi di atas serta merta merupakan sebuah lex talionis? Pada dirinya sendiri, tidak! Tidak, karena ingat, acuan dari lex talionis adalah hukum atau undang-undang [entah dalam konteks Negara atau dalam konteks agama]. Lex talionis tidak berbicara mengenai apa yang saya ingin orang rasakan atas perbuatannya. Lex talionis berbicara tentang apa acuan yang adil berdasarkan hukum untuk mengganjar seseorang atas perbuatannya. Intonasi yang mirip tapi amat berbeda!

Apakah potensi dan tendensi di atas dapat dikacaukan dengan lex talionis? Pengalaman mengharuskan kita menjawabnya secara positif. Ini terjadi, khususnya, ketika kita mulai mengemukakan pembenaran subjektif-personal atas retribusi atau pembalasan yang kita upayakan sendiri terhadap orang-orang yang menurut kita telah berbuat jahat terhadap kita.

Saya menyebutnya "dikacaukan dengan lex talionis", karena kita sedang menjadikan "pembenaran subjektif-personal" itu sebagai lex [hukum] untuk pembalasan atau retribusi yang kita pertontonkan. Tetapi, ketika kita berupaya menjadikannya lex taloinis, pada saat itu kita akan jatuh ke dalam ex lex (lawless).

Sejumlah contoh aktual bisa disebutkan di sini. Seorang pengendara menabrak orang di jalanan, lalu dihakimi secara berjamaah. Seorang pencuri kedapatan mencuri lalu babak belur di tangan warga. Pasangan mesum digerebek lalu dipukuli atau setidaknya dipermalukan di hadapan publik. Ormas-ormas tertentu melakukan pengrusakan tempat-tempat yang mereka nilai sebagai tempat-tempat maksiat, termasuk melakukan sweeping. Bukan hanya tempat-tempat maksiat, bahkan rumah-rumah ibadah para penganut agama lain pun sangat banyak diratatanahkan atas nama lex ormas-0rmas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun