Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salahkah Membunuh karena Membela Diri?

14 September 2019   13:38 Diperbarui: 14 September 2019   13:51 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Sukoharjo, Mujiman terbunuh oleh Suyanti, dikarenakan masalah utang-piutang. Suyanti mengatakan bahwa dirinya dipukul korban terlebih dahulu memakai palu, dirinya sendiri juga mendapatkan luka yang cukup parah, sampai harus dirawat di rumah sakit. Karena Mujiman yang meninggal,  maka Suyanti lah yang menjadi tersangka. 

Benar tidaknya suatu pembelaan diri, hanya hakim yang bisa memutuskan, kata kapolres Sukoharjo.

Dalam ketiga hal ini, saya rasa polisi bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Saya sendiri kurang paham tentang hukum, hanya saja saya sendiri membayangkan situasinya, diam dan mengelak, kemungkinan yang celaka adalah diri sendiri dan orang yang disayangi. Seperti kasus pelajar ZA, setelah ZA menyerahkan motor dan hpnya, sekelompok orang perampas tersebut belum tentu langsung pergi begitu saja, bisa jadi malah menambah deretan kejahatan, dengan memperkosa sang pacar.

Seperti kasus teman saya, dimana dirinya dan keluarga disekap dan dirampok di rumah pada malam hari. Setelah mengambil uang dan perhiasan, tiba-tiba salah satu perampok mengajak teman-temannya untuk memperkosa teman dan ibunya. Kakak laki-laki teman saya pun berusaha menyelamatkan mereka dalam keadaan terikat tangannya, ia pun berteriak sekencang-kencangnya. Kakak laki-lakinya tersebut langsung dipukul oleh sebagian perampok, dan sebagian lagi mulai aksi memperkosa.

Beruntung, tetangga dan satpam ada yang mendengar dan menggedor pintu. Aksi pemukulan dan pemerkosaan pun terhenti. Tetangga dan satpam akhirnya mendobrak pintu karena mendengar suara teriakan yang tersendat.

Teman saya dan keluarganya tidak berani melapor ke polisi, karena khawatir mereka yang dijadikan tersangka, atau mungkin bisa jadi kasus mereka malah semakin panjang, dan semakin menambah biaya. Padahal akibat perampokan tersebut, kondisi ekonomi teman saya sendiri pun cukup carut marut. Belum lagi kondisi psikologi para anggota keluarga yang mengalami trauma  yang amat sangat.

Teman saya sempat trauma dan tidak mau sama sekali disentuh oleh lelaki mana pun. Terapi akhirnya menyembuhkan dirinya, sehingga kini ia memiliki pasangan hidup. Tapi itu pun harus ada kesabaran ekstra dari si pasangan, karena trauma dirinya terhadap sentuhan para lelaki biadab masih membekas dan menakutkan bagi dirinya.

Belum lagi, teman saya yang orangtuanya dibunuh, Anda pasti pernah mendengar beritanya, pembunuhan di kota bumi, Tangerang. Saat saya datang ke pemakaman, saya melihat teman saya dan adiknya hanya bisa pingsan, tidak bisa menangis sama sekali. Mereka pun hanya bisa terdiam menatap pintu peti mati. Bagi yang melihat tentu sama sekali tidak tega. Saya pun tidak berani melihat mayat ayah ibunya, karena katanya dalam keadaan kepala terputus.

Saat itu usia saya masih sekolah, dan teman saya dan adiknya sudah menjadi yatim piatu.

Kalau sudah merenggang nyawa dan terkena trauma secara psikologis, apa yang seharusnya dilakukan? Apakah dengan seperti itu sudah boleh melapor ke polisi?

Andaikata, polisi atau hakim atau siapapun yang membuat undang-undang hukum dalam posisi seperti itu,bisakah hanya diam dan mengelak ketika nyawa terancam? Bisakah melawan tanpa melukai, padahal yang mau merampok, membegal atau apapun itu malah bersikap agresif? Ataukah lebih baik pasrah saja kalau barang-barang berharga yang dicari dengan susah payah diambil paksa begitu saja, dan pasangan ataupun anak diperkosa didepan mata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun