Mohon tunggu...
Nana Rohamna
Nana Rohamna Mohon Tunggu... Jurnalis - Fabiayyi alaa'i rabbikuma tukadziban

Mahasiswi Pendidikan Kimia UIN Jakarta, Aktivis LPM Institut UIN Jakarta, Duta Damai Asia Tenggara

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ragam Pesona Gunung Padang

17 November 2018   21:48 Diperbarui: 17 November 2018   22:24 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat Pemujaan

Terdiri dari lima teras. Gunung Padang acap kali diyakini sebagai tempat pemujaan leluhur yang berhubungan erat dengan ritual Prabu Siliwangi. Di teras pertama, ditemui batu yang unik. Batu tersebut menancap di akar pohon besar yang sering dijadikan tempat peristirahatan pengunjung.

Menaiki teras dua, konon masyarakat menyebutnya sebagai mahkota dunia. Antara teras satu dan dua dihubungkan dengan lima pagar. Namun, kini tangga tidak boleh lagi dinaiki pengunjung. Rentan rusaknya cagar budaya menjadi alasan utama.

Konon, kata mahkota dunia ini diambil dari nama Hyang Kuta Dunia---leluhur yang berdiam diri di Gunung Padang. Seiring berjalannya waktu, nama yang didengungkan dari mulut ke mulut kian berubah.

Kini, disebut sebagai mahkota dunia. Bentang alam yang indah menjadi alasan utama. Dari atas teras dua dapat dilihat pemandangan Gunung Gede dan Pangrango. Terasiring dan sengkedan pula turut menjadi pemandangan kelas atas di Situs Gunung Padang ini.

Dokpri
Dokpri
Teras empat dan lima menjadi bagian paling sakral. Pasalnya, masyarakat sekitar meyakini tempat ini digunakan sebagai tempat peribadatan Prabu Siliwangi dalam memuja Tuhan Yang Esa. Di teras empat ada Singgasana Prabu Siliwangi yang terbuat dari batu.

Menurut keterangan Nanang, singgasana mengeluarkan aura yang luar biasa. Jika siang hawa benar-benar panas. Sebaliknya, jika malam hawa benat-benar dingin. Ia pun mengakui, kala malam tiba ada beberapa masyarakat yang bermediasi di lokasi tersebut dengan berharap mendapatkan berkah dari Yang Maha Esa dengan perantara Prabu Siliwangi.

Terakhir ada Batu Pandaringan. Disitu ada tiga batu yang disebut sebagai cerminan ayah---sebagai keturunan Adam, ibu---sebagai keturunan Hawa--dan Yang Maha Esa. Melalui batu bersejarah ini, masyarakat diajarkan untuk menghormati ayah dan ibu untuk memperoleh ridho Yang Maha Esa. Di tengah ada batu terbesar di situs Gunung Padang yang biasa disebut Menhir. Batu tersebut kini sudah disandarkan ke tanah karena termakan usia dan pelapukan alam. Awalnya, batu tersebut berdiri dan digunakan sebagai simbol Yang Maha Esa.

Sebelum menduduki singgasana, Prabu Siliwangi selalu bermunajah pada ayah dan ibu. Karena rida Allah bergantung pada rida bapak dan ibu. "Dalam Islam sering disebut 'ridho Allah fi ridho al-walidain," terang Nanang saat ditemui di Teras lima Situs Gunung Padang, Minggu (4/11).

Situs Megalith Gunung Padang, Benarkah?

Gunung padang yang kini kian diminati sebagai destinasi wisata pengunjung tersusun dari batu berundak yang ukurannya lumayan besar namun seragam. Batunya berbentuk segi lima. Banyak masyarakat menganggapnya sebagai batu megalitikum. Bahkan, situs ini pun dinamakan Situs Megalith Gunung Padang.

Dokpri
Dokpri
Di sisi lain, Badan Arkeologi Lutfi Yondri membantah tentang situs ini yang santer dinamakan megalith. Menurutnya, batu megalitikum hanya dibuat oleh Rumpun Ras Austronesia yang hidup pada Zaman Megalitikum. "Sedangkan masyarakat yang membangun situs gunung padang ada pada zaman Paleolitikum, sekitar abad 117 SM - 45 SM," ucap Lutfi, Sabtu (3/10).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun