Mohon tunggu...
Najib Yusuf
Najib Yusuf Mohon Tunggu... -

Founder Jetschool

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tafsir Surat Al-Ma'un

12 Agustus 2012   00:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:55 6972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1344731199183069802

Pada tahun 1956 seorang satrawan Indonesia melahirkan sebuah karya sastra monumental berjudul Robonya Surau Kami, boleh jadi ini hanya sebuah kumpulan-kumpulan cerpen A.A Navis yang fiktif, tetapi karya-karya Navis nampaknya cukup relevan menggambarkan realitas Sosial masyarakatnya, dan mungkin kini. Sebagai karya sastra potret sosial  yang diangkat Navis begitu menohok, sastrawan yang terkenal ceplas-ceplos ini pandai menusuk jantung siapa yang di kritiknya. Walaupun hanya terinspirasi (devinely inpiring) oleh kondisi masyarakatnya tetapi yang ditulis Navis dalam kehidupan nyata menurut saya masih ada hingga kini (devinely authentic). Bagi saya generasi yang lahir 33 tahun setelah terbitnya Robohnya Surau kami surat Al Ma’un bisa menjadi kesimpulan sekaligus jawaban atas kritik sosial Navis yang akan saya tulis di pembahasan berikutnya.

Cerpen "Robohnya Surau Kami" bercerita tentang kisah tragis matinya seorang Kakek penjaga surau (masjid yang berukuran kecil)di kota kelahiran tokoh utama cerpen itu. Dia - si Kakek, meninggal dengan menggorok lehernya sendiri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi-si Pembual, tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun pekerjaan sehari-harinya beribadah di Masjid, persis yang dilakukan oleh si Kakek. Haji Soleh dalam cerita Ajo Sidi adalah orang yang rajin beribadah, semua ibadah dari A sampai Z ia laksanakan semua, dengan tekun.Tapi, saat "hari keputusan", hari ditentukannya manusia masuk surga atau neraka, Haji Soleh malah dimasukkan ke neraka. Haji Soleh memprotes Tuhan, mungkin dia alpa pikirnya. Tapi, mana mungkin Tuhan alpa, maka dijelaskanlah alasan dia masuk neraka, "kamu tinggal di tanah Indonesia yang mahakaya raya,tapi, engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniyaya semua. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang." Merasa tersindir dan tertekan oleh cerita Ajo Sidi, Kakek memutuskan bunuh diri. Dan Ajo Sidi yang mengetahui kematian Kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek, lalu pergi kerja. (www.wikipedia.org)

Ada dua pesan sederhana yang saya tangkap dari karya Navis ini, pertama adalah seorang yang beragama Islam tidak boleh hanya beribadah secara ‘egois’ dengan hanya memandang bahwa beribadah hanya hubungan transenden saja dengan Allah SWT (Hablumminallah) yang dilakukan dengan cara menggugurkan kewajiban ibadah ritual. Padahal ibadah yang absolutely juga berhubungan dengan hubungan bermasyarakat (Hablumminannas). Filsafat beribadah bukan hanya mengajarkan bahwa manusia diturunkan untuk beribadah kepada Allah saja “Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 ) tetapi Allah juga menciptakan manusia sebagai pemimpin dunia “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.” (QS Al Baqarah : 30). Fungsi kedua ini sangat erat kaitannya dengan muamalah, serta mendorong ummat Islam menguasai berbagai ilmu keduniaan serta berkontribusi dalam bermasyarakat.

Pesan kedua yang saya simpulkan dari cerpen Robohnya surau kami adalah bahwa Navis berpesan secara ekspilis bahwa surau sebaiknya tidak untuk sholat saja, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. Pada konferensi (World Conference on Religions for Peace) KH Hasyim Muzadi juga mengungkapkan kekhawatiran sama dengan Navis bahwa Ummat Islam banyak membangun masjid tetapi sedikit membangun rijalul masjid.

Surat Al-Ma’un mengandung arti yang sangat indah, Al-ma’un bermakna perbuatan cinta kasih, sebagai penegas tujuan diturunkannya agama Islam yaitu sebagai rahmatan lil alamin (pembawa cinta). Al Ma’un juga membawa pesan bahwa ummat Islam yang benar agamanya (bukan pendusta agama) sangat peduli terhadap peraikan nasib sesama, memberikan pertolongan pada dhu’afa, anak yatim dan kaum tertindas, menjadi masyarakat yang tidak sombong dan tidak riya. Indah sekali bagi siapapun yang membaca wajah ummat Islam yang dicita-citakan oleh ayat ini.

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

( 1 ) Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama? ( 2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, ( 3 ) dan tidak menganjurkan memberi makan fakir miskin. ( 4 ) maka celakalah bagi orang yang sholat ( 5 ) ( yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, ( 6 ) orang yang berbuat riya, ( 7) dan enggan ( menolong dengan ) barang yang berguna.

Sebab turunnya surat Al-Ma’un berdasarkan pada riwayat Ibnu Mudzir ialah berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang berirman; mereka melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberiakn bantuan kepada orang miskin dan anak yatim ( Riwayat ibnu Mudzir ).

Ayat pertama pada surat ini merupakan kalimat tanya Tahukah kamu ( orang ) yang mendustakan agama? Dalam sehari-hari kalimat tanya di awal pembuka pembicaraan biasa kita lakukan bukan karena tidak tahu, tetapi meminta agar pendengar benar-benar memperhatikan bahwa apa yang akan diungkapkan selanjutnya adalah informasi yang penting, dalam teori pendidikan kontekstual learning bertanya di awal sesi belajar memusatkan perhatian siswa. Kalau kita pehatikan ayat-ayat Al quran sebagian bernada menyindir, bertanya, mengancam, memuji itu karena memang Al-quran di turunkan sebagai bentuk komunikasi antara Allah dengan makhluknya, sehingga pertanyaan pertama yang diberikan Allah kepada kita dalam ayat ini wajib diperhatikan. Ayat kedua adalah jawaban lugas dari pertanyaan sebelumnya, bahwa salah satu ciri pendusta agama adalah orang yang menghardik anak yatim

Pada ayat ketiga menurut Prof. Dr. Quraisy Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini. Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka. Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan materiil kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun