Mohon tunggu...
Nais Saepulhaq
Nais Saepulhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Republik Tinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persekusi, 'Alternatif' Pendidikan Bangsa

5 Juni 2017   22:17 Diperbarui: 6 Juni 2017   09:08 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali mendengar kata persekusi, saya hampir kesulitan untuk mengucapkannya, sesekali saya menyebutnya Pereksekusi, Preksekusi atau Peksekusi. Karena kata ini seakan baru digunakan oleh masyarakat kita. Dan pertama kali mendengarnyapun tidak langsung dapat memahami maknanya. 

Namun bersamaan dengan pemberitaannya yang  terkait dengan kejadian yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat terhadap masyarakat lainnya, maka saya sedikit menyimpulkan bahwa Persekusi ini sejenis, tindakan 'ngontrog' (Mengunjungi tempat rang yang dianggap bermasalah dengan maksud tertentu). Namun apapun deinisi sesungguhnya, media telah memberikan sebuah citra bahwa persekusi adalah sebuah tindakan pelanggaran hukum. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  persekusi/per·se·ku·si/ adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Harus kita sepakati bersama apapun alasannya persekusi adalah pelanggaran hukum, tapi faktanya sebuah persekusi dilakukan berdasarkan beberapa hal berikut

1. Didahului oleh sebuah tindakan provokasi seseorang atau kelompok yang juga dianggap pelanggaran hukum dan menyinggung perorangan atau kelompok lain. 

2. Kurang ketatnya pengawasan pihak yang berwajib atas kasus cyber crime sehingga mendorong masyarakat untuk mengambil tindakan sepihak

3. Ketidak puasan masyarakat atas regulasi pemerintah yang dianggap terlalu politis oleh sebagian pihak

Sebenarnya, ada kebiasaan yang menggambarkan tradisi santun dan kebersamaan masyarakat indonesia ketika memecahkan masalah, sebelum menggiringnya ke ranah hukum, yaitu membicarakan dan memusyawarahkannya secara kekeluargaan. Tentunya hal ini dilakukan dengan prosedur yang dianggap tidak merugikan dan menguntungkan satu pihak saja. Kini tradisi budaya tersebut dapat melahirkan dua konsep yang berbeda pula,

(1). Tabayyun. Tabayyun berasal dari kata bahasa arab yang berarti mencari penjelasan dan kejelasan sebuah permasalahan. Kata ini diadopsi dari alquran surat Alhujurot 49/6, 'Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian'. Tabayyun ini terkesan mengedepankan mencari solusi bukan mengintimidasi atau introgasi.

(2). Persekusi. Tindakan ini mungkin agak sulit disamakan dengan tabayyun jika dilakukan atas dasar balas dendam, ingin mencari kambing hitam, mengintimidasi bahkan dilakukan dengan tindakan kekerasan. Walaupun mungkin pada prinsipnya adalah ingin mencari kejelasan tentang alasan atau siapa yang bersalah.

Lalu apakah tabayyun yang dilakukan bisa dikategorikan tindakan sepihak? Saya kira bisa saja, karena secara prinsip aturan negara mengharuskan setiap kasus diselesaikan oleh pihak yang berwajib. Tetapi, tabayyun menunjukan tidak adanya pihak yang dirugikan sehingga tabayyun bukanlah sebuah proses yang melahirkan masalah baru. Akan berbeda halnya dengan Perseksusi yang justru menciptakan kasus baru. dari sana tergambar jelas perbedaanya dan sangat mudah bagi kita untuk menyatakan tindakan mana yang melanggar hukum.

Sekali lagi apapun jika sudah melibatkan kepentingan politik, maka makna dan citranya akan menjadi absurd sangat tendensi pada pihak 'behind the gun'. Sepertinya tidak adil, jika kita mengikatkan satu label persekusi pada satu kelompok dan tabayyun pada pihak lain secara permanen. Sehingga seperti tidak adanya kemungkinan kedua kelompok tersebut bertukar posisi untuk menjadi pihak yang benar ataupun salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun