Mohon tunggu...
Nadia Nathania  Prilia
Nadia Nathania Prilia Mohon Tunggu... -

Seorang maha-siswa yang sedang mengejar mimpi di salah satu perguruan tinggi di Kota Pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal The Tragedy of Commons

27 Februari 2017   11:24 Diperbarui: 27 Februari 2017   11:33 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tragedy of Commons adalah paham yang menilai bahwa hilangnya rasa sayang dan rasa memiliki manusia terhadap alam dengan semena-mena menggunakan alam sebagai sumber daya. Garrett Hardin menyatakan bahwa sebenarnya akar dari masalah ini adalah populasi manusia yang terus bertambah setiap tahunnya.

 Setiap manusia membutuhkan energi dan memiliki kebutuhan sendiri-sendiri. Akan tetapi, dunia adalah terbatas. Tidak semua energi atau alam dapat digunakan untuk keperluan manusia. Jika dipakai secara terus menerus, maka dunia akan habis. Kebutuhan manusia juga beraneka ragam. Ada yang mengatakan bahwa berburu bebek itu sebuah kebutuhan, ada juga yang mendirikan pabrik karena manusia membutuhkannya. Tetapi, apakah semuanya baik untuk manusia dan alam? Tidak sepantasnya kita membandingkan hal-hal tersebut.

Kebebasan Tragedy of Commons

              Awalnya,Tragedy of Commons ditemukan dalam pamflet pada tahun 1833 oleh Williiiam Forster Lloyd. Filsuf Whitehead mengambil kata “tragedy” sebagai esensi dari tragedi bukan ketidakbahagiaan, melainkan kekejaman bekerja atas kesungguhan yang mendiami masing-masing manusia. Dalam kata lain, keserakahan dan ketamakan akan alam justru menjadi tragedi atau bencana bagi semua. Lalu, Whitehead menyatakan bahwa takdir yang tidak bisa dihindarkan ini hanya bisa diilustrasikan dalam kejadian nyata yang tidak menyenangkan bagi manusia. 

Seperti contoh kehidupan manusia yang serakah akan alam dengan menggembalakan domba. Dalam cerita tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia atau populasi bertambah secara alamiah, akan mengambil sumber daya alam yang ada secara terus menerus agar kebutuhannya terpenuhi, sedangkan alam sendiri terbatas jumlahnya.

              Hal-hal semacam ini kita bisa lihat dalam kehidupan kita sehari-hari. Di Massachusetts, Amerika Serikat, saat hari menjelang natal, banyak orang akan pergi berbelanja. Saat memakirkan kendaraannya, mereka diharuskan membayar di meteran parkir. Pihak pemerintah akan mengambil uang hasil parkir tadi setelah hari natal dengan menggunakan kantong plastik. Selain itu, laut  juga mengalami kerusakan hebat. Negara-negara maritim masih mendengarkan partai-partai yang memiliki filosofi “kebebasan laut untuk kita semua”. Dengan hal ini, mereka menempatkan ikan dan paus berada dalam ujung kepunahan.

Polusi

Pencemaran alam dan lingkungan terjadi karena banyaknya manusia yang memiliki kebutuhan untuk dipenuhi. Akibatnya, manusia tidak menghiraukan bencana atau kerusakan yang akan terjadi. Masalah tentang polusi adalah salah satunya. Polusi terjadi karena dalam memenuhi kebutuhannya, manusia cenderung menaruh sesuatu supaya proses yang terjadi cepat dan dapat segera digunakan seperti radioaktif dan bahan kimia.

Bagaimana cara terjadinya kesederhanaan moralitas?

Dari masalah polusi diatas, dapat dikatakan bahwa manusia tidak mengenal prinsip moralitas. Perilaku moralitas sebenarnya adalah fungsi dari keadaan sistem pada saat itu. Perilaku moralitas tidak dapat diukur berdasarkan foto. Karena dalam foto, kita tidak bisa mengetahui maksud dari gambar tersebut. Orang Cina dulu mengatakan bahwa satu gambar atau foto memiliki seribu makna.

 Ekologis berusaha mempersuasi orang lain dengan cara seperti foto tersebut. Tetapi, yang paling penting bukan argumen mengapa foto tersebut diambil, melainkan penjelasan argumen dengan kata-kata secara rasional. Selain itu, John Adams mengatakan bahwa kita harus mempunyai pemerintah yang berdasarkan hukum, bukan orang. Akan tetapi, sebenarnya perilaku moraliras ada didalam semua sistem pemerintahan, yang dengan ganjilnya dapat melakukan korupsi, sehingga sebenarnya pemerintahan itu berdasarkan perseorangan, bukan berdasarkan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun