Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Traveler Berkebiasaan Buruk, Yay or Nay?

27 Februari 2017   06:06 Diperbarui: 27 Februari 2017   16:00 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Traveling bersama keluarga ke Pantai Mandalika Lombok. Dokpri

Hidup sebagai travelers memang asik, tapi dari keasikan tersebut ada sisi buruk dari beberapa oknum yang biasa dilakukan, bahkan sampai melakukan perusakan. Apa saja dari kebiasan buruk travelers tersebut dan bagaimana menanggulanginya?

Era digital makin mengental di kehidupan keseharian. Nisbi batas, jarak dan waktu memungkinkan siapa pun memaksimalkan kehidupannya dengan dukungan teknologi digital. Terutama travelers. Para penikmat semua jenis wisata, baik wisata alam serba pemacu adrenalin pun wisata nyaman pemanja mata serta tubuh.

Saatnya pegang kendali bagi traveler di setiap momen perjalanan wisatanya. Kebutuhan utama traveler semakin dimudahkan. Adanya berbagai aplikasi penunjang yang kini bertebaran, pemesanan tiket pesawat, hotel pun spot-spot resto favorit bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum momen berlibur dilakukan. Kemudahan lainnya, aplikasi peta memungkinkan travelers melakukan perjalanan wisatanya, bahkan tanpa guide sekali pun. Lokasi hotel, resto dan spot wisata yang dituju bisa disimpan dari tempat asal.

Meski sesekali tetap dibantu ‘moda peta tradisional’ aka bertanya pada orang-orang setempat di lokasi yang dituju, aplikasi ini relatif bisa diandalkan.

Lantas, dengan kemudahan serba digital yang tergenggam di tangan ini, akan selalu mudah dan lancarkah momen traveling kita?

Seharusnya iya. Faktanya, kemudahan ini masih saja memberi celah bagi munculnya kebiasaan-kebiasaan buruk, terutama dari si traveler sendiri. Apa saja sih kebiasaan-kebiasaan buruk seorang traveler (sambil mulai ngaca :D)?

Mari mulai dari ujar-ujar umum yang sejatinya masih selalu dibaca, didengar atau setidaknya tercetus di obrolan sesama traveler dimana pun: Jangan mengambil apapun kecuali foto, Jangan membunuh apapun kecuali waktu dan Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak.

Dari tiga paham pakem traveler tersebut, beberapa kebiasaan buruk yang menjadi kontra aksi di antaranya:

-           Seringkali tak tertahan untuk mengambil sesuatu dari destinasi-destinasi wisata yang dikunjungi. Tak perlu jauh-jauh dan sulit membuat contoh, dulu sekali saat saya begitu keranjingan mendaki Rinjani si 3726 mdpl, sesekali ketika tak bisa ikut mendaki, saya memesan kepada kawan yang sedang naik untuk bawakan oleh-oleh batu gunung. Demi apa? Hanya demi kepentingan saya sendiri, meski terkesan romantik klasik, membunuh rindu saya pada lekuk liku Rinjani serta wangi khasnya.

Hills view di desa Sambi kabupaten Dompu NTB, salah satu momen traveling berkesan saya. Dokpri
Hills view di desa Sambi kabupaten Dompu NTB, salah satu momen traveling berkesan saya. Dokpri
 -          Bagaimana dengan membunuh? Mungkin akan banyak yang tak sepakati saya, bahwa menginjak tanaman adalah juga nama lain dari satu pembunuhan. Tentu masih lekang di ingatan kita semua, kejadian viral di 2015 lalu, rusaknya taman bunga Amaryllis di Jogja oleh pengunjung yang massif. Kisah lain, dan sepertinya masih kerap terjadi, hancurnya karang-karang di spot-spot snorkeling. Kejadian-kejadian yang bisa jadi tak sesederhana kalimat, “‘membunuh kelelawar di spot wisata gua’”, karena nyatanya lima tahun terakhir cukup jarang kita temui spot wisata dengan binatang khas setempat "bertemu” dengan pengunjungnya (baca: traveler). Kondisi yang tetap tak bisa “‘dimanfaatkan’” untuk lantas melakukan perusakan-perusakan,  di tingkat yang terasa paling ringan sekali pun.

-           Kebiasaan buruk berikutnya, yaitu ‘budaya’ meninggalkan sampah. Kembali bertolak dari pengalaman traveling saya pribadi, sekali waktu saya kunjungi satu spot pantai cantik di Lombok Timur dan niatkan kuat untuk benar-benar tak tinggalkan apa pun meski hanya satu bungkus permen atau satu puntung rokok. Sekian jam eksplorasi dan sekian kalimat mengingatkan rekan perjalanan saya, nyatanya satu plastik besar sampah berbagai kemasan tetap saja tertinggal. Entah menenangkan atau tidak, rekan saya meyakinkan bahwa ia telah membakar sampah tersebut sepantasnya dan di tempat semestinya. Dua frase terakhir, bagi saya, menegaskan bahwa di spot tersebut terdapat pojok-pojok tumpukan sampah yang terbakar maupun tidak,  dari banyak pengunjung lainnya. Niat kuat saya gagal maksimal. Sigh..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun