Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tabuhan Cinta Gendang Beleq #1

19 Januari 2016   12:58 Diperbarui: 19 Januari 2016   17:21 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: DokPri

Satu Senja di Malimbu

"Kita tak harus selarian. Ibu dan Mamiqku akan melamarmu baik-baik ke rumah. Kau mau kan?" Kak Gde Arya berucap, menggenggam tanganku erat. Kalimat diucapkan hati-hati, keras usahanya meredam gelisahku.

"Mamiq tiyang ingin tiyang bekerja dulu. Memiliki semuanya dari rezeki sendiri.."

"Tapi tiyang juga gelisah, tak bisa mengajakmu berhubungan kucing-kucingan seperti ini terus. Tiyang janji, selepas menikah nanti, bekerjalah seperti biasa. Belilah apapun yang mau kau beli.."

Satu Ruang Keluarga

"Tunas ngiringnya Mamiq dan ibu. Tiyang ingin melamar seorang gadis pilihan hati. Tunas ndak perlu selarian dan segala prosesi adat. Ijab kabul sederhana inshaAllah sangat amat cukup," Gde Arya takjim meminta ijin orang tuanya. Tuan Guru Haji Lalu Abdullah dan ibunda Hajjah Baiq Surtika Dewi. Keluarga yang lekat dengan keseharian pengajian dari satu pesantren ke pesantren lain di pulau Lombok. Keluarga bangsawan dengan garis keluarga yang tersebar di hampir setiap kompleks Pedaleman di beberapa desa yang memiliki sejarah kerajaan asli Lombok. 

"Anakku gagah buaq ate. Tiyang paham mengapa anakda memilih ijab kabul sederhana. Tiyang bersyukur, karena pilihan itu menunjukkan nilai-nilai islami dari setiap pengajian yang kita hadiri selama ini lekat dengan jiwamu. Ijinkan mamiq tetap berembug dengan keluarga besar, karena jika tidak, mamiq akan dianggap melangkahi. Mamiq dan ibumu sendiri akan selalu merestui.."

"Tampiasih Mamiq, tampiasih ibu."

***

Baiq Kencana Dewi Anjani mengguguk dikamarnya. Selang sejam, simpuhnya yang anggun hanya menjadi pendengar saat dua keluarga besar -- keluarganya dan keluarga Gde Arya, berdiskusi meneruskan lamaran yang disampaikan orang tua Gde Arya. Sesepuh dari keluarganya mengharuskan prosesi adat yang umum berlaku di masyarakat Sasak-Lombok harus tetap dilaksanakan. Meski lamaran nyata sudah diterima. Ia tak mampu temukan celah pikir, bagaimana Gde Arya bisa sanggup mencurinya sementara saat ini ia telah menetap di rumah. Mamaknya pun tak berbagi jurus rahasia berhasil selarian dengan mamiqnya dulu. Mamak hanya menemaninya legakan sesak. Sesak pikir. Sesak di dua rongga paru-parunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun