Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sedekah Laut, Musyrik dan Konsistensi Sikap

16 Oktober 2018   17:52 Diperbarui: 16 Oktober 2018   18:19 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sedekah laut jika didasarkan niat dan keyakinan mensyukuri ciptaan Allah serta melestarikanya agar tidak mudah rusak justru ini bagian dari proses penguatan keimanan terhadap kekuasaan Allah swt. Tetapi jika sedekah laut di dasarkan pada keyakinan untuk meminta pertolongan kepada laut maka itu bisa dikategorikan musyrik.

Tidak usah dengan sedekah laut. Seseorang yang beribat ke dokter atau rumah sakit, jika si pasien memiliki keyakinan yang menyembuhkan penyakitnya dokter atau rumah sakit maka itu bisa di kategorikan musyrik. Seharusnya dokter atau rumah sakit diyakini sebagi sarana penyembuhan penyakit yang di berikan oleh Allah swt.

Sesama manusia tidak memiliki kewenangan menentukan suatu perbuatan itu bisa dikategorikan musyrik atau tidak. Apa lagi sampai membatalkan dan merusak suatu tradisi yang dianggap musyrik. Tugas manusia sebatas mengingatkan, membimbing dan mengarahkan dengan cara yang baik dan benar. Musyrik atau tidak hanya Allah swt yang mengetahui.

Konsistensi Sikap

Dalam hadis di atas di terangkan ada 3 ( tiga) perbuatan dosa sangat besar (akbaarul kabaair) yaitu musyrik, durhaka kepada kedua orangtua dan berkata dusta atau bohong (hoaxs).

Jika asumsinya benar bahwa pembubaran dan pengrusakan fasilitas untuk ritual tradisi sedekah laut itu dianggap perbuatan musyrik apakah mereka juga akan mengganggu dan menggagalkan perbuatan durhaka kepada orang tua dan perbuatan para pembohong di tanah air Indonesia? Jika gara gara sedekah laut meyebabkan bencana alam terjadi di Indonesia, berarti perilaku durhaka dan perkataan bohong (hoaxs) juga menjadi sebab terjadinya musibah bencana alam yang bertubi tubi di Indonesia.


 Padahal kalau di hitung secara statistik frekuensi masyarakat yang melakukan ritual tradisi sedekah laut jauh lebih sedikit (lebih kecil) dibanding masyarakat yang durhaka kepada kedua orangtuanya, apa lagi jika di banding dengan orang orang yang melakukan kebohongan ( hoaxs). 

Di musim pemilu presiden seperti sekarang ini, hampir setiap hari bahkan setiap jam di prediksi banyak yang melakukan kebohongan dengan tujuan ingin memenangkan kelompoknya dan menjatuhkan lawannya. 

 Kalau ingin membersihkan perilaku masyarakat dari praktik kemusyrikan justru yang berpeluang paling mudah terjadi adalah perkataan bohong (hoaxs). Jika sebagian masyarakat mengawasi sedekah laut yang dianggap musyrik maka seharusnya juga harus lebih giat mengawasi dan melaporkan orang orang dan kelompok yang berkata dan melakukan kebohongan.

Kalau berpendapat, sedekah laut menjadi sebab musibah bencana alam atau tsunami, berarti kebohongan yang dilakukan melalui berbagai sosial media berarti memiliki andil besar terjadinya bencana alam akhir akhir ini. Marilah berfikir yang jernih dan proporsional, jangan gara gara kebencian kepada suatu kelompok menjadikan kita tidak obyektif dan tendensius.

Dr. M. Saekan Muchith, S.Ag, M.Pd Pemerhati Pendidikan, Sosial Agama dan Politik IAIN Kudus. Peneliti Pada Tasamuh Indonesia Mengabdi (Time) Jawa Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun