Mohon tunggu...
Muhajir Hakim
Muhajir Hakim Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menakar Peluang Gugatan Hukum terhadap Auditor: Belajar dari Krisis Litigasi Klasik Amerika

2 Agustus 2017   11:25 Diperbarui: 2 Agustus 2017   11:36 5299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh:

Muhajir R. Hakim

(Emerha)

16 919 029

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

emerha_mrh@yahoo.com

emerha.uii@gmail.com

Abstrak

Permasalahan/tujuan - Artikel ini membahas tentang kewajiban hukum para auditor dalam kaitannya dengan pelaksanaan audit laporan keuangan melalui contoh kasus litigasi klasik yang terjadi di Amerika Serikat. Tujuan dari artikel ini adalah memberi pemahaman dan pelajaran agar selalu waspada terhadap pengaruh perubahan lingkungan hukum pada profesi auditor

Pembahasan - Hasil analisis menyimpulkan bahwa litigasi telah berdampak signifikan atas profesi auditor dalam rentang waktu hampir setengah abad di masa lalu dan secara inkremental memperjelas tanggungjawab dan peran auditor dalam pengembangan dan kemajuan standar auditing. Yang dilakukan oleh KAP untuk melindungi diri dari tuntutan hukum adalah menjaminkan pekerjaan auditnya kepada perusahaan asuransi kerugian sehingga apabila terjadi tuntutan pihak asuransi yang akan melakukan ganti rugi; tidak sembarang menerima klien dan hanya memilih klien yang berintegritas; mematuhi dan menerapkan standar auditing dan koda etik; pilih audit staf yang kompoten dan berintegritas; pertahankan independensi; dan miliki standar pengendalian mutu serta pahami betul bisnis klien.

Kata Kunci-- Kewajiban hukum auditor, Gugatan hukum, dan Litigasi.

 

 I. Pendahuluan

Kewajiban hukum dapat terjadi kalika seorang auditor memberikan jasa profesional dalam bentuk apa pun. Pertimbangannya adalah para auditor yang melakukan audit laporan keuangan terpengaruh dengan kecenderungan lingkungan hukum terhadap profesi auditor. Sepanjang sejarah Amerika, dapat dicatat bahwa auditor memiliki persentase yang sangat rendah dalam hal perbandingan kegagalan audit terhadap jumlah audit yang dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena banyak para pengamat hukum berpendapat bahwa banyaknya profesi auditor terjerat dalam hukum karena para pemakai laporan keuangan kurang memahami perbedaan konsep kegagalan busines, kegagalan audit, dan risiko audit (Arens, at.al. 2008).

Kegagalan audit menurut Boynton, at.al (2001) mirip dengan kecelakaan nuklir yang sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat menimbulkan akibat yang luar biasa. Banyak auditor yang tidak pernah mengalami kegagalan audit sepanjang perjalanan karir mereka, talapi dugaan kegagalan audit sebenarnya dapat berdampak buruk bagi setiap kantor akuntan. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya jumlah kasus dan biaya litigasi yang berkaitan dengan kegagalan audit yang mencapai tingkat yang membahayakan yang disebabkan oleh banyaknya laporan kegagalan busines yang berakibat pada kerugian signifikan yang diderita oleh para investor dan pembayar pajak.

Kecenderungan litigasi di Amerika Serikat dimulai pada tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an. Krisis yang terjadi ini tidak hanya terbatas pada prefesi akuntan saja. Boynton dalam bukunya mengatakan bahwa suatu penelitian yang dilakukan oleh Kelompok Konsultan Hukum dan Ekonomi pada tahun 1993 melaporkan bahwa banyak gugatan class action tentang kecurangan dalam bidang sekuritas yang diterbitkan tanpa jaminan. Kasus itu terjadi terhadap 1 (satu) dari setiap 8 (delapan) perusahaan pada New York Stock Exchange (NYSE), 1 (satu) dari setiap 18 (delapan belas) perusahaan pada American Exchange, dan 1 (satu) dari setiap 20 (dua puluh) perusahaan pada NASDAQ.

Terjadinya kasus ini kemudian menjadi bom nuklir bagi profesi auditor. Misalnya pada akhir tahun 1992, profesi akuntan menghadapi lebih dari 4.000 gugatan dengan estimasi klaim yang belum dapat diselesaikan dengan jumlah yang cukup fantastis yaitu lebih dari 30 milyar dolar. Pada tahun yang sama juga kantor akuntan publik terbesar ketujuh saat itu yang bernama Laventhol and Howarth dinyatakan pailit, akibat besarnya beban kewajiban. Pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1995, kos asuransi wajib bagi KAP Big Six, meningkat sampai sepuluh kali lipat, sementara premi untuk KAP kecil dan menengah meningkat mulai 200% sampai 300%. Kondisi ini juga diperparah dengan penurunan tajam jumlah perusahaan asuransi yang menawarkan kebijakan kewajiban kepada KAP.

Pengalaman pahit di atas kemudian berimplikasi terhadap KAP dalam berbagai ukuran yang mengundurkan diri dari layanan kepada klien yang memiliki risiko audit yang tinggi dan banyak juga KAP kecil yang menghentikan pelaksanaan audit secara serentak. Kejadian ini sungguh sangat bertentangan dengan tujuan kepentingan publik sehingga mendorong kesadaran masyarakat melalui Kongres Amerika untuk memperkuat lembaga peradilan dan membuat perubahan undang-undang di bidang sekuritas. Oleh karena itu dalam artikel kali ini, penulis akan memberikan gambaran bagaimana kasus litigasi terjadi dan apa tindakan pembelaan dan pelajaran yang bisa disimpulkan oleh auditor dari terjadinya kasus dimaksud.

 II.Tinjauan Pustaka

Gugatan hukum auditor terjadi karena adanya kewajiban hukum yang dilanggar oleh auditor. Boynton, at.al (2001) mengatakan bahwa berdasarkan aturan hukum Amerika Serikat, paling sedikit terdapat dua kewajiban hukum, yaitu kewajiban hukum menurut common law dan kewajiban hukum menurut undang-undang sekuritas. Auditor diwajibkan patuh terhadap kedua peraturan ini jika mendirikan kantor akuntan di Amerika. Berikut dijelaskan kewajiban hukum auditor yang berlaku di Amerika Serikat.

2.1.Kewajiban hukum auditor menurut common law

Common law didefinisikan oleh Boynton, at.al (2001) adalah hukum yang tidak tertulis berdasarkan keputusan pengadilan dan bukan atas hukum yang dibuat dan disahkan oleh pihak legislatif. Ini artinya bahwa common law diambil dari prinsip-prinsip berdasarkan keadilan, alasan, dan hal-hal yang masuk akal yang ditentukan oleh kebutuhan masyarakat dan bukan diambil dari hukum yang absolut, tetap, dan kaku. Dalam kasus common law, hakim memilki fleksibilitas untuk mempertimbangkan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik maupun yurisprudensi yang pernah ada. Terkait dengan jasa para akuntan publik, dalam kasus-kasus yang spesifik di Amerika Serikat, kewajiban seorang auditor akan ditentukan oleh putusan pengadilan negara bagian atau federal yang mendorong untuk diterapkannya yurisprudensi yang dirasakan mampu mengendalikan. Oleh karena itu menurut Boynton, berdasarkan common law, kewajiban seorang auditor ada 2 yaitu kewajiban kepada klien dan kewajiban kepada pihak kaliga.

Masih menurut Boynton, at.al (2001), tanggungjawab hukum kepada klien adalah tanggungjawab bahwa seorang auditor berada dalam hubungan kontraktual dengan menyetujui untuk melaksanakan jasa untuk klien. Tanggungjawab hukum kepada klien terbagi dua yaitu tanggungjawab hukum kontrak (contract law) dan tanggungjawab hukum kerugian (tort law). Contract law adalah tanggungjawab hukum auditor kepada klien akibat kelalaian auditor. Tanggungjawab hukum auditor terhadap klien akibat kelalaian terjadi apabila auditor 1) menerbitkan laporan audit tanpa melakukan audit terlebih dahulu sesuai dengan standar audit; 2) tidak mengirimkan laporan audit sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati; 3) melanggar rahasia klien. Atas pelanggaran ini, maka auditor harus bertanggungjawab kepada klien sesuai dengan hukum kontrak yaitu dengan cara melaksanakan hak dan kewajiban yang diatur atau sesuai dengan isi kontrak.

Sedangkan Tort law adalah tanggungjawab hukum auditor kepada klien akibat tindakan auditor yang merugikan klien. Tanggungjawab hukum auditor terhadap klien akibat kerugian terjadi apabila auditor: 1) melakukan kesalahan ringan (ordinary negligence), yaitu kesalahan yang terjadi secara manusiawi atau tidak disengaja; 2) melakukan kesalahan sedang (gross negligence), yaitu kesalahan yang harusnya tidak terjadi jika auditor menerapkan due professional care; 3) melakukan kesalahan berat/kecurangan (fraud), yaitu auditor terlibat secara langsung atau tidak langsung membantu kecurangan yang dilakukan manajemen. Atas pelanggaran ini, maka auditor harus bertanggungjawab kepada klien sesuai dengan hukum kerugian yaitu dengan cara mengganti rugi atau bisa dituntut di pengadilan.

Boynton at.al (2001) kembali mendefinisikan, tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga adalah tanggungjawab bahwa seorang auditor bertanggungjawab kepada semua pihak ketiga atas kelalaian dan kecurangan menurut hukum kerugian. Tanggungjawab ini terbagi dua yaitu tanggungjawab kepada pemegang hak utama (primary beneficiary) dan tanggungjawab kepada pemegang hak lainnya (other beneficiaries). Pemegang hak utama adalah seseorang yang akan menerima laporan auditor dan namanya telah disebutkan oleh klien sebelum audit dilaksanakan. Misalnya pihak bank untuk mendapatkan pinjaman. Pemegang hak lainnya adalah seseorang yang akan menerima laporan auditor tapi namanya tidak disebutkan sama sekali oleh klien. Misalnya kreditur, pemegang saham dan investor. Tanggungjawab auditor kepada pihak ketiga terjadi apabila laporan auditor telah digunakan oleh pihak ketiga dalam bisnisnya tapi ternyata laporan tersebut mengandung salah saji sehingga merugikan pihak ketiga. Jika hal itu terjadi maka auditor harus bertanggungjawab dalam bentuk tuntutan hukum di pengadilan.

2.2.Kewajiban hukum auditor menurut undang-undang sekuritas

Menurut Boynton, al.al (2001), undang-undang sekuritas merupakan hukum negara yang ditetapkan oleh lembaga legislatif pada tingkat negara bagian atau tingkat federal yang biasanya mewajibkan pengarsipan laporan keuangan yang telah diaudit oleh suatu badan pengatur yang ditunjuk. Undang-undang sekuritas yang sangat mempengaruhi pekerjaan auditor adalah undang-undang sekuritas tahun 1933 (securities act 1933) dan undang-undang perdagangan sekuritas tahun 1934 (securities exchange act 1934).

Securities act 1933 mewajibkan setiap entitas untuk melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit dalam laporan pendaftaran yang akan disimpan oleh SEC pada saat entitas tersebut pertama kali menawarkan sahamnya ke publik. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa setiap pihak yang membeli sekuritas seperti yang tertera dalam dokumen pendaftaran (prospektus) bisa menggugat auditor atas adanya salah saji yang material atau penghilangan angka dalam laporan keuangan yang telah diaudit yang dilampirkan dalam laporan pendaftaran tanpa memandang apakah pihak tersebut menjadi klien auditor atau tidak.

Securities exchange act 1934 mewajibkan setiap perusahaan publik dengan nilai aset di atas 5 juta dolar dan memiliki lebih dari 500 pemegang saham, untuk mengarsipkan laporan tahunannya termasuk laporan keuangan yang telah diaudit kepada SEC. Dalam aturan tersebut setiap orang dilarang memberikan laporan yang tidak benar atau menyesatkan, menggunakan alat, skema, atau tipu daya untuk menggelapkan dalam dokumen yang diarsipkan pada SEC.

Terdapat dua perbedaan penting dari kedua undang-undang di atas, yaitu ditinjau dari sisi penerapannya dan subtansi aturannya. Dari sisi penerapannya, securities act 1933 diterapkan pada penjualan perdana sekuritas yang dapat terdiri dari modal saham dan obligasi kepada publik oleh korporasi penerbit. Sedangkan securities exchange act 1934 diterapkan pada penjualan perdana dan perdagangan sekuritas di bursa sekuritas nasional. Dari sisi subtansi aturannya bisa dilihat dari siapa penggugat, tergugat, dan apa kewajibannya. Dalam securities act 1933, penggugatnya adalah setiap orang yang menerima sekuritas, penggugatnya tidak harus membuktikan adanya ketergantungan pada keandalan, dan tergugat bertanggungjawab atas kelalaian biasa. Sementara dalam securities exchange act 1934,penggugatnya adalah pembeli atau penjual sekuritas, penggugatnya harus membuktikan adanya ketergantungan pada keandalan, dan tergugat tidak bertanggungjawab atas kelalaian biasa.

 

 III. Pembahasan

3.1.Contoh Kasus Litigasi Klasik Amerika

Dari sekian banyak contoh kasus litigasi yang dikemukakan oleh Boynton, at.al (2001), penulis membatasi jumlah kasus litigasi dengan mengambil masing-masing 2 contoh kasus terpilih untuk disajikan kembali yang menurut penulis relevan dengan penjelasan tinjauan pustaka di atas. Semua kasus dikutip penuh dari Boynton, al.al (2001) dan contoh kasus yang disajikan merupakan ringkasan dan poin-poin penting saja.

3.1.1.Kasus Litigasi menurut Undang-undang Common Law

1.Rhode Island Hospital Trust National Bank melawan Swartz, Bresenhoff, Yavner & Jacobs (1972)

Para auditor sebagai pihak tergugat dalam kasus ini telah menerbitkan opini tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) atas laporan keuangan yang diaudit. Bank yang menjadi penggugat adalah pihak yang telah diketahui sebelumnya, namun tidak disebutkan namanya secara spesifik. Dalam gugatan dikatakan bahwa auditor bersalah atas kesalahan biasa karena alasan tidak memberikan pendapat dalam laporan auditor yang mengandung susunan kata yang menyesatkan.

Auditor menerbitkan oponi disclaimer dengan alasan bahwa penambahan aset tetap telah ditemukan untuk memasukkan biaya perbaikan gudang. Secara praktis, semua pekerjaan ini dikerjakan sendiri oleh para pekerja. Namun sayangnya tidak ditemukan adanya catatan rincian biaya yang lengkap dan penerapan yang pasti tentang berapa besar biaya yang sebenarnya yang dikeluarkan dari peningkatan tersebut.

Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa perusahaan tidak memiliki catatan biaya dan pengeluaran untuk barang modal tenyata fiktif. Oleh karena itu opini tidak menyatakan pendapat hanya mengacu pada penilaian dan bukannya keberadaaan atau eksistensi, maka pengadilan menyatakan bahwa opini disclaimer tidak dapat membebaskan auditor dari kewajiban yang muncul dari pengaruh yang disampaikan oleh pernyataan yang lain dalam laporan auditor.

2.Credit Alliance Corporation melawan Arthur Andersen & Co. (1985)

Penggugat adalah perusahaan jasa keuangan besar yang terutama bergerak dalam bidang pembiayaan untuk pembelian peralatan modal melalui penjualan cicilan atau perjanjian sewaguna. Penggugat memberikan kredit tambahan kepada L.B. Smith Inc., berdasarkan laporan audit yang dilakukan oleh Andersen dengan pendapat WTP atas laporan keuangan Smith untuk perioda 3 tahun yang berakhir pada tanggap 27 Februari 1979. Pada tahun 1980, Smith dinyatakan pailit setelah tidak dapat menyelesaikan kewajiban senilai beberapa juta dolar kepada penggugat. Penggugat mengatakan bahwa laporan keuangan Smith yang diandalkannya ternyata mengandung lebih saji atau penggelembungan nilai aset, kekayaan bersih, serta kesehatan keuangan pada umumnya. Hal ini dapat terjadi karena auditor tidak memenuhi standar auditing yang benar, sehingga tidak dapat menemukan adanya kemungkinan serius bahwa Smith tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.

Andersen kemudian digugat atas kelalaian dan kecurangan dan tergugat dinyatakan 1) mengetahui atau sepatutnya mengetahui serta menaruh perhatian bahwa laporan keuangan akan diguanakan oleh Smith untuk mendapatkan kredit tambahan, 2) mengetahui bahwa laporan keuangan tersebut akan ditunjukkan kepada penggugat dengan maksud seperti tersebut di atas, dan 3) mengetahui atau secara ceroboh mengabaikan fakta yang memberikan indikasi bahwa laporan tahun 1977 dan 1979 ternyata menyesatkan.

Mahkamah Agung New York menolak gugatan atas kelalaian ini. Intinya Mahkamah Agung memutuskan bahwa tidak terdapat hubungan kontraktual pribadi antara penggugat dan tergugat dan juga tidak ada hubungan yang dipandang cukup akrab yang dapat disamakan dengan hubungan pribadi. Mahkamah juga menolak gugatan kecurangan dengan menyatakan bahwa dugaan tunggal tentang scienter, secara ceroboh mengabaikan fakta tidaklah cukup untuk digunakan sebagai dasar menghukum tergugat.

3.1.2.Kasus Litigasi menurut Undang-undang Sekuritas

1.Pemerintah Amerika Serikat melawan Simon (1969)

Kasus ini dikenal sebagai kasus continental vending, yang melibatkan sejumlah pinjaman yang dilakukan oleh Continental Vending untuk perusahaan afiliasinya yang bernama Valley Commercial Corporation, yang selanjutnya meminjamkan uang tersebut kepada Roth, direktur utama Continental. Pinjaman kepada Roth dijamin terutama dengan saham biasa Continental yang dimiliki Roth. Selanjutnya Valley menggunakan saham-saham ini sebagai jaminan atas pinjaman dari Continental. Auditor Continental tidak pernah mengaudit Valley. Para tergugat yang terdiri dari seorang mitra senior, seorang mitra yunior, serta seorang auditor senior dari suatu KAP yang berkelas internasional telah memberikan persetujuannya atas catatan bahwa jumlah piutang dari Valley telah dibebani bunga sebesar 12% per tahun salelah dikurangi saldo utang kepada perusahaan dan dijamin dengan ekuitas Valley dengan persalujuan pada harga pasar sekuritas. Namun pada 15 Februari 1963, jumlah harga pasar ekuitas tersebut telah melampaui jumlah bersih nilai piutang.

Secara khusus pemerintah AS menggugat bahwa catatan tergugat adalah tidak benar dan menyesatkan karena 1) catatan kaki pada laporan Continental tidak menunjukkan bahwa Roth mendapatkan uang itu, 2) sifat penjaminan tidak diungkapkan meskipun 80% di antaranya terdiri sekuritas tidak terdaftar yang diterbitkan oleh Continental, 3) jumlah piutang bersih yang dimiliki Valley ternyata tidak benar karena pada penyajian hutang Valley yang dikompensasikan terdapat sejumlah diskon untuk pihak luar, serta 4) referensi pada posisi jaminan dalam bulan Februari tidak mengungkapkan piutang Valley yang sebenarnya pada tanggal itu.

Tergugat dengan dukungan kesaksian dari 8 pimpinan profesi akuntan, berpendapat bahwa catatan tersebut sesuai denga GAAP dan bahwa kepatuhan tersebut merupakan bentuk pembelaan yang menentukan terhadap gugatan kejahatan salah penyajian. Namun hakim yang memeriksa perkara menolak argumentasi tersebut dan meragukan posisi wajar dalam penyajian laporan keuangan. Para juri menyimpulkan bahwa neraca tidak menyajikan secara wajar, dan tiga tergugat dikenakan tuduhan tindak pidana kejahatan. Pengadilan banding AS menolak untuk mengubah putusan tersebut dan menyatakan bahwa para tergugat dinyatakan bersalah dan dikenakan denda sebesar $17.000 serta pencabutan izin praktik.

2.The Fund of Funds Limited melawan Arthur Andersen & Co (1982)

The Fund of Funds Limited (FOF) adalah sebuah perusahaan pendanaan investasi bersama yang mengasakan kontrak lisan sebagai bagian dari program diversifikasi untuk membeli sejumlah asal dari King Resources Corporation (KRC) pada tingkat bunga tidak kurang dari harga yang diterima penjual dari pelanggan lainnya. Arthur Andersen (AA) menjadi auditor untuk kedua perusahaan tersebut, dan beberapa personil kuncinya berpartisipasi pada kedua perikatan.

Dalam surat perikatan kepada FOF, AA menyatakan bahwa setiap penyimpangan yang ditemukan oleh KAPnya akan diungkapkan kepada klien. Pada saat mengaudit KRC, AA menemukan bahwa FOF telah dibebani dengan harga yang secara signifikan jauh lebih tinggi dibanding pelanggan lainnya. Namun AA tindak mengungkapkan hal ini kepada FOF karena AA tidak ingin melanggar peraturan informasi rahasia klien. Penggugat mengatakan bahwa seharusnya AA mengungkapkan adanya pembebanan lebih tersebut atau setidaknya mengundurkan diri dari salah satu perikatan tersebut.

Dalam laporan keuangannya per 31 Desember 1969, FOF membukukan peningkatan penilaian kembali yang signifikan pada penyertaan sumber daya alam tertentu. Penilaian ini didasarkan pada transaksi nonarms's length dari penjualan nonbona fide atas sebagian kecil penyertaan yang sama oleh KRC. Sesuai dengan pedoman yang digunakan, sebenarnya AA tidak dapat memberikan pendapat WTP atas laporan keuangan KRC dengan adanya penjualan ini. Meskipun demikian, AA tetap memberikan pendapat tersebut. AA menyatakan bahwa laporan mereka atas KRC tidak menjadi penyebab penilaian kembali FOF dan bahwa mereka tidak mengetahui adanya penjualan nonbona fide tersebut sebelum laporan diterbitkan.

Para juri berpendapat bahwa AA bertanggungjawab karena ikut membantu dan bersekongkol dalam pelanggaran hukum dan kecurangan karena tidak mau mengungkapkan pengalahuan mereka atas kesalahan KRC terhadap FOF. Selain itu para juri juga menyatakan bahwa AA bersalah atas pelanggaran kontrak karena mereka tidak mematuhi apa yang mereka nyatakan secara spesifik dalam surat perikatan kepada FOF. Penggugat mendapatkan ganti rugi sebesar $81 juta. Dalam kasus ini hakim selanjutnya menurunkan nilai kerugian tersebut sampai jumlah yang tidak diungkapkan.

3.2.Bagaimana potensi gugatan dan pembelaan auditor, serta meminimalkan risiko litigasi?

Dari sisi peraturan common law,potensi gugatan dan pembelaan auditor pada umumnya harus menggunakan kecermatan sebagai pembelaan dalam gugatan pelanggaran kontrak termasuk tuntutan ganti rugi atas kelalaian. Dalam hal tuntutan ganti rugi pembelaan utama adalah bukti kecermatan atau kelalaian kontributif. Saat auditor tidak memiliki kecermatan, maka di situlah potensi gugatan akan terjadi. Tetapi apabila menggunakan pembelaan berdasarkan kecermatan, auditor harus berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan GAAS. Kertas kerja auditor merupakan alat bukti yang penting dalam pembelaan. Selain itu auditor harus dapat meyakinkan sidang pengadilan bahwa pada dasarnya dalam proses audit terdapat batasan-batasan yang bersifat melekat. Dengan demikian, karena digunakan teknik pengujian selektif, maka terdapat risiko bahwa kesalahan yang material atau penyimpanagan yang ada, dapat saja tidak terdaleksi.

Sebagaimana profesi yang lain, seperti dokter dan pengacara, sekarang ini para auditor juga menjalankan praktiknya dalam iklim kebijakan publik nasional yang sedang menekankan pada pentingnya perlindungan bagi konsumen. Dari hasil analisis atas beberapa kasus pengadilan yang melihatkan auditor, Boynton al.al.2001, mengemukakan sejumlah cara yang harus dilakukan oleh auditor untuk meminimalkan risiko terjerat dalam litigasi, yaitu:

  1. Menggunakan surat perikatan untuk semua jenis jasa profesional, yaitu menyediakan surat-surat yang akan menjadi dasar persetujuan kontraktual serta meminimalkan risiko kesalahpahaman tentang jasa yang telah disepakati.
  2. Melakukan investigasi yang menyeluruh atas klien, yaitu investigasi untuk meminimalkan kemungkinan auditor dikaitkan dengan klien yang manajemennya tidak berintegritas.
  3. Lebih menekankan mutu jasa daripada pertumbuhan, yaitu kemampuan sebuah KAP untuk memilih staf dengan tepat pada suatu perikatan yang penting bagi mutu pekerjaan yang akan dihasilkan. Penerimaan tugas dengan objek usaha baru yang akan menimbulkan perlunya kerja lembur yang berlebihan, beban kerja di atas nommal, serta kurangnya supervisi dari profesional yang berpengalaman sebaiknya ditolak.
  4. Mematuhi sepenuhnya ketentuan profesional, yaitu kepatuhan pada standar audit yang harus mampu memberikan alasan terjadinya setiap penyimpangan dari pedoman yang telah ditetapkan.
  5. Mengakui katerbatasan ketentuan profesional, yaitu adanya pedoman profesional yang tidak dapat mencakupi semua pekerjaan auditor. Selain itu, pengujian subjektif atas kelayakan dan kewajaran akan digunakan oleh para hakim, juri, dan pejabat pemerintah dalam menimbang pekerjaan auditor. Oleh karena itu auditor harus menggunakan pertimbangan profesional yang mantap selama audit berlangsung dan dalam penerbitan laporannya.
  6. Menetapkan dan menjaga standar yang tinggi atas pengendalian mutu, yaitu auditor secara pribadi harus bertanggungjawab atas pengendalian mutu dengan melakukan peer review yang akan memberikan keyakinan independen tentang mutu dan efektivitas prosedur yang telah dirumuskan.
  7. Memperhatikan tindak pencegahan dalam perikatan tentang keterlibatan klien dalam kesulitan keuangan, yaitu ancaman atas keadaan klien yang tidak solven atau kepailitan yang dapat mengarah pada kesengajaan salah saji dalam laporan keuangan. Banyak gugatan hukum yang dilancarkan terhadap auditor berawal dari kepailitan perusahaan yang terjadi salelah terbitnya laporan auditor. Oleh karena itu auditor harus menimbang dengan cermat kecukupan dan kompetensi bukti yang diperoleh ketika mengaudit perusahaan tersebut.
  8. Mewaspadai risiko audit, yaitu risiko yang mengandung informasi penting tentang perkembangan ekonomi dan kebijakan dalam industri tertentu yang dapat mempengaruhi pemeriksaan auditor dan pertimbangan profesional. Mengenali risiko audit yang harus diwaspadai akan sangat membantu dalam menilai kelayakan dan kewajaran laporan keuangan klien dalam industri tertentu.

IV. Simpulan

Dari pembahasan tersebut di atas, dapatlah disimpulkan dan diambil beberapa pelajaran yang bisa kita jadikan pedoman di masa mendatang bahwa:

  1. Litigasi telah berdampak signifikan atas profesi auditor dalam rentang waktu hampir setengah abad di masa lalu dan secara inkremental memperjelas tanggungjawab dan peran auditor dalam pengembangan dan kemajuan standar auditing.
  2. Yang dilakukan oleh KAP untuk melindungi diri dari tuntutan hukum adalah menjaminkan pekerjaan auditnya kepada perusahaan asuransi kerugian sehingga apabila terjadi tuntutan pihak asuransi yang akan melakukan ganti rugi; tidak sembarang menerima klien dan hanya memilih klien yang berintegritas; mematuhi dan menerapkan standar auditing dan kodq etik; pilih audit staf yang kompoten dan berintegritas; pertahankan independensi; dan miliki standar pengendalian mutu dan pahami betul bisnis klien.

 

Referensi

Arens, Alvin A., Elder, Randal J., Beasley, Mark S. (2008). Audting and Assurance Service, Integrated Approach. (12thed). Prentice Hall : Pearson Education, Inc.

 Boynton, William C., Johnson, Raymond N., Kell, Walter G. (2001). Modern Auditing(7thed). John Wiley & Sons, Inc.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun