Mohon tunggu...
Moringa Medusa
Moringa Medusa Mohon Tunggu... -

chanel oo

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bukan Raga

23 Februari 2017   01:09 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:31 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku berjalan di bawah lampu dunia yang binasa dalam sehari,

Sepatu tak lagi dipakai kaki untuk berlari ke atas lampu langit.
Sayang ibu menjadi tempurung telur untuk tidak menetaskan butir penantian.
Punggung badan bertolak dari sepasang mata untuk matahari di belakang telinga.
Camar burung meringkuk pada kertas tak berpena, bukan resah sebuah malam.
Dahlia menjilat hujan pada jiwa rongsok saat tak bertata dari terkaan krama.

Sebuah doa pada laut,
yang mengeram ilalang tak lagi di tanah,
yang bertanam sumur dangkal,
tempat batu berperih pada bumi saat embun menjadi perusak pagi,

"Asap diri bukan lagi polusi berwadah udara tak mengarti angin, seorang ayah pun tak rindu anak sampai menyuratkan air tak lagi kembali pada langit,
permen bukan lagi sekotak cinta pemberian yang kini disebut anak-anak,
jalanan menjadi hijau semenit karena tangan dikurung jeruji,
hitam diri bukan lagi putih saat merah bukan lagi darah".

Kita berlabuh pada terpal yang lebih dari semenit,
Kita berdusta pada kawan tak lebih suci dari handuk untuk merawat anak bayi.
Kita tak hirau dari kata tak berbusana yang bukan manfaat untuk mencari suara jangkrik.
Kita adalah jari bernanah sebab duri di semak yang kita siangi selama sepetang.

Selapang, sewindu, seumur pun mata lupa sakit dari rajam yang didengar sebuah hati tak bertelinga.
Mereka pun tak resah polkadot mulai berpola serupa bunga-bunga ketika berkunang.

Mereka lupa,
kau bukan dirimu.
Bukan siapa,
bukan mengapa.

Kuberi satu telinga untuk melihat.
Kuberi satu telinga untuk merasa.

Namamu,
terkubur semalaman dalam tanah yang diselimuti bulu-bulu angsa.

Kemarin,
hari ini,
entah esok,
adalah pertalian sebuah dun.

Maaf,
Aku hanya bercinta pada Magenta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun