Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Hujan Terpeleset di Ujung Atap

6 Juli 2017   18:17 Diperbarui: 7 Juli 2017   02:06 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nicolas Bouvier - @kulturtava

Guruh di jauh berikan suluh
Kilat di langit sampaikan amanat
Petir di angkasa adalah pertanda
Anak anak hujan berusaha tiba
Tepat pada waktunya

Bianglala di tepian surga
Menurunkan satu demi satu anak tangga
Bukan karena bidadari
Tapi untuk mengirimkan takjub di hati
Sebagai penyeimbang rasa nyeri

Hujan turun berduyun duyun
Melintasi lansekap langit secara beruntun
Berkejaran di setiap rintik
Berayun ayun dari satu ke lain titik
Terpeleset di ujung atap namun tetap bertabik

Aku permisi memeluk bumi 
Memberi basah tubuh dan hati 
Terlalu lama kemarau bisa mengeringkan 
Berlebih panas dapat menghanguskan 
Tanah belah dan retak itu mematikan

Pekanbaru, 6 Juli 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun