Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penjelajah Masa Lalu (Episode 3, Candi Laut Selatan)

19 September 2019   23:06 Diperbarui: 19 September 2019   23:16 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini sebenarnya sebuah keanehan. Dan mereka belum menyadarinya.

Ruangan ini adalah sebuah ruangan buntu yang hanya dipenuhi cahaya, tapi bukankah kedalamannya sama dengan lorong terakhir yang mereka lewati? Seharusnya level udara juga tak jauh berbeda. Artinya sekarang mereka seharusnya tetap kehabisan nafas bukan?

Bimalah yang pertama menyadari keanehan tersebut. Lelaki itu melompat bangun tiba-tiba.

"Heii! Ini ruangan apa? Kenapa udaranya sama dengan di permukaan?" Bima berusaha meraba setiap jengkal dinding ruangan tertutup itu dengan teliti.

Ucapan Bima kontan menyadarkan yang lain bahwa ada sesuatu yang aneh di ruangan buntu ini. Serentak Raka dan Raja membantu Bima menelisik setiap sudut dengan hati-hati. Dinding ruangan ini terdiri dari batu yang disusun secara rapi dengan tingkat ketelitian tinggi. Berukuran sama dengan bentuk yang serupa. Agak sulit menemukan sebuah pertanda atau penanda.

Terdengar suara derak keras saat Bima berspekulasi mendorong sebuah batu yang dilihatnya agak sedikit berbeda dengan lainnya. Sebuah pintu besar dan berat membuka di bagian atas ruangan. Terlihat juga tangga tegak lurus yang tersusun dari batu saling bersilangan muncul di dinding sebelah kanan.

Ruang ini ternyata semacam dasar sumur yang dalam. Cahaya yang menerangi pasti datang dari sela-sela batu di atap yang sengaja disusun tidak serapat dinding.  Dan tangga itu pasti digunakan untuk naik turun ke ruangan ini.

Seiring dengan terbukanya ruangan itu, terdengar suara gemuruh dari belakang mereka. Raka sempat berpikir itu adalah gempa, namun Raja berteriak lantang menyuruh teman-temannya segera menaiki tangga-tangga yang bersilangan.

"Cepat! Cepat naik tangga! Suara gemuruh di belakang kita adalah suara air bah!"

Belum juga kering bibir Raja meneriakkan peringatan, ujung air semata kaki sudah sampai ke ruangan itu. Kontan saja ketiga lelaki itu buru-buru menaiki tangga dengan cepat. Entah karena tenaga mereka sudah pulih atau karena didorong oleh adrenalin yang begitu kuat, ketiganya dengan lincah menaiki tangga rumit dari batu itu.

Namun kecepatan air ternyata jauh lebih cepat dari yang diduga. Belum sampai setengah jumlah tangga dinaiki, air terus meninggi mengejar mereka. Raja yang berada pada urutan paling belakang, kakinya mulai terendam air. Raka yang berada paling atas menjadi panik. Jika dia tidak bergerak cepat, Raja akan tenggelam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun