Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api

3 Januari 2019   07:46 Diperbarui: 3 Januari 2019   08:59 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab IX

Janjinya kepada cinta
Adalah janji suci untuk tetap bersama
Meski nyawa akhirnya harus direlakan
Meski jiwa akhirnya harus diserahkan
Meski raga akhirnya harus dikuburkan
Janjnya tetap dipenuhi
Karena cintanya sebesar tubuh bumi

Bab X

Malam kebangkitan Sang Naga Merapi-Puncak Gunung Merapi. Suara bergemuruh semakin sore semakin keras.  Angin juga bertiup sangat kencang. Di atas langit berputar putar sepasang burung elang.  Dua ekor burung perkasa ini seperti sedang bersiap menyambut datangnya sebuah peristiwa besar.  Bersiap menjadi saksi bangunnya Sang Naga yang tertidur ratusan tahun lamanya.

Semua orang yang berada di puncak Merapi bisa merasakan betapa hawa panas yang sangat luar biasa mengalir keluar dari kawah memenuhi udara.  

Getaran getaran gempa yang semakin kuat, kini mulai mengganggu keseimbangan kaki yang sedang berdiri.  Suara gemuruh dari dalam perut Merapi seperti suara suara kiamat sedang mendekat.  Menciutkan nyali siapa saja yang mendengarnya.  Beberapa orang yang tidak cukup kuat tekadnya, berdiri memucat dengan wajah kehilangan darah sama sekali. 

Matahari hampir tergelincir di ujung barat.  Sementara bulan yang tubuhnya sedang penuh sempurna sudah terlihat membayang di ujung timur.  Dua unsur semesta ini seperti sedang berlomba.  Yang satu ingin segera turun dari tahtanya, dan yang satu ingin cepat cepat menuju puncak langit melaksanakan tugasnya.

Suasana sangat mencekam sekarang.  Sinar matahari yang terakhir sudah mulai menghilang bersamaan dengan keremangan yang datang.  Sinar bulan menghampiri bumi untuk mencumbunya dengan perlahan.  Puncak Merapi terasa seperti dunia lain yang tak pernah ada sebelumnya.

Semakin mendekati puncaknya malam, suara gemuruh dari perut Merapi semakin tak henti.  Tanah di puncak gunung itu terasa bergoyang goyang kencang.  Cuaca sangat cerah dan terang.  Sinar bulan sudah menguasai sepenuhnya tubuh bumi.  Angin mulanya hanya semilir pelan, namun makin malam makin membadai.  

Dengan melihat situasi yang tanpa mendung tanpa tanda tanda akan turun hujan, seharusnya angin tidak bertiup seperti ini.  Ada kuasa lain yang sedang menguasai tempat ini. Entah kuasa kegelapan entah kuasa kebaikan.

Semua orang sekarang berdiri tidak jauh dari kawah Merapi.  Berdebar debar menunggu apa yang terjadi.  Semuanya hanya pernah mendengar cerita tentang bangkitnya Naga Merapi.  Tapi tak ada satupun di situ yang pernah menyaksikan secara langsung peristiwa ajaib itu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun