Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surga Jatuh di Pinggir Telaga

6 April 2018   14:48 Diperbarui: 6 April 2018   14:51 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Telaga sudah dekat.  Suara bisik-bisik mulai terdengar.  Semua orang berdebar-debar.  Seperti apa surga itu?  Seindah apakah?  Apakah dijaga oleh bidadari-bidadari secantik artis-artis sinetron yang sering dilihat di televisi?

Sampailah mereka.  Semua mata mengitarkan pandangan gamang ke sekeliling telaga.  Tidak ada apa-apa.  Telaga seperti biasanya.  Tidak ada sesuatu yang aneh atau berbeda.

"Bapak ibu sekalian! Mbah Yai bilang kita harus mengelilingi telaga ini agar bisa menemukan surga yang jatuh!"  Suara keras Paino memecah kesunyian.  Paino merasa seperti pahlawan saat orang-orang menatap percaya ke arahnya.  Apalagi ketika orang-orang itu ikut di belakangnya mulai mengitari telaga.

Rombongan itu menelusuri jalan setapak yang mengelilingi telaga.  Suasana senyap meski rombongan itu berjumlah ratusan orang.  Orang-orang yang tadinya hampir putus asa karena tidak menemukan apa-apa, terbangkitkan lagi harapannya.  Mungkin surga yang jatuh itu berupa pintu.  Jadi kecil dan tidak kelihatan dari sini.

Udin terkejut ketika bahunya ditepuk orang dengan keras dari belakang.  Parjo!  Ah, akhirnya dia datang juga.  Udin tentu saja jauh lebih rela jika Parjo yang menemukan surga dibandingkan orang-orang itu.

Kedua sahabat ini berjalan di belakang Paino yang berjalan gagah layaknya panglima.  Barulah di belakang mereka rombongan besar lainnya.

"Ini sudah hampir terkelilingi!  Mana surganya?!" sebuah teriakan menghancurkan keheningan.

"Iya mana?! Mbah Yai berkirim berita hoax!" teriak yang lainnya.

"Uh, mau-maunya aku tadi termakan berita nggak jelas ini! Sudah gitu harus gendong simbahku lagi," gerutu yang lainnya lagi.

------

Sudah sampai di ujung telaga.  Udin terbelalak.  Parjo lebih lagi terpaku.  Di hadapan mereka nampak sesosok tubuh terbujur lemah tak berdaya.  Mbah Lopo!  Kenapa ada di sini?  Pantas saja sudah beberapa hari ini saat mereka berdua mengantarkan rantang nasi ke dangau tidak lagi menemukan Mbah Lopo.  Rupanya dia tergolek sakit di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun