Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pantai-pantai yang Tersiksa

18 Agustus 2017   08:35 Diperbarui: 18 Agustus 2017   09:06 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku membuka cadar yang terbuat dari kabar tentang burung burung camar.  Sepagi ini mereka sudah mengukur kedalaman pesisir yang tubuhnya semakin kurus kering sebab pasir pasir terdesak minggir sampai seakan pantai tak lagi punya bibir.

Itu menerbangkan pikir yang hadir setelah kesimpulan sampai pada titik nadir.  Pantai tergerus bukan karena laut menjadi begitu pemarah dan lalu melahap daratan dengan pongah.  Tapi karena bumi semakin miring dan menumpahkan air laut secara berkala sebab perutnya makin lama makin berongga.

Sekarang tak perlu mengatakan mengapa. Lebih penting jikalau mulai mengeja kata bagaimana.  Atau lebih parah lagi jika siapa menunjuk siapa kemudian bertengkar tak ada habis habisnya. Hingga bumi seolah semakin merasa dikutuk oleh nenek berhidung bengkok panjang naik sapu terbang sambil tertawa dengan kekeh merutuk.

Jadi? Bagaimana?

Jakarta, 18 Agustus 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun