Aku membuka cadar yang terbuat dari kabar tentang burung burung camar. Â Sepagi ini mereka sudah mengukur kedalaman pesisir yang tubuhnya semakin kurus kering sebab pasir pasir terdesak minggir sampai seakan pantai tak lagi punya bibir.
Itu menerbangkan pikir yang hadir setelah kesimpulan sampai pada titik nadir. Â Pantai tergerus bukan karena laut menjadi begitu pemarah dan lalu melahap daratan dengan pongah. Â Tapi karena bumi semakin miring dan menumpahkan air laut secara berkala sebab perutnya makin lama makin berongga.
Sekarang tak perlu mengatakan mengapa. Lebih penting jikalau mulai mengeja kata bagaimana. Â Atau lebih parah lagi jika siapa menunjuk siapa kemudian bertengkar tak ada habis habisnya. Hingga bumi seolah semakin merasa dikutuk oleh nenek berhidung bengkok panjang naik sapu terbang sambil tertawa dengan kekeh merutuk.
Jadi? Bagaimana?
Jakarta, 18 Agustus 2017