Senin siang itu (21/09/2015) suasana desa tampak sepi. Tak banyak terlihat orang lalu-lalang melewati jalan utama desa. Umumnya pintu rumah-rumah warga dalam keadaan tertutup.
Hanya satu atau dua orang yang terlihat duduk-duduk santai di depan rumahnya. Suasana siang yang gerah itu mungkin membuat sebagian warga desa lebih memilih untuk beristirahat siang.
Entah dari mana asalnya, tiba-tiba muncul seseorang mengikuti saya dari belakang. Saya sempat kaget saat melihat wajah orang ini.
Sepintas mirip wajah almarhum Cak Gombloh, penyanyi legendaris asal Kota Surabaya yang kondang dengan lagu “Kebyar-kebyar” nya itu. Kami bertegur sapa dan saling bersalaman. Ia pun memperkenalkan diri dengan nama Nizar (65 tahun).
“Banyak pengunjung gua mengira saya ini masih saudaranya Gombloh lho dik!” balasnya sambil tersenyum.
Menurut pengakuan Pak Nizar, ia sama sekali tak punya hubungan darah alias bersaudara dengan penyanyi bersuara merdu itu. Wajahnya kebetulan saja mirip almarhum Gombloh yang sudah lama tiada.
Tanpa banyak bertanya, Pak Nizar kemudian menuntun saya menuju mulut gua. Saat masuk beberapa langkah, hidung saya mulai mencium bau khas dari dalam gua. Bau yang ditimbulkan oleh kotoran kelelawar (Jawa = Lowo).
Saya semakin penasaran saja dan ingin melihat lebih jauh lagi seisi gua itu. Sementara Pak Nizar mengikuti persis di belakang saya.
“Hati-hati jalannya dik, jangan sampai terperosok” nasehatnya pada saya saat masuk ke dalam ruang gua.