Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghilangkan Budaya "Doyan Ngutang" agar KPM Terbebas dari Jerat Kemiskinan

24 Februari 2019   15:06 Diperbarui: 24 Februari 2019   15:43 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah keluarga miskin (ilustrasi dok.pri)

Masalah kemiskinan selalu menjadi prioritas utama yang harus ditangani oleh setiap pemerintahan (rezim) yang berkuasa. Pertanyaan yang muncul sekarang, apakah saat ini kita (Indonesia) sudah terbebas dari kemiskinan? Jawabannya sudah pasti belum. Negara yang sudah maju dalam segala hal seperti Amerika dan Jepang saja kalau kita amati secara lebih seksama di sana juga masih kita temukan orang-orang miskin meski jumlahnya lebih sedikit dari negara kita atau negara-negara yang belum maju lainnya. 

Angka kemiskinan di Indonesia 

Paska kemerdekaan, Indonesia sempat mengalami kemiskinan yang cukup parah yakni mencapai 23,43 persen atau 47,97 juta penduduk miskin (1).

Berangsur-angsur angka kemiskinan menurun karena gencarnya program pembangunan (ekonomi) yang dijalankan pemerintah yang berkuasa. Seperti dikutip dari hasil siaran pers bps.go.id bahwa penduduk miskin per bulan Maret 2018 mencapai 9,82 persen atau 25,95 juta orang. Untuk diketahui bahwa yang maksud penduduk miskin di sini adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan (2).

Jumlah itu berkurang sebanyak 633,2 ribu orang pada bulan September 2017 yang jumlahnya 10,12 persen atau sebanyak 26,58 juta orang.

Angka kemiskinan per September 2018 kembali mengalami penurunan sebesar 0,16 persen (280 ribu orang) menjadi 9,66 persen (25,67 juta orang) dari posisi bulan Maret 2018 sebesar 9,82 persen (25,95 juta orang) (3).

Kita patut bersyukur berkat kerja keras semua lapisan sehingga angka kemiskinan berangsur-angsur mengalami penurunan. Kita juga harus tetap optimis dalam menjalankan program-program pembangunan meski jumlah orang miskin di Indonesia masih mencapai jutaan orang.  

Angka kemiskinan berangsur-angsur turun antara lain karena laju inflasi yang terkendali, meningkatnya harga beras hasil panen para petani, program bantuan sosial (bansos) tunai mengalami pertumbuhan 87,6 persen pada kuartal pertama 2018. Jauh lebih tinggi bila dibandingkan besarnya bansos tunai pada kuartal pertama 2017.

Tak hanya itu, menurunnya angka kemiskinan juga karena program pemberian beras sejahtera (rastra) dan bantuan pangan non tunai kuartal pertama berjalan dengan lancar dan sesuai jadual yang ditetapkan (4).

Yang berhak menerima bansos 

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak tahun 2007. Upaya yang dilakukan antara lain dalam bentuk pemberian bantuan sosial (bansos) bersyarat. Mereka (keluarga miskin) yang menerima bansos disebut Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Seorang lansia (ilustrasi dok.pri)
Seorang lansia (ilustrasi dok.pri)
Lalu siapa saja yang berhak mendapatkan bansos tunai bersyarat pada PKH dan seberapa besar nilai bantuannya? 

Seperti dikutip dari laman kemsos.go.id bahwa mereka yang menjadi sasaran PKH adalah keluarga miskin dan rentan, yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun. 

Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMP/MTs atau sederjat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen kesejahteraan sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.

Kalau pada tahun sebelumnya bantuan disalurkan setiap tiga bulan (triwulan / kuartal) sekali. Jadi dalam setahun terbagi menjadi empat tahap. Maka pada tahun 2019 ini bantuan disalurkan setiap bulan (5).

Tahun 2018 bansos hanya sebesar 1,89 juta rupiah per KPM per tahun maka pada tahun 2019 bantuan akan dinaikkan menjadi 2 juta rupiah per KPM per tahun. Bahkan kenaikan bisa maksimal sampai dengan 3,5 juta rupiah per KPM per tahun (6).

Pada tahun 2014 jumlah KPM ada 3,5 juta. Sementara pada tahun 2018 jumlahnya meningkat menjadi 10 juta KPM. Bila program bansos berjalan lancar sesuai rencana maka pada tahun 2020 jumlah KPM akan ditingkatkan menjadi 15,6 juta keluarga.

Jumlah anggaran yang disalurkan pada tahun 2019 mencapai 34 triliun rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2018 yang besarnya 19 triliun rupiah (7).

Cermat menggunakan dana bansos dan peran petugas pendamping 

Harus diakui kalau sebagian masyarakat Indonesia termasuk keluarga miskin yang dikatakan sebagai KPM memiliki mentalitas (budaya) yang dalam istilah Jawa dinamakan njagakno (melulu mengharapkan, red) datangnya bansos setiap bulannya.

"Halah..bulan depan nanti kan terima uang (bansos, red) lagi" begitu kira-kira yang terlontar dari sebagian KPM. Mentalitas njagakno bukan tidak mungkin akan memperlambat jalannya program pengentasan kemiskinan yang digulirkan pemerintah.

Para KPM yang mungkin bermental njagakno cenderung lebih suka berpangku tangan (pasif) dengan suntikan dana yang ada. Setiap bulan para KPM akan menerima guyuran bansos pastinya sedikit banyak akan mengurangi himpitan-himpitan hidup mereka. Hatinya menjadi ayem (tentram, red) karena dengan kucuran dana bansos tadi menjadikan daya beli mereka meningkat. Berbagai barang kebutuhan yang tadinya tidak terbeli maka dengan adanya kucuran dana bansos akhirnya terbeli juga.

Sayangnya budaya ngutang disik (hutang dulu, red) untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang menggejala di antara para KPM itu tak bisa dihindarkan. Kalau datang ke warung atau toko kelontong sebagian peserta KPM itu berkata "ngutang disik yo, suk nek gajian wulan ngarep tak bayar (hutang dulu ya, nanti kalau gajian / terima bansos bulan depan saya bayar, red).

Kebiasaan hutang dulu bayar kemudian sudah menjadi budaya (tradisi) sebagian masyarakat kita, baik yang masuk kelompok miskin (pra sejahtera) maupun yang sudah sejahtera. Masih mending bagi mereka yang memiliki penghasilan tetap dan memadai (sejahtera) meski terbiasa hutang dulu bayar kemudian setidaknya sisa uang yang ada bisa ditabung (saving) untuk pemenuhan kebutuhan berikutnya. 

Namun bagi peserta KPM yang nota bene masuk kategori keluarga miskin (pra sejahtera) atau yang berpenghasilan minim (pas-pasan) maka tradisi hutang dulu bayar kemudian justru akan merugikan mereka sendiri. Kucuran dana bansos yang masuk setiap bulannya ibarat air mengalir yang lewat doang. Nggak ada kesempatan mengendap sedikitpun untuk dikelola menjadi sumber dana yang lebih bermanfaat daripada sekedar untuk menutup hutang kebutuhan hidup sehari-hari.  

Di sini sangat diperlukan kehadiran petugas pendamping bagi para KPM agar tercapai PKH seperti yang dicanangkan pemerintah. Petugas pendamping dengan berbagai latar belakang pendidikan yang dimilikinya sengaja direkrut agar bisa mendampingi dan membina para KPM untuk bisa keluar dari posisi pra sejahtera menjadi keluarga yang lebih mandiri dan sejahtera.

Petugas pendamping akan membantu para KPM bagaimana mengelola dana bansos dengan cara memilah-milah kebutuhan sehari-hari berdasarkan prioritasnya. Kebutuhan pokok (primer) harus lebih diutamakan ketimbang kebutuhan sampingan yang bisa ditangguhkan. 

Para petugas pendamping diharapkan akan mampu mengubah budaya (mentalitas) para KPM yang doyan ngutang itu. Antara lain dengan mengajari membuat pembukuan sederhana. Membuat daftar berapa besarnya income (pemasukan) selain dana bansos yang diterima secara rutin, selain itu juga berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibeli. 

Jangan sampai ibarat pepatah "besar pasak daripada tiang" yang artinya lebih besar pengeluaran ketimbang penghasilan (pemasukan).   

Tak hanya mendampingi para KPM dalam mengelola keuangan keluarga, petugas pendamping juga wajib memantau dan memastikan kalau dana bansos tadi benar-benar diterima oleh KPM yang memang berhak menerimanya. Singkat kata, dengan peran pedamping maka dana yang digelontorkan harus tepat sasaran.

Peran petugas pendamping lainnya ialah melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para KPM. Dengan memiliki bekal keterampilan berwirausaha diharapkan para KPM tadi mampu selfhelp (menolong dirinya sendiri) untuk bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi yang selama ini menghimpit kehidupannya. 

Pelatihan kewirausahaan yang bisa diterapkan antara lain keterampilan membuat kerajinan dari limbah plastik, membuat kerajinan dari eceng gondok yang sudah dikeringkan dan keterampilan lainnya yang menggunakan prinsip ekonomi. Dengan modal terbatas tapi menghasilkan keuntungan yang cukup besar. 

Mengingat kontribusi petugas pendamping sangat diperlukan untuk melakukan pembinaan kepada para KPM menuju PKH sesuai target, maka tak tanggung-tanggung jumlah pendamping yang telah direkrut pemerintah jumlahnya hampir 40 ribu (39.700) orang yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun