Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pola Interaksi Orangtua Pembentuk Sifat Optimis pada Anak

23 Agustus 2019   12:14 Diperbarui: 6 Januari 2023   21:22 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Sifat optimis tidak lahir dengan sendirinya dalam diri seorang anak. Ia diwarisi dari cara komunikasi orangtua dan interaksi sehari-hari. Sedikit yang menyadari bahwa sifat optimis memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak, terlebih ketika anak sudah mulai beranjak dewasa. Fakta dari hasil penelitian dibidang psikologi menyatakan sifat optimis hanya bisa dibangun sejak kecil saat anak berumur 1 sampai 7 tahun dan hasilnya menjadi penentu kesuksesan anak saat dewasa.

Ada hal menarik saat saya menelusuri asal muasal sifat optimis pada anak dari sebuah buku "Learned Optimism, How to change your mind and your life" yang ditulis oleh Martin E.P. Seligman, Ph.D. 

Salah satu hal yang bisa saya katagorikan simpel dan punya efek besar terhadap lahirnya sifat optimis pada anak yaitu pola menjelaskan atau Explanatory Style. Anak umur 7 tahun kebawah umumnya memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan sangat tertarik untuk mencoba apapun yang ia lihat. Bagi mereka segala sesuatu memiliki misteri yang perlu dipecahkan dengan cara mereka sendiri, sementara bagi orang dewasa apa yang dilakukan anak kecil terkadang tidak masuk akal dan terkesan hanya menghabiskan waktu.

Lalu apa kaitannya dengan Explanatory Style? saat anak menemukan sesuatu ia kerap mencobanya untuk mencari tahu, umumnya karena otak dalam keadaan berkembang keingintahuan anak juga meningkat. Anak, seiring bertambahnya umur, akan mulai memakai panca indra secara bertahap. Mereka bisa mengambil apapun dan memasukkannya ke mulut saat saraf motorik mulai berfungsi. Orangtua tentu khawatir dan mudah sekali terpancing emosi saat anak melakukan hal-hal aneh termasuk saat memasukkan benda tajam kedalam mulut. Nah, pada saat mereka mulai mengekplorasi setiap benda, disinilah awal mulai hadirnya sifat PESIMIS.

Pola interaksi orangtua saat merespon kelakukan anak rupanya menjadi awal mula terbentuknya rasa optimis. Jika orangtua merespon dengan cara negatif dan mengeluarkan kata-kata negatif maka anak akan merekam perkataan orangtua dan mengaitkan dengan apa yang ia lakukan. Sebagai contoh, saat anak memegang katakanlah seekor kucing, kemudian ibu merespon dengan, "awas, jangan pegang kucing, bahaya! nanti batuk" secara tidak sadar si ibu telah mengirim pesan ke otak anak bahwa kucing itu bahaya dan tidak boleh dipegang. Saat anak mendengar tentu ia tidak memahami ucapan ibunya, namun ia merekamnya dan akan membentuk sebuah pemahaman yang nantinya akan diproses oleh otak.

Dunia anak adalah dunia misteri. Segala sesuatu membutuhkan penjelasan dan setiap penjelasan akan membentuk pertanyaan baru. Cara orangtua merespon terhadap keingintahuan anak memiliki efek jangka panjang dalam diri seorang anak. Uniknya ibu memiliki peran utama dalam membentuk sifat optimis pada anak. Sejak dalam masa kandungan interaksi ibu dan janin sebenarnya sudah bisa dimulai. Bahkan, saat mengandung seorang ibu dianjurkan untuk menjaga perkataan karena akan berefek pada bayi saat lahir. Interaksi ibu dan anak memakan waktu paling banyak jika dibandingkan dengan ayah. Hal ini menjadi tolak ukur bagaimana seorang anak akan melahirkan sifat optimis dari buah ucapan atau pola interaksi ibu kepada anak.

Ibu yang memiliki sifat optimis tentu menghasilkan ucapan yang optimis saat berinteraksi dengan anak. Saat anak bertanya, pola penjelasan yang diberikan ibu memiliki pengaruh besar dalam membentuk sifat optimis pada anak. Jika seorang ibu tidak sabar dan mudah tersulut emosi saat anak bersikap nakal maka perkataan yang keluar condong negatif.

Saat anak mendengar ucapan ibu seperti, "sudah ibu bilang jangan pegang itu, kenapa nakal sekali" atau "kok bandel amat sih, uda berulang kali dinasehatin". Secara tidak sadar si ibu sedan mewariskan sifat pesimis pada anak. saat dewasa, Anak yang sering mendengar ucapan seperti ini juga akan menghasilkan ucapan yang sama. Lebih fatalnya, jika ia menjadi istri juga kelak akan menjadi ibu dengan pola mendidik yang sama.

"The way your mother talked about the world to you when you were a child had a marked influenced on your explanatory style" 

Satu hal yang menakjubkan, sifat pesimis seorang anak umumnya sama dengan ibunya. Ini hasil penelitian yang dilakukan dengan melihat bagimana pengaruh pola interaksi ibu dan anak. Sifat optimis diwarisi dari pola interaksi dan kedekatan anak dengan ibu menjadi faktor utama penentu keoptimisan dalam diri seorang anak. Karena bonding ibu dan anak sudah terbentuk sejak dalam kandungan, kedekatan ibu lebih terasa secara emosional jika dibandingkan ayah. Anak akan lebih mudah bertanya kepada ibu dibandingkan ayah. Hal ini terbentuk secara alami saat anak menyusui kepada ibunya. 

Dalam islam ibu diibaratkan sekolah pertama. Kenapa? karena kecerdasan emosional datangnya dari ibu. Ibu punya andil besar dalam membentuk anak yang sukses. Kesuksesan tidak berbentuk angka ataupun peringkat. Kesuksesan hakiki ada dalam diri seorang anak yang memiliki sifat optimis. Dengan modal sifat optimis seorang anak bisa sukses dalam hal apapun. Semua dimulai dari Ibu. Ingat! Jangalah ucapanmu wahai ibu, ucapanmu adalah do'a bagi anakmu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun