Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masinton Pasaribu Tuduh ICW Terima Dana Luar Negeri Puluhan Miliar

29 Agustus 2017   09:17 Diperbarui: 29 Agustus 2017   21:27 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semenjak terbentuknya Pansus Hak Angket DPR RI tentang KPK semakin menarik untuk mencermati langkah langkah maupun manuver yang dilakukan oleh pansus ini. Sekurang kurangnya ada beberapa hal yang telah ditunjukkan pansus ini kepada publik. 

Pansus berkunjung ke Lapas Sukamiskin ketemu beberapa Napi Korupsi yang pernah ditangani oleh KPK antara lain Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi,Akil Mochtar.Dalam pertemuan dengan pansus, Akil Mochtar memberi pernyataan tentang proses di KPK antara lain,1).penyidik KPK melakukan Intimidasi dan tekanan ,2).bertentangan dengan hak asasi manusia dan 3),menggunakan hal hal yang bersipat privat keluarga.

Kemudian pansus pada 10 Juli 2017 mengundang pakar hukum tata negara,Yusril Ihza Mahendra yang kemudian pakar hukum tata negara tersebut menyatakan bahwa pembentukan dan keberadaan pansus KPK adalah legal dan konstitusional.Kemudian Yusril juga mengatakan KPK dapat dijadikan objek hak angket.

Selanjutnya Pansus KPK pada 25 Juli 2017 telah mengundang Muchtar Effendy ,terpidana kasus suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.Ada dua pernyataan menarik dari Muchtar Effendy,1).penyidik KPK,Novel Baaswedan pernah mengancam akan membunuhnya jika keluar dari penjara,2).disebutnya bahwa Novel Baswedan,penyidik KPK mendapatkan keuntungan pribadi dari kasus pengusutan dugaan korupsi yaitu rumah kontrakan atau kamar indekos 50 pintu di Bandung.Menurut Muchtar Effendy ,rumah kontrakan tersebut ditukar gulingkan dengan perkara ( calon) tersangka.

Selanjutnya Pansus pada 11 Agustus 2017 telah membawa Niko Panji Tirtayasa ,saksi kasus korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ,Akil Mochtar ke safe house KPK di Depok Jawa Barat dan Kelapa Gading Jakarta Utara. Niko memberi penjelasan bahwa safe house tersebut digunakan KPK untuk mengkondisikan kesaksian palsu selama dirinya menjadi saksi dalam kasus suap sengketa pilkada dengan tersangka Akil Mochtar.
Niko juga mengemukakan ia pernah diberi uang Rp.500 juta oleh KPK selama menjadi saksi dan ditempatkan di Safe House KPK.Niko juga menyatakan ia ditugasi untuk mencari teman di perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi saksi palsu.

Selain menyasar tindakan KPK dalam memproses sebuah perkara Pansus juga mengkritik  Indonesian Corruption Watch (ICW). Masinton Pasaribu ,Wakil Ketua Pansus KPK sebagaimana dikutip dari CNN (28/8/2017) menyatakan " Data yang kami terima ,total penerimaan dana hibah ICW dari luar negeri sejak 2005-2014 sedikitnya sejumlah Rp.68 miliar rupiah".

Selanjutnya Masinton berharap ICW dapat lebih baik dalam memperjuangkan agenda pemberantasan korupsi yang berpihak kepada kepentingan negara." Mari ICW move on ,saatnya bekerja untuk memperjuangkan agenda pemberantasan korupsi yang berpihak pada  kepentingan Negara Republik Indonesia .Jangan terus menerus menjadi mata ,telinga dan otot kepentingan asing yang beroperasi di Indonesia" tutur Masinton. Masinton juga mengatakan ICW sejak awal selalu tendensius dengan DPR RI dengan terbentuknya Pansus Angket DPR RI untuk KPK.

Masih menurut Masinton bahwa ICW pernah berupaya mengerdilkan pansus angket  DPR melalui aksi demonstrasi,opini di media massa dan media sosial bahkan melayangkan gugatan keabsahan hak konstitusional DPR ke Mahkamah Konstitusi.Bahkan Wakil Ketua Pansus KPK tersebut mengatakan " Penolakan (ICW) melalui penggalangan media sosial dengan operasi buzzer yang memperbanyak akun-akun anonim juga gagal menggalang dukungan penolakan Hak Angket lewat Twitter dan Facebook".

Dari keterangan Masinton ini dapat dicermati beberapa hal.1).ICW menerima dana asing sedikitnya Ro.68 Miliar,2).ICW selama ini dalam memperjuangkan agenda pemberantasan korupsi berpihak kepada kepentingan asing ,3).penolakan ICW terhadap Pansus KPK juga dilakukan melalui penggalangan media sosiak termasuk dengan membuat akun akun anonim dan 4).semua upaya ICW tersebut gagal.

Tudingan bahwa ICW menerima dana asing telah dibantah oleh Kordinator ICW Adnan Topan Husodo. Adnan menukil kembali tanggapan ICW atas tudingan serupa yang dilontarkan pakar hukum pidana ,Romli Atmasasmita yang pernah mengemukakan di depan Pansus KPK yang membeberkan dana luar negeri yang masuk ke ICW. Kala itu Adnan menilai tudingan Romli,sebenarnya basi dan tidak jauh berbeda dengan tudingan beberapa orang yang tidak merasa senang diawasi LSM seperti ICW.

Tetapi bagi publik barangkali persoalannya tidak hanya sebatas bantah membantah antara pihak yang menyatakan ICW menerima dana dari luar negeri dengan ICW yang mengingkari adanya pemberian dana tersebut.

Oleh karena Masinton Pasaribu sudah mengungkapkannya ke publik maka sangat baik juga apabila DPR mengundang ICW ke DPR apakah melalui Rapat Dengar Pendapat atau sejenisnya sehingga publik diberi informasi yang cukup tentang hal ini. Selanjutnya ada yang menarik pada perkembangan belakangan ini ketika Pansus KPK terbentuk.

Memang muncul berbagai reaksi yang sebahagian menyebut pembentukan pansus tidak sesuai ketentuan,pembentukan pansus untuk mengurangi kewenangan KPK dan juga untuk mengerdilkan lembaga anti rasuah tersebut.

Tetapi nyatanya semua reaksi itu tidak dapat menghentikan langkah pansus. Dimasa lalu apabila ada upaya untuk melemahkan KPK ,kita melihat munculnya reaksi yang kuat dari masyarakat sipil pembela KPK. Penggalangan opini melalui medsos untuk melawan semua upaya melemahkan KPK tersebut mendapat sambutan yang luar biasa.

Kita masih ingat tagar " Save KPK" yang banyak diikuti oleh para pengguna medsos.Begitu juga kehadiran tokoh tokoh masyarakat dan penggiat anti korupsi di gedung KPK terasa sangat massif. Lalu kenapa saat sekarang ini hal hal yang demikian sangat kurang intensitasnya dibandingkan masa lalu.
Penulis juga belum bisa menjawab hal ini.

Karenanya agar tidak muncul salah duga tentang penerimaan dana asing oleh ICW ,selayaknya jugalah LSM tersebut dapat menempuh langkah hukum misalnya dengan mengadukan ke aparat berwenang bahwa seseorang telah melakukan pencemaran nama baik atau fitnah terhadap mereka. Disisi lain seperti dikemukakan sebelumnya DPR juga dapat menggunakan kewenangannya untuk membuktikan benar tidaknya tuduhan Masinton Pasaribu tersebut.Dengan langkah langkah yang demikian,publik juga akan memperoleh informasi yang utuh tentang hal dimaksud.

Salam Demokrasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun