Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Di Rumah Tua Itu Ada Perempuan Menangis

11 September 2018   10:29 Diperbarui: 1 Oktober 2018   10:55 3331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah itu sudah ditinggal pemiliknya l a m a sekali. Sekitar 15 atau mungkin 20 tahun yang lalu. Nenek Kakek penghuni rumah itu telah pergi meninggalkan rumah itu untuk selama-lamanya. 

Si kakek meninggal terlebih dahulu karena sakit asma. Sementara si nenek menyusul dua tahun kemudian karena sakit jantung. Tinggalah rumah itu sendiri, tidak ada yang mengurus.

Dinding rumah itu sudah banyak yang mengelupas  semennya seperti luka bakar di kulit. Atapnya sudah banyak yang jebol seperti kepala korengan yang rambutnya dipotong sebagian. Lantainya berdebu dan membumbung seperti bisul yang bernanah menggunung. 

Ruangan dan kamar-kamar terasa lembab seperti ruangan di gua yang di atasnya menetes air. Sawang memenuhi ruang dan kamar-kamar saling mengait dari satu ujung ke ujung lainnya. Daun jendelanya sudah ada yang terlepas. Sebagian ada yang tergantung mengayun ayun ketika terkena angin dan berbunyi krit-krit.

Jendela lantai atas sudah terlepas semua. Mungkin jatuh terkena angin di kala hujan angin. Burung-burung gereja dengan gembira masuk dan membuat sarang disana. Kelelawar juga tak mau ketinggalan. 

Mereka memanfaatkan rumah tua itu untuk tempat tinggalnya. Bau apek pun tidak bisa dihindari. Ia seringkali tercium orang yang berjalan sekitar rumah ketika angin melintas.   

Ketika malam menjelang, orang-orang kampung Belut itu sudah mafhum. Mereka tidak berani melintas di depan rumah tua tersebut. Apalagi kalau malam jum'at. Sering tercium bau yang aneh dan terdengar suara perempuan menangis. Terkadang ada suara anak-anak yang bermain lari-larian di lantai atas seperti sedang bermain petak umpet. 

***

Malam jum'at ini saya kebetulan kebagian jadwal ronda. Ini bedanya kampung saya ini. Masih ada giliran ronda. Kalau di kampung lain, apalagi di kota, tugas ronda sudah dialihkan ke Hansip atau Linmas (Perlindungan Masyarakat). Warga tinggal bayar sejumlah uang setiap bulan untuk membayar Linmas atau Hansip.    

"Kita perlu mempertahankan keterlibatan masyarakat dalam ronda" kata Pak RT Sardi ketika berkunjung ke rumah saya untuk mengantarkan surat undangan rapat persiapan pembangunan jalan.

"Apa kita serahkan saja ke bagian Linmas Pak RT tugas ronda itu?" usul saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun