Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Permafrost Pandora

24 Agustus 2019   07:14 Diperbarui: 24 Agustus 2019   07:23 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : siberiantimes

     "Ayo kita meluncur kesana!" teriak seorang remaja usia 20 tahunan.

     "Hei... Tunggu..." balas temannya.

     Belum sempat ia menarik jaket wol Dmitriy Kuznets, remaja itu sudah melesat jauh meluncur ke depan dengan sepasang sepatu ski dan tongkat ski di tangannya. Gerakannya sangat lincah. Meliuk-liuk diatas hamparan salju di Ski Resort Baikalsk, menciptakan goresan serupa ular yang panjang.

     Tiba-tiba remaja itu berhenti. Goresan diatas salju itu kini terputus. Sebuah topi wol tergeletak diatas salju. "Dmitriy..." teriak salah seorang temannya dari atas bukit salju yang rendah. Angin dingin bertiup cukup kencang.

     Diatas lubang yang menganga telah berdiri seorang remaja lelaki. Ia bingung harus melakukan apa. Ia hanya bisa menunggu temannya muncul kembali ke permukaan air yang berwarna kebiruan. Permukaan air yang cukup tenang.

     Dengan wajah pucat pasi dan mulut bergerak-gerak mengucap do'a, akhirnya muncullah gelembung udara memecah permukaan air  yang tenang itu.

     Tiba-tiba sebuah tangan keluar dari dalam lubang. Segera ia menarik tangan itu. Dmitriy akhirnya bisa selamat. Ia berhasil  keluar dari dalam retakan lubang meski dengan wajah yang pucat akibat air yang sangat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

     "Dmitriy....!"

     Sore itu salju turun tidak begitu lebat. Namun udaranya sangat dingin hingga ke tulang. Beberapa petugas memapah tubuh Dmitriy yang kelelahan. Mereka datang setelah melihat lambaian tangan Yakov Sakharov. Saat kejadian, mereka sedang berkeliling area Ski Resort. Ketika mereka melihat lambaian tangan salah seorang pengunjung, mereka segera mendekat dan memberikan pertolongan.

     Menjelang malam, suasana Ski Resort Baikalsk telah sepi. Termasuk taman bermain es. Sunyi.

     Tiba-tiba terdengar suara air menggelegak. Suaranya pelan disertai dengan asap tipis menyerupai kabut. Suara itu berasal dari sebuah lubang retakan es. Dalam beberapa detik, air telah meluber menggenang di sekitar retakan. Asap tipis mengepul ke udara. Seperti hembusan napas manusia di musim dingin. Sesuatu telah terbebas dari dalam air.

***

     Beberapa orang nampak berkerumun memeriksa retakan di area bermain ski. Nampaknya petugas patroli Ski Resort Baikalsk telah meneruskan temuannya di lapangan kepada unit terkait. Sehingga pagi itu bagian Divisi Pemeliharaan Ski Resort Baikalsk melakukan pengecekan di tempat kejadian. 

Dr.Mikhail Lomonosov mengarahkan anak buahnya untuk mengambil beberapa sisa retakan es, ia juga melakukan pengukuran kedalaman air dibawah retakan es tersebut. 

Setelah hampir satu jam ia telah mendapatkan data-data yang ia butuhkan. Lalu ahli geologi itu meninggalkan tempat kejadian setelah ia memerintahkan anak buahnya untuk menyegel tempat tersebut.

"Segera segel tempat ini."

"Baik Pak!"

     Atas permintaan Dr.Mikhail Lomonosov, manager Ski Resort Baikalsk mengadakan pertemuan setelah jam makan siang. Beberapa orang terkait berkumpul untuk menjelaskan penemuan Dr.Mikhail Lomonosov.

     "Kita terpaksa harus menutup Taman Bermain Ski itu." ucapnya membuka pertemuan siang itu.

"Tapi mengapa? Apa alasanmu menutup sumber pemasukan kita yang terbesar itu?"

"Tempat itu sudah tidak layak lagi. Retakan es yang aku lihat kemarin sangat

mengkhawatirkan. Lapisannya begitu tipis. Aku khawatir retakan itu akan melebar hingga ke tengah-tengah arena bermain. Dan itu artinya adalah sebuah ancaman bagi para pengunjung."

"Apa kau tidak bisa menutupnya untuk sementara?"

"Mudah sekali. Aku bisa melakukannya dalam beberapa jam. Tapi efek pemanasan global

yang terjadi beberapa tahun terakhir telah membuat beberapa es di kawasan Siberia mulai mencair. Termasuk wilayah kita."

"Tutup saja lubang itu dengan batuan dan es." timpal pegawai yang lainnya.

"Masalah tidak akan selesai. Kau tahu, dibawah lapisan es itu terhampar danau sedalam

hampir sembilan meter. Aku kemarin telah melakukan pengukuran disana."

"Apa katamu? Sembilan meter? Dalam sekali. Bagaimana remaja itu bisa muncul kembali ke

permukaan air dengan selamat?"

"Faktor keberuntungan, Dewi Fortuna bersamanya. Mungkin." balas Dr.Mikhail Lomonosov

yang diiringi tawa para pegawai yang hadir di ruangan itu.

"Sudah cukup. Hentikan. Jadi apa poin masalah kita kali ini?" Nikolay Sorokin memutus

kericuhan di ruangan itu. Para pegawai seketika berhenti saat mendengar manajer mereka berbicara dalam suara yang cukup tinggi.

"Tutup dan kita cari investor untuk bekerjasama dengan kita membuka area bermain ski yang

baru." jawab Dr.Mikhail Lomonosov tegas.

Ruangan menjadi hening. Orang-orang saling beradu pandang.

"Baiklah, kita sepakat untuk menutupnya. Akan aku usahakan agar pemerintah Rusia tidak

mencabut izin operasional tempat itu. Kalau itu sampai terjadi, tamatlah kita." jawab sang manajer dengan muka datar. Pertemuan akhirnya bubar.

***

     Sehari setelah kejadian itu, ibu Dmitriy Kuznets makin khawatir ketika ia menyentuh dahi putranya. Rasa panas yang tidak biasa disertai efek tubuh yang menggigil kedinginan.  Sehingga mereka memutuskan untuk membawa putranya ke rumah sakit. Saat tiba di Rumah Sakit Krasnoyarsk, Dmitriy Kuznets makin menggigil. 

Berkali-kali ia menggigit bibirnya demi menahan rasa dingin tubuhnya. Karena tak tahan, ibunya berteriak-teriak minta tolong kepada petugas medis rumah sakit begitu turun dari mobilnya. Beberapa petugas media yang sedang berjaga melihatnya. 

Mereka segera mengeluarkan tandu dan beberapa peralatan medis yang dibutuhkan. Tubuh Dmitriy Kuznets dibawa menuju kedalam rumah sakit dengan bantuan ranjang beroda. Nampak sebuah alat pernapasan dipasang di wajah remaja itu. 

Sehingga membantunya sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Ibu Dmitriy masih nampak cemas mengiringi putranya memasuki ruangan Emergency Room.

"Mohon tunggu disini, kami segera melakukan pemeriksaan terhadap putra ibu."

"Tapi dokter, aku harus bersamanya, ia membutuhkanku." jawab wanita paruh baya itu.

"Ibu, mohon pengertiannya. Kami harus bekerja seprofesional mungkin." jawab pria muda

yang memiliki tag nama Dr.Romanovski Zworykin di dadanya.

     Penangangan Dmitriy Kuznets sepertinya membutuhkan perhatian ekstra. Beberapa dokter anestesi dan paru dikerahkan. Lampu diatas pintu masuk ruangan itu masih menyala merah. Dua jam telah berlalu. Dr.Romanovski Zworykin terpaksa meminta bantuan dokter ahli bedah.

"Kita harus membuka tempurung kepala remaja ini."

"Tapi dokter, apakah itu tidak beresiko?" tanya si asisten.

"Tidak ada jalan lain. Pendarahannya harus kita hentikan."

"Panggil dokter bedah yang sedang bertugas. Cepat." perintah Dr.Romanovski.

"Baik dokter."

     Lampu akhirnya menyala hijau. Tepat pukul 3 dini hari. Orangtua remaja itu berdiri di depan pintu ruang Emergency Room. Mereka menunggu kepastian nasib putranya. Tak lama kemudian muncullah Dr.Romanovski.

"Maafkan kami, putra anda tidak bisa kami selamatkan."

"Dmitriy.....!" teriak wanita itu histeris di pelukan suaminya. Airmata membasahi pipinya.

***

Sepuluh tahun kemudian...

     Lalu lintas pagi itu seperti hari-hari biasanya. Ramai penuh sesak. Semenjak berita di TV lokal Rusia yang menyiarkan efek pemanasan global. Terlihat beberapa pejalan kaki memakai kemeja dan kaos biasa. Tidak ada mantel atau topi bulu seperti beberapa tahun sebelumnya. 

Hari ini tepat tanggal 17 Nopember 2019, tanggal dimana Organisasi Green Peace Rusia merayakan Hari Bumi. Sophia Markov dan relawan lainnya turun memenuhi jalanan Kota Novosibirsk. Mereka membawa spanduk dan meneriakkan yel-yel mengurangi pemanasan global. 

Yel-yel berisi peringatan ancaman mencairnya es di Antartika. Yang berarti akan menaikkan permukaan air laut dan mengancam eksistensi manusia di planet bumi. Sophia Markov nampak bersemangat.

     Tidak jauh dari jalan utama itu, dua remaja sedang bermain ski dengan riangnya. Dua anak perempuan berumur sekitar 10 tahun itu dengan riangnya sedang meluncur diatas hamparan es. Hanya memakai mantel bulu tebal tanpa topi hangat. Karena siang  itu tidaklah terlalu dingin.

"Apa kau suka tempat ini?"

"Iya, aku suka sekali. Tempat bermain ski ini sangat luas dan lapang. Banyak yang datang

kemari tiap akhir pekan. Makanya aku mengajakmu kemari."

"Kau memang jenius. Tapi ngomong-ngomong bagaimana kamu bisa mengetahui tempat

sebagus ini di Novosibirsk?"

"Dulu waktu masih muda, ibuku sering bermain kemari. Dulu tempat ini dikenal dengan

sebutan Ski Resort Baikalsk. Sangat ramai. Namun entah mengapa sekarang nama itu seolah menghilang. Orang lebih mengenalnya sebagai Taman Novosibirsk.

     Percakapan kedua remaja itu terhenti ketika tiba-tiba salah seorang dari mereka terjatuh. Tidak ada luka. Hanya insiden kecil yang membuat lolipop milik salah seorang remaja itu terjatuh. Ia kemudian memungut kembali lolipop bulat berwarna pelangi. Meniupnya dari es yang menempel. Lalu mengulumnya dan melanjutkan permainan mereka kembali.

***

Tiga hari berlalu...

"Halo? Maaf tante, apakah Valerya ada dirumah?"

"Maaf, ini siapa?" tanya wanita itu.

"Saya temannya Valerya, saya ingin mengembalikan tongkat ski miliknya."

"Ambil saja tongkat ski itu. Kini ia milikmu."

"Tapi tante? Saya khawatir Valerya akan mencarinya. Dia sangat menyukai tongkat ski ini."

"Valerya tidak akan pernah menggunakannya lagi. Ia sudah tiada." balas wanita itu dengan

suara terisak menahan kesedihan.

     Pemakaman Valerya dihadiri oleh teman dan kerabatnya. Sebelum dimakamkan, mereka saling memberikan penghormatan terakhir untuknya. Ekspresi para pelayat nampak aneh. Bukan ekspresi kesedihan. Melainkan ekspresi jijik. Mereka berusaha menyembunyikan kejijikan mereka dengan menggunakan sapu tangan.

     Beberapa dari mereka mengalihkan pandangan sambil menahan mual. Ibu Valerya hanya bisa pasrah menerima kematian anaknya yang janggal. Bola mata Valerya berwarna merah darah. Menutupi lensa matanya yang keabu-abuan. 

Para pelayat seperti melihat manusia bermata merah. Dua anak lelaki nampak iseng mengambil gambar wajah terakhir temannya itu tanpa sepengetahuan ibu Valerya. Mereka berpose didepan jenazah Valerya yang terbaring didalam sebuah peti kayu berwarna coklat.

     "R.I.P Valerya Gamov." gumam anak lelaki itu. "Send..."

     Dalam beberapa jam, foto yang diunggah oleh anak itu menjadi viral di berbagai sosial media. Berbagai komentar memenuhi kolom komentar dibawah foto unggahannya. Mulai dari komentar berbelasungkawa hingga komentar menghujat.

     Kau gadis yang baik hati. Tenanglah bersama Bapa di surga @blue_eyes

     Kami mencintaimu Val @pink_gal

     Hatimu busuk, kau pantas mati. Nerakapun takkan sudi menerimamu @anonim

     Sehari setelah foto itu viral, surat kabar Rusia "Inveztia" memuatnya. Dalam artikel di surat kabar itu dijelaskan bahwa penyebab kematian Valerya adalah akibat gangguan pembekuan darah. Pihak keluarga menjelaskan, malam hari setelah kepulangan Valerya dari Taman Novosibirsk, tubuh Valerya mengalami panas yang hebat. 

Bahkan sempat kejang-kejang. Karena menganggapnya sebagai demam biasa, ibu Valerya hanya mengompres putrinya menggunakan air es. Dan setelah beberapa kali diberi kompres, panas di tubuh Valerya mulai menurun. Tapi sayang, keesokan paginya Valerya telah ditemukan diatas tempat tidur dalam keadaan mengalami pendarahan hebat di hidung dan mulut. 

Bahkan lubang telinga kanan Valerya mengeluarkan darah. Saat itu detak jantung Valerya masih terdengar pelan. Ayah Valerya segera menelepon Dr. Alena Koltsov. Tapi sayang, Tuhan telah memanggilnya lebih dulu sebelum dokter itu datang.

***

     "Kasihan sekali gadis itu." gumam Alena Koltsov setelah ia meletakkan surat kabar "Inveztia" yang ia baca. Lalu ia menyeruput secangkir latte hangat dan bersiap pergi menuju Rumah Sakit Saint Petersburg. Tempat ia bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam.

     Dalam perjalan menuju kantornya, ia mengirim pesan singkat kepada ibu Valerya.

     Maafkan saya Nyonya, saya telah gagal menyelamatkan putri Nyonya.

     Tak berselang lama, ponselnya bergetar. Dilayarnya tertulis Tuhan lebih sayang putriku, aku merelakan kepergiannya. Alena hanya menatapnya. Tak terasa airmatanya jatuh perlahan. Dalam hatinya ia bertekad untuk menyelidiki kasus yang terbilang langka ini.

     Beberapa bulan setelah ia menangani kasus Valerya, ia mengajak rekannya Dr. Konstantin Sikorsky untuk mendatangi Taman Novosibirsk.

     Sore itu selepas bertugas, mereka mendatangi taman. Suasana masih sepi. Udara tidak terlalu dingin. Sehingga mereka dengan leluasa bisa melihat dan mengambil sampel di tempat kejadian. 

Sesuai dengan foto yang ia lihat di surat kabar "Inveztia" dan portal berita online Rusia, mereka akhirnya menemukan tempat dimana Valerya terjatuh. Tidak ada yang bisa dijadikan petunjuk disana selain hanya hamparan salju putih. Kedua dokter itu hampir putus asa.

"Lebih baik kita pulang saja Alena, kau terlihat cukup lelah hari ini." ucap Dr. Konstantin.

"Sebentar Konstantin, aku mau mengambil foto tempat ini. Pemandangannya terlalu cantik untuk dilewatkan." ucap Alena sambil mengambil gambar matahari terbenam dibalik pohon Ek di taman itu.

     Konstantin mengarahkan Range Rover merah miliknya menuju jalan keluar taman. Alena sibuk menggeser-geser beberapa foto hasil jepretan kameranya tadi. "Apa yang sebenarnya terjadi disana?" gumamnya sambil merapikan rambut panjangnya yang terurai. Tiba-tiba saja tangannya berhenti memainkan ponsel.

"Konstantin, cepat arahkan mobilmu menuju Taman Novosibirsk."

"Tapi Alena, hari sudah hampir malam."

"Tidak Konstantin, sekarang juga kita kembali ke taman itu. Ada sesuatu disana. Sesuatu

yang harus aku ambil."

***

Seminggu telah berlalu...

     Hasil uji lab akhirnya keluar. Dr. Konstantin Sikorsky yang juga rekan kerja Alena memberikan hasil analisanya kepada Alena.

"Jadi, ada apa disana Konstantin?" tanya Alena tidak sabar.

Suasana hening sejenak.

"Alena, sebenarnya aku sendiri masih kurang yakin dengan apa yang aku lihat." ucap lelaki 29 tahun itu.

"Maksudmu?"

"Begini Alena, didalam sampel salju yang kita bawa minggu lalu ternyata banyak mengandung bakteri. Entah apa jenisnya aku belum tahu. Sepertinya bakteri ini adalah spesies langka."

"Jadi?" tanya Alena penasaran menunggu jawaban temannya itu.

"Tempat itu sangat berbahaya Alena. Karena salju disana telah terkontaminasi oleh bakteri purba."

"Kalau begitu kita harus melaporkan temuan kita kepada pemerintah setempat."

"Kau tidak akan berhasil."

"Mengapa?"

"Taman Novosibirsk masih berada dalam kendali Nikolay Sorokin. Kau tahu kan bagaimana pengaruhnya di Siberia?"

"Aku tahu itu." ucap Alena lemah.

     Pupus sudah harapannya untuk menguak penyebab kematian Valerya. Ia sadar dengan siapa dirinya berhadapan. Seorang manajer rumah sakit dan pemilik ski resort terbesar di Siberia.

"Tapi aku bisa membantumu menemuinya. Salah seorang rekanku bekerja di Ski Resort itu." ucap Dr. Konstantin pelan. Alena tersenyum.

"Terimakasih Konstantin. Kau memang temanku." balas Alena. Mereka berdua saling berpelukan.

***

     Mendengar laporan Alena, Nikolay Sorokin meradang. Masih teringat jelas peristiwa sepuluh tahun lalu, akibat ditutupnya taman bermain es miliknya, ia harus menanggung kerugian milyaran. Saham Ski Resort miliknya turun drastis karena kasus kematian seorang remaja lelaki. 

Sehingga ia harus memutar otak dan menggunakan pengaruhnya untuk menyelesaikan masalah itu. Atas usul rekan kerjanya Dr.Mikhail Lomonosov, tempat itu berganti nama menjadi Taman

Novosibirsk.

     "Selesaikan masalah ini segera. Lenyapkan siapa saja yang menghalangi rencanamu." perintah Nikolay kepada Dr. Mikhail Lomonosov lewat percakapan ponselnya."Aku akan membayarmu tiga kali lipat dari gajimu. Ikuti gadis itu. Jangan sampai lengah. Awasi gerak-geriknya. Kalau perlu lenyapkan dia."

     Tekad Alena sudah bulat, setelah proposal proyeknya untuk meneliti Taman Novosibirsk ditolak oleh pihak Rumah Sakit Saint Petersburg, dan setelah pihak Ski Resort Baikalsk mengusirnya dengan paksa, ia berangkat menuju Taman Novosibirsk. Tanpa ditemani oleh siapapun.

     Sore itu selepas bertugas, Alena langsung berangkat menuju Taman Novosibirsk. Ia telah menyiapkan segalanya. Sebuah tas koper hitam berisi peralatan lab miliknya dan beberapa dokumen yang ia perlukan.

     Dengan langkah pelan, ia menuju tempat dimana Valerya Gamov tewas. "Tunggu aku sayang, aku akan mengungkapkan semua untukmu." gumam Alena dalam hati.

     Langkah Alena terhenti, seiring bunyi peluru melesat, sekawanan rusa berlarian menuju semak-semak. Tiba-tiba ia ambruk diatas hamparan salju yang memerah. Genangan darah ada dimana-mana. Sebuah peluru telah menembus dadanya.

Sehari sebelum kejadian...

"Maaf, bisakah saya berbicara dengan Dr. Alena Koltsov."

"Iya saya sendiri. Dengan siapa saya bicara?"

"Saya Dr.Mikhail Lomonosov. Saya ingin bertemu dengan anda besok sore. Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan anda terkait laporan anda tentang temuan anda di Taman Novosibirsk."

"Maaf, besok sore saya tidak bisa."

"Jadi kapan kita bisa bertemu?'

"Besok malam setelah saya menyelesaikan urusan saya di taman itu."

"Baik. Terimakasih."

Telepon ditutup.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun