Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

9 Tuntutan Papua Disepakati, Lalu Apakah Kita Kenal Papua?

11 September 2019   08:00 Diperbarui: 12 September 2019   04:18 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Papua dalam Transisi (Foto : Dokumentasi Pribadi)

Laporan IFAD ini menggarisbawahi persoalan kurang akuratnya data, termasuk data tentang jumlah dan lokasi dari masyarakat atau penduduk asli. Ini mepersulit pemahaman akan pesoalan kemiskinan di antara masyarakat asli.

Pada umumnya data statistik hanya menampilkan jumlah penduduk perdesaan atau kampung yang miskin secara kasar dari, kemiskinan di antara penduduk asli, karena sebagian besar penduduk asli tinggal di perdesaan atau kampung.

Pemerintah perlu memperdalam pemahamannya atas 9 kesepakatan yang dibuat antara Presiden Jokowi dengan para tokoh Papua, bserta konteksnya. Ini menjadi penting agar perbaikan atas kualitas hidup masyarakat Papua dapat terjadi setelah upaya upaya dilakukan.

Evaluasi Implementasi Otsus
Suatu evaluasi atas implementasi Otsus selama 17 tahun yang disusun oleh Laode M Rusliadi Suhi, Praktisi Hukum & Mahasiswa Magister Hukum Konstitusi Universitas Pancasila yang diterbitkan pada website Universitas Cendrawasih.

Evaluasi menunjukkan bahwa dana untuk pembiayaan Otsus Papua telah disalurkan sebesar Rp 76 triliun, sementara untuk Papua Barat sebesar Rp 30 triliun.

Namun demikian dicatat bahwa besarnya dana yang telah dialokasikan untuk pembangunan tidak sebanding dengan output kualitas pembangunan fisik dan sumber daya manusia serta kualitas pelayanan yang masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya.

Ini tampak pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua dan PapuaBarat sebesar 70.81 persen, yang artinya IPM paling rendah di bawah rata-rata IPM nasional (urutan ke 34 dan 33 dari 34 provinsi di Indonesia).

Persoalan tidak adanya regulasi yang bersifat komprehensif untuk mengatur tentang kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Papua menjadikan tumpang tindihnya implementasi dan koordinasi antar lembaga Otsus yang berdampak pada pembangunan.

Tidak tuntasnya penyusunan Perdasus/Perdasi mengakibatkan lemahnya pengawasan Otsus, khususnya terkait perencanaan, penganggaran dan pelaksanan dana otsus. Juga, Majelis Rakyat Papua (MRP) tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pengawasan dan pada tahap di mana lembaga tersebut saat ini telah membentuk Pansus untuk melakukan Revisi PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP.

Salah satu penyebabnya adalah kewenangan MRP sebagai representasi Lembaga Adat sangat terbatas. Ini menyebabkan penyalahgunaan dana Otsus sering terjadi. Sejujurnya saya agak heran bahwa sedikit atau hampir tak ada media menyebut peran MRP dalam memberikan suaranya kepada Presiden.

Usulan revisi undang undang diarahkan bukan hanya pada aspek administrarif pengelolaan APBD tetapi juga bagaimana kualitas hidup manusia Papua ditingkatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun