Si mungil berwarna perak dan berlogo apel tergigit itu tergeletak manis di dasar boks. Jemari lentik si penjaga counter menutup kotak, menyerahkannya pada Calvin. Tersenyum manis menerima pembayaran.
Benda yang dicarinya sudah ia temukan. Penuh percaya diri, Calvin meninggalkan mall. Turun kembali ke basement. Kesedihannya karena perampokan beberapa jam lalu menguap tak bersisa. Tergantikan bahagia. Bahagia sebab masih bisa memberi.
Luar biasa. Baru saja terkena musibah, niat memberi begitu besar. Kalau sudah niat, segalanya dimudahkan.
Menjelang petang, Calvin tiba di rumah. Mengejutkan semua anggota keluarga yang tengah berkumpul menantinya. Tergesa mereka bangkit dari kursi-kursi rotan di teras depan, berhamburan memeluknya. Yang sudah uzur tertinggal di belakang, tertatih dengan tongkat mereka. Calvin memeluk mereka satu per satu. Menciumi ibu, keponakan, dan saudara-saudara perempuannya. Tas'him mencium tangan para tetua dalam keluarga. Hadirnya menebar kebahagiaan. Kedatangannya menebar kasih dan kehangatan.
"Lihat, Calvin. Anak itu sudah menunggumu. Seharian dia tak mau makan kalau tanpamu." tunjuk sang ibu ke arah sesosok anak cantik berambut panjang dan duduk di atas kursi roda.
Keharuan menyergap. Rindu meresap. Calvin balik kanan, berlari mendekap putri angkatnya. Anak adopsinya tercinta. Ciuman di kening dan usapan di rambut adalah hadiah pertama. Paket mungil keperakan terbungkus kertas perak adalah hadiah kedua dan pelengkap.
"iPhone? Wow, thanks Daddy." ucap anak cantik itu dengan suara halusnya.
Berbunga hati Calvin. Bahagia lantaran sang putri menyukai pemberiannya. Paket mungil keperakan yang ia dapatkan di tengah musibah itu, menuai sepercik kehangatan.