Syarat itu memerangkapnya dalam dilema tak berujung. Bisa-bisanya Syarif memberikan syarat seperti itu. Tuan Calvin sempurna tak berdaya.
Sementara Syarif merasa di atas angin. Takdir telah berpihak padanya. Secepat itu situasi berbalik. Diakuinya, Allah tak pernah tidur. Allah selalu mendengarkan doa-doanya.
Nyonya Calisa tertunduk. Sedih dan sesal membebani pikiran. Dialah yang memulai. Andai saja ia tak segegabah itu. Sayangnya, waktu tidak dapat diputar kembali.
"Syarif..." Tuan Calvin berkata perlahan.
"Clara anakku."
"Secara hukum, dia anakmu. Tapi kenyataannya, dia anak kandungku." potong Syarif. Wajahnya beku tanpa ekspresi.
Tuan Calvin kehilangan kata. Tak sanggup lagi mendebat Syarif. Clara adalah anak yuridisnya. Namun bukanlah anak biologisnya. Fakta itu tak terbantahkan.
"Syarif, kamu boleh minta apa pun. Asalkan bukan meminta Clara kembali." Nyonya Calisa mencoba memberi pengertian.
Syarif menggelengkan kepalanya. "Permintaanku tetap satu: kembalikan Clara. Ambil atau tinggalkan."
Hukum karma pasti berlaku. Mengapa situasi menjadi sesulit ini?
Dulu, Tuan Calvin sering menyudutkan Syarif. Menjatuhkan mentalnya. Membuatnya tak berkutik. Kini Syarif berhasil membalas penderitaan batinnya. Bahkan ingin merebut harta milik Tuan Calvin yang paling berharga.