Ia barangkali sedang berfikir mengapa Tuhan menciptakan sebuah wajah, apa fungsi wajah? Kenapa wajah begitu penting? Padahal ia hanya selapis kulit yang cuma bisa mengkerut dan berubah – ubah bentuknya saja, tidak lebih, kecuali disaat ia hendak menipu sesuatu disekitarnya, tapi apakah Tuhan sengaja menciptakan selapis tipis kulit itu hanya untuk membuatnya jadi seorang penipu. Tidak mungkin, bentaknya dalam hati. Sesekali ia tersenyum, kadang tanpa alasan ia juga sedih. Nyaris disaat yang hampir bersamaan. Wajahnya sendiri kini membuatnya ling lung juga risau.
(2)
“Kamu seharusnya tidak perlu terlalu risau, Mah”
Suara desing motor melaju, saling balas kegarangan, meninggalkan jejak bising ditembok – tembok gang. Koh Ling terdiam, menunggu adalah jalan terbaik menghadapi perasaan perempuan yang kini tak mau menatapnya.
“Mah?”
“Kenapa Pah? kenapa?”
Sepasang suami istri itu kembali tak saling bicara, hanya istri Koh Ling saja yang bersuara, ia barangkali sedang menangis. Sementara raut wajah tak bersahabat itu cukup untuk menunjukan pilihan – pilihan yang salah sudah terlanjur diambil oleh Koh Ling.
“Ini demi kebaikannya, Mah”
“Kau bilang itu demi kebaikan? Itu penjara, bukan tempat baik – baik!”
Koh Ling kembali terdiam, ia hanya bisa menunggu sampai istrinya mau menyadari keputusan – keputusannya itu. Tak ada pilihan lain.
(3)