"Saat itu juga kami berpikir memformalkan pertemanan kami jadi PT (perseroan terbatas)," ujar Arief.
Baca juga: Olah Pisang dengan Modal Rp 300.000, Kini Sri Raup Omzet Rp 500 Juta
Dari Dagadu ke DGD
Nama Dagadu sudah sangat kental dengan Jogja, dan manajemen juga memutuskan tidak akan membuka cabang di luar Jogja. Tantangan berikutnya yang muncul adalah bagaimana dengan pengembangan bisnisnya, jika cakupan wilayah saja terbatas hanya di Yogyakarta.
Arief membeberkan, strategi yang mereka pakai adalah dengan menelurkan brand-brand lain setelah Dagadu. Untuk brand yang masih berkaitan dengan Jogja, ada merek Dagadu Bocah, Dagadis, hingga Oblongpedia.
"Dagadu Bocah untuk anak-anak, kemudian ada serial Oblongpedia itu lebih kepada ensiklopedia tapi bentuknya oblong. Kami juga kembangkan brand di luar Dagadu, satu lagi yang kami kembangkan setahun lalu adalah DGD," kata Arief.
Khusus DGD, inspirasinya bersumber dari kekayaan alam dan budaya di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Jadi, tidak sebatas tentang Jogja, melalui brand DGD Arief dan teman-temannya bisa menghasilkan varian produk yang lebih luas tanpa menggeser posisi Dagadu yang sudah diasosiasikan dengan Jogja.
Baca juga: Sempat Dilarang Berbisnis, Pemuda Ini Raih Omzet Ratusan Juta dari Celana Jeans
Arief sempat memberi contoh desain pakaian DGD yang terinspirasi dari motif anyaman bambu daerah tertentu, sistem terasering, hingga keramaian pasar apung yang dilihat dari atas. Pendekatan yang dilakukan DGD juga lebih modern, menyesuaikan dengan pasar masa kini.
"Grafisnya lebih simpel dan modern. Jadi, brand itu harus punya keunikan dan positioning. Dagadu itu produk kreatif dari Jogja. Tantangannya memang di situ, kalau cuma di Jogja, bagaimana mengembangkan bisnisnya? Bisa dikembangkan, salah satunya dengan brand lain," tutur Arief.
Arief memproyeksikan DGD bisa dikembangkan ke luar Jogja atau secara nasional. Ke depan, pemasaran DGD juga akan digencarkan melalui plaform e-commerce.