Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia Semu dan Tidak Terbaca Zaman

6 Mei 2019   19:35 Diperbarui: 7 Mei 2019   11:35 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disaat identitas pada diri oleh hidup semakin di lekatkan, saya ingin menjadi semu yang tidak terbaca. Bukan saya tidak mau dikenali, tetapi saya hanya ingin berpretensi dari mereka yang nilai kehidupannya telah terdegradasi.

Seperti yang mudah dibaca kali ini, "manusia satu dimensi". Semua yang hidup saat ini merasa bahwa; ia berbeda, namun bagi saya, tidak ada beda, jika berbeda, "bedanya letaknya dimana"? Mereka hanya secuil ide dengan gagasan yang memihak. Tidak lebih, mereka si pecundang yang takut terhadap dirinya sendiri.

Saya disini tidak pernah akan setuju pada satu pihak. Karena setiap pihak adalah sama tanpa kata ia mengali pikirannya sendiri. Ketika peran panutannya karirnya telah habis, ia mencari peran panutan lain, tentunya ia tidak bersandar pada reluang hatinya sendiri. Ia bersandar pada apa pendapat umum dalam krumunannya yang secara masif mendoktrin lewat identitas induksinya.

Terkira dalam bayangan ini, semua tidak akan menjadi murni kembali. Setiap sudut layar kehidupan serasa dikuasai oleh dimensi yang sama meskipun, "mereka anggap ini berbeda". Peranan sosial, politik, budaya bahkan teologis pun bercampur menjadi dimensi tatanan yang sama.

Mereka hanya di kelaskan pada siapa membela siapa dalam kue kebangganan yang sebenarnya tiada guna bagi hidup satu pribadi manusia. Karya sastra saat ini semakin pelik, dibuat untuk menyerang satu dengan yang lainnya. Artikel informatif-pun tidak lain hanya ingin pembacanya lebih banyak. Yang katanya filosofis dan gelar filsuf berderet-deret pun, hanya sedikit cerita kuasa akan peranan politik.

Memang membingungkan menjadi integral semesta wacana hidup pasca "modern abad" 21 ini. Sebenarnya tulisan ini sedikit mengkritik, tetapi bukan secara frontal menyerang. Perkaranya adalah semua sama, mengapa harus diserang bahkan dikritik secara frontal langsung? 

Dalam hal ini, saat itu, baik semesta hiburan, pengetahuan, humor sekalipun, sangat diharamkan menyerang nama. Sesekali ia dapat lolos dengan suntikan kapital akan uang yang sedikit bertrasformasi menjadi penyelamat dari segala juru selamat saat ini.

Masyarakat kata-kata memang harus hati-hati dalam menyilatkan lidah. Tidak sedikit yang terjungkal lalu masuk jeruji besi dengan dalih pencemaran nama baik. Saya kira abad 21 ini hukum menjadi sangat murah yang mahal ketika upaya maaf dan perdamaian akan digelar.

Bagaimana aku mau berkata dengan leluasa? Sebab upaya hukum hanya bagi orang-orang yang berkuasa, baik atas nama negara, lembaga teologis dan ormas yang kuat. Mereka punya masa, di mana suara mayoritas mereka berarti untuk menekan keputusan hukum maupun politik dalam negri "katanya demokrasi".

Ini bukan hanya membingungkan dan menggalakuan hati para seniman kebebasan berpikir. Tetapi juga membingungkan para anak-anak jalanan seperti para buruh urban, tukang becak dan pemarkir yang sedang gandrung dengan teknologi komunikasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun