Mohon tunggu...
King Silalahi
King Silalahi Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Gerakan Kolektif dan Terstruktur untuk Melawan Korupsi

7 September 2017   10:42 Diperbarui: 7 September 2017   11:04 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Korupsi Merusak Peradaban.

Kasus korupsi E-KTP yang melibatkan politisi DPR RI, pihak swasta dan pejabat Kementerian tidak hanya merugikan keuangan negara, namun juga telah menghambat akses layanan publik bagi rakyat karena belum memiliki E-KTP. Ambil contoh di Propinsi Sumatera Utara, berulang-ulang Gubernur, Walikota dan DPRD dan pejabat daerah yang terpidana kasus korupsi. Tidak berhenti disitu saja, pejabat daerah hingga desa pun ikut-ikutan melakukan korupsi memangsa dana bantuan sosial, dana desa, pungutan liar, dan lain-lain.

Hakim Agung Artidjo Alkostar mengatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), dimana hilangnya triliunan rupiah uang negara menyebabkan rakyat menderita, kehilangan hak-hak strategis secara sosial ekonomi, mengalami degradasi martabat kemanusian. Tanpa kita sadari, korupsi telah menjadi wajah penjajahan modern terhadap bangsa kita di masa kini. Meskipun dampak yang diciptakan oleh korupsi sedemikian mengerikan, namun tetap saja penegakan hukum terhadap kejahatan luar biasa itu masih diintervensi dengan cara-cara biasa dengan memberi hukuman ringan sehingga tidak memberi efek jera.[1]  

Merujuk kepada Laporan Indeks Persepsi Korupsi 2016, disebutkan bahwa posisi Indonesia masih di urutan ke 90 dari 176 negara di dunia.

[2] Menurut laporan itu, masyarakat menilai penegakan korupsi tidak cukup hanya menyasar kepada pejabat negara namun juga harus menindak koruptor di sektor swasta. Politisi dan pejabat sering terjerat kasus korupsi salah satunya disebabkan oleh pola rekrutmen dan promosi di partai politik dan pemerintah yang tak demokratis melalui patronase politik yang sangat rentan korupsi. 

Praktek korupsi di arena publik ini sebenarnya mencerminkan bagaimana situasi keseharian kita di rumah tangga (arena domestik) yang ditandai dengan adanya kebiasaan sikap tidak jujur, mencuri, menyuap, mementingkan diri sendiri demi mencapai tujuan pribadi. Sampai-sampai seseorang yang berlaku jujur dan bersih pun ketika ada urusan, oleh banyak orang dianggap "orang aneh" di zaman sekarang ini yang semua urusan harus pakai uang. Fakta ini sungguh menyedihkan, seyogyanya arena domestik (keluarga, sekolah, lingkungan sekitar kita) menjadi arena untuk mere-produksi dan sosialisasi nilai-nilai luhur kesederhanaan, kejujuran, gotong royong yang merupakan ciri budaya bangsa kita.        

 

Gerakan kolektif anti korupsi

Seluruh komponen masyarakat dan Negara harus medukung aparat penegak hukum agar bertindak secara tegas dan adil menegakkan sanksi hukum yang seberat-beratnya bagi para pelaku korupsi. Sikap tegas dalam memberi sanksi hukum diharapkan menciptakan efek jera bagi siapa pun agar tidak main-main dengan korupsi. Demikian halnya juga Tim Saber Pungli yang dibentuk untuk menangkap pelaku pungutan liar di unit pelayanan publik harus dilaksanakan  secara serius dan tanpa tebang pilih

Pemerintah Propinsi dan Pemda di Sumatera Utara harus konsisten melaksanakan agenda anti korupsi di jajaran pemerintahnya. Perbaikan sistem tata kelola pemerintah agar transparan, akuntabel dan menyediakan ruang bertumbuhnya partisipasi warga untuk mengawasi penyelenggaraan pembangunan. Tidak ketinggalan pula penting sekali mendidik birokrat agar memiliki karakter pelayan publik yang berintegritas dan taat azas.   

Di lain pihak gerakan masyarakat sipil pun harus bergerak bersama mendorong munculnya gerakan anti korupsi mulai dari keluarga, sekolah, dan komunitas lingkungan sekitar kita. Mari kita sosialisasikan nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, anti korupsi, gotong royong sebagai karakter warga negara Indonesia di komunitas kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun