Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Saya Ingat tentang Mas Wahyu...

20 Mei 2018   06:25 Diperbarui: 20 Mei 2018   09:17 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pertemanan. sumber: pixabay.com/Alexas_Fotos

Saya kurang mengenal Mas Wahyu di dunia nyata, tetapi saya 'lebih mengenal' Mas Wahyu di dunia maya sejak bergabung ke Kompasiana tahun 2013 lalu.

Meski tak tahu pasti kapan bergabungnya, saat itu Kompasiana yang masih berformat lama (ada banyak tautan judul pada halaman muka beserta nama penulisnya dan 'tidak ramah ponsel pintar') cukup memudahkan siapa saja yang sekadar membaca atau menulis untuk melihat siapa saja yang aktif (maksudnya rajin menulis dan berkomentar).

Bersama Gatot Swandito, Mas Wahyu (yang mempunyai akun Cinta Buku Baca Buku) ini saya ketahui sering mengisengi dan komentar pada halaman dan tulisan milik Eren 'villa batu' Beckham.

Hingga beberapa waktu kemudian saya mendapati banyak yang menghilang disebabkan pindah keaktifan pada media sosial Facebook (karena Kompasiana beberapa kali error tanpa sebab dan pemberitahuan), saya masih mengenali keduanya sering nimbrung pada akun milik Eren Beckham ini.

Flashback ke belakang, hal lain berhubungan dengan Mas Wahyu yang saya ingat adalah kejengkelan mantan Kompasianer yang juga Pendiri Seword disebabkan batalnya kerjasama padahal telah ada beberapa hal yang ditempuh Mas Alif untuk kerjasama tersebut yang membuat sejumlah kerugian.

Saya sendiri kurang begitu ingat detailnya, tetapi poin ini muncul begitu saja saat berusaha mengingat-ingat apa yang berhubungan dengan Mas Wahyu dan Kompasianer sekalian yang akan saya tuangkan ke dalam tulisan ini.

Mas Wahyu juga mengenalkan saya dengan koleganya Mbak Kartika Rosmalia yang masih berteman via Facebook hingga saat ini. Bahkan saya juga baru mengetahui nama lengkapnya setelah kepergiannya.

Perjumpaan pertama dengan pengusaha yang akrab dipanggil Mas Wahyu adalah pada resto Asap-asap yang pernah saya tulis, karena perjumpaan di McD dekat Bandara Juanda terpaksa lolos karena Mas Wahyu harus mengejar pesawat, sedangkan saya terkendala jarak perjalanan dari tempat kerja ke lokasi (satu jam dari tempat kerja ke rumah, ditambah setengah jam lagi untuk kemacetan plus mandi setelah kerja).

Saya diberi oleh-oleh kacang edamame yang tak sempat saya bawa balik ke kosan saat itu disebabkan tak ada kulkas, tetapi pas saya titipkan di kulkas rumah ortu pun tak sempat mencicipi, karena keburu dibawa adik saya ke kantornya satu bungkus. Ya weslah :D

beberapa jepretan foto setelah ketemuan yang masih tersimpan di PC. dokpri.
beberapa jepretan foto setelah ketemuan yang masih tersimpan di PC. dokpri.
Hingga kemudian beberapa kali berhubungan SMS dan WA (yang kemudian menghilang juga) dan baru lama setelahnya menghubungi lagi untuk ketemuan yang diputuskan pada tanggal 11 Agustus 2017---jika tidak salah.

Kebetulan saya terpikir juga untuk mengambil foto-foto di stasiun sambil belajar menguasai kamera saya yang baru sebulan lebih dipunyai.

Tanggal ini adalah tanggal yang saya lihat pada deretan foto yang saya ambil di Stasiun Gubeng yang sedianya saya rencanakan untuk dipergunakan sebagai keikutsertaan Lomba 150 Tahun PT KAI.

Saat itu 11 Agustus 2017, seingat saya adalah masuk hari kerja; namun saya menukar hari kerja sekalian mengurus kartu NPWP ke gedung di Jalan Jagir Surabaya setelah diputuskan janji ketemuan tadi.

Saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan disebabkan salah prosedur pada gedung pajak tadi (karena diberitahu caranya untuk mendaftar via online saja), namun setelah itulah saat saya sempat menemuinya beberapa lama, berdua selama beberapa jam sebelum keretanya bertolak dari Surabaya. Letaknya adalah di sebuah kafe Soerabaja jika tidak salah.

Sambil mengetik-ngetik via netbooknya yang terlalu mungil bagi saya yang desainer grafis ini; tapi dengan itulah Mas Wahyu merasa nyaman melakukan apapun yang disukainya.

Seingat saya ditawari makan namun saya menolak meskipun ditraktir... karena hari panas, sudah makan sebelum berangkat, dan saya memilih minum susu coklat dingin saja. Jadi saya menemaninya makan sambil bercerita beberapa hal.

Saat itulah saya mengetahui sebagian kecil hidupnya: harus antri untuk operasi jantung dimana penyakit ini disebabkan oleh kebiasaannya merokok.

Lalu saya tanyakan juga mengapa Mas Wahyu dan Mbak Lin tidak lagi 'mejeng bareng' di Facebook padahal sebelumnya terlihat sangat harmonis di berbagai tempat untuk wefie, selain foto-fotonya tentang kiprahnya menangani sampah di Indonesia dan berbagai usahanya yang lain.

Dan jawabannya mengejutkan, keduanya proses perceraian dan perebutan anak. Rumit, karena hubungannya antar-negara. Saya diberi tahu dokumennya yang saat ini pun telah lupa detilnya.

Aduh. Saat itu kondisinya mungkin mirip dua sejoli yang bekerja pada satu atap dimana satu orang tidak lagi saling sapa dengan kerabat lainnya.

Saya terhubung dengan akun Mbak Lin 'Kamboja' Halimah, namun suatu waktu saya tak melihatnya aktif lagi pada akun tersebut sementara sebelumnya sering sharing foto baik sendiri dan bersama.

Hal ini sebenarnya adalah awal kecurigaan saya, dan karena tak ada status yang ditulis maka saya tak bisa lagi berkomentar. Entah bila Mbak Lin membuat akun baru.

Saat pertemuan itu saya bilang langsung kepada Mas Wahyu jika mereka mending baikan; saya sendiri tak tahu apa masalah yang menyebabkan hubungan mereka bubrah, namun tetap menjalin pertemanan akan memudahkan saya untuk berkomunikasi dengan keduanya. Dan itu mungkin hanya berlaku jika hubungan mereka baik-baik saja.

Saya rasa disebabkan keduanya adalah Kompasianer, jadi jika aktif berkomunikasi kepada salah satunya mungkin bisa menyebabkan berat sebelah atau malah prasangka: memahami salah satu namun abai memahami lainnya, dalam hal ini Mbak Lin.

Terus terang, saya lebih dulu tahu Mas Wahyu daripada Mbak Lin sebelum mereka berbalas puisi dan kemudian memutuskan menikah.

Saya masih ingat teguran beberapa Kompasianer setelahnya akan puisi keduanya yang dianggap terlalu vulgar untuk ditayangkan, dan saya tak tahu... mengapa kisah 'semerah' itupun bisa kandas.

Tapi desakan saya atas apa yang tidak saya ketahui penyebabnya ini pun mental. Ya, lalu juga berpikir ini adalah masalah privasi mereka berdua juga; jadi kemudian saya membiarkannya begitu saja.

Beberapa bulan kemudian Mas Wahyu menghubungi saya lagi via SMS (atau WA) tentang kedatangannya ke Surabaya. Saya membalasnya, saya tak bisa menemuinya karena hari kerja dimana pemberitahuannya mendadak (dan tak sempat bilang bos saya untuk izin ganti hari kerja). Lalu Mas Wahyu bilang tak mengapa.

Entah, sejak ketemuan tanggal 11 Agustus 2017 di Stasiun Gubeng ini saya berpikir Mas Wahyu membutuhkan teman curhat dan semangat. Saya masih sempat membaca tulisannya tentang Suster Yuni dan beberapa aktifnya di media sosialnya, namun tak sempat kopdar lagi setelahnya.

Selamat jalan Mas Wahyu, terima kasih atas inspirasinya. selamat menempuh hidup baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun