"Aku Senang.."
Selengkung senyum terlukis manis di wajahmu. Senyum yang sangat ia hafal bahkan di setiap kondisi matanya yang lelap. Bahkan dalam kondisinya yang mabuk seperti sekarang. Senyum yang pastinya ia sukai sedari awal  perjumpaan kalian, sekarang, esok bahkan seumur hidupnya. Senyum yang tak pernah berubah sampai hari kemarin, saat kamu bergaun pengantin dan Pria di sampingmu memakaikanmu cincin; sebuah janji suci yang selama ini kalian, Kamu dan Ia idam-idamkan. Seharusnya kemarin Ia yang ada di sana, di pelaminan bersanding denganmu. Bukan Pria itu.
"Bedebah!"
Umpatnya.
Degup jantungnya semakin pelan dan terus memelan sambil tak henti-hentinya mulutnya meracau, meratapi dan mengutuki. Entah mengutuki apa, entah mengutuki siapa. Hal yang menambah tubuh nyerinya kian tak berdaya.
"Praaang...!'"
Pada botol kelima puluh lima yang juga tandas, nyawanya turut terlepas. Debar jantungnya terhenti. Nafasnya diakhiri. Ia, lelaki yang selama ini jadi kekasihmu, rela mabuk dan mati. Menyusul senyummu yang terlebih dulu pergi menghianati.