Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merasa Bersalah, Pejabat Bunuh Diri

19 September 2011   03:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50 5118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132080" align="aligncenter" width="500" caption="Naotoshi Nakajima, Presiden JR Hokkaido yang bunuh diri / photo nipponnews"][/caption]

Presiden Perusahaan Kereta Api Hokkaido di Jepang, Naotoshi Nakajima (64), memilih untuk mengakhiri hidupnya. Ia merasa bersalah atas terjadinya kecelakaan kereta api di Hokkaido, pada bulan Mei 2011 lalu. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 35 orang luka-luka, meski tidak ada korban jiwa.

Nakajima meninggalkan surat bunuh diri dan kemudian menghilang. Mayat Nakajima baru ditemukan enam hari kemudian (18/9) di perairan Otaru, Hokkaido. Nampaknya Nakajima memilih bunuh diri dengan menceburkan diri ke laut.

Sebagai presiden perusahaan kereta api, Nakajima merasa bertanggung jawab atas keselamatan seluruh penumpang kereta. Sejak kecelakaan tersebut, Nakajima lebih banyak berdiam diri. Ia seperti merasa bersalah dan tertekan karena tanggung jawabnya sebagai Presiden perusahaan. Hal itu disampaikan oleh wakilnya di JR Hokkaido, Hirohiko Kakinuma.

[caption id="attachment_132081" align="alignleft" width="300" caption="Tragedi JR Hokkaide di Terowongan Daiichi, Mei 2011 / AFP"][/caption] Sebenarnya kecelakaan kereta tersebut bukanlah kecelakaan besar (major accident). Para korban juga tidak mengalami luka serius. Tragedi itu berawal saat kereta api JR Sekisho Line dari Hokkaido Railway Co. (JR Hokkaido) yang salah satu gerbongnya keluar dari rel di wilayah Shimukappumura, bagian utara Jepang. Keretapun melakukan penghentian darurat di dalam terowongan Daiichi Niniu. Saat berhenti, asap tebal muncul menutupi terowongan dan gerbong.

Menurut buku manual perkeretaapian Hokkaido, penumpang perlu dievakuasi apabila terdapat api. Namun karena masinis tidak melihat adanya api, penumpang belum dievakuasi. Pintu gerbongpun belum dibuka. Meski kemudian penumpang dievakuasi, langkah tersebut dinilai terlambat karena mengakibatkan sekitar 35 orang mengalami luka ringan dan sesak nafas akibat menghirup asap. Tidak ada korban meninggal dalam tragedi tersebut.

Kementerian Transportasi Jepang langsung mengadakan penyelidikan dan meminta JR Hokkaido untuk menyampaikan laporan penyebab kecelakaan, termasuk meninjau ulang buku manual kecelakaan kereta dari JR Hokkaido. Penyelidikan yang intensif tersebut ditengarai juga menambah tekanan bagi Nakajima sebagai presiden.

Dalam surat bunuh diri yang ditujukan kepada karyawannya, Nakajima menulis,

“Saya sungguh menyesalkan terjadinya kecelakaan kereta api tersebut dan memohon maaf sebesar-besarnya. Sebagai pegawai perusahaan kereta api, kita dipercaya untuk menjaga keselamatan para penumpang. Tugas itu harus kita letakkan di atas segalanya. Saya ingin kalian sebagai pegawai untuk selalu memikirkan keselamatan para penumpang. Saya ucapkan terima kasih pada kalian semua atas segala dukungan selama ini.”

Kasus bunuh diri, ataupun mundur dari jabatan pejabat publik adalah suatu hal yang lumrah di Jepang. Hal ini dilandasi oleh budaya panjang negeri mereka. Salah satu kode etik samurai misalnya, mengatakan bahwa “Hinkaku no Chikara”, atau pentingnya kemampuan menjaga harga diri.

Semakin tinggi jabatan seseorang, “hinkaku” atau harga diri, semakin penting. Apabila seseorang bersalah atau bertanggung jawab atas kesalahan publik, mereka tak segan untuk mundur, ataupun ekstrimnya, melakukan bunuh diri, seperti yang dilakukan Nakajima.

Lain negara tentu lain budayanya. Mudah-mudahan apa yang terjadi di Jepang bisa menjadi pelajaran, dan kita mengambil hikmahnya.

Salam dari Tokyo.

Sumber: berbagai media di Jepang

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun