Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mencegah Kecanduan Gadget

2 Oktober 2015   22:13 Diperbarui: 2 Oktober 2015   22:13 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="https://img.okezone.com"][/caption]Sebelum memberi kuliah, saya selalu berkomunikasi seputar hal ringan dengan mahasiswa.  Tujuannya agar mengenal dan mencairkan suasana agar saat masuk materi kuliah suasananya nyaman.  Suatu saat saya bertanya kepada para mahasiswa: “Berapa lama setiap hari memegang atau main GADGET atau handphone (HP)?  Mereka agak malu atau segan memberi respon.  Maka, saya coba dahului: “Dua jam, tiga jam, empat jam?”   Mereka heran menunjukkan raut muka aneh.  Ada apa, pikir saya.  “Nggak pak, ..lebih pak, ...bisa enam jam pak” kata seorang.  “Teman di kos saya bisa seharian pak”, kata lainnya.  Yang lainnya cenderung menunjukkan nada setuju.  Mereka tersenyum, ada yang tertawa, atau tersipu.  Hachhh…, itulah kurang lebih respon saya.  Setelah reda sejenak, saya lanjutkan bertanya berapa anggaran HP setiap bulannya.  Jawaban bermunculan, ada yang sepuluh ribu, duapuluh lima ribu.  “Wooow murah banget”, pikir saya.

Saya tentu tidak menyangka jawaban mahasiswa itu.  Saya benar-benar ketinggalan jaman dengan dunia mahasiswa sekarang.  Pertanyaan saya itu sebenarnya hasil rasa galau, karena saat ini kebanyakan mahasiswa nampak kecanduan banget dengan gadget.  Saat di ruang kelas pun,  saya amati mahasiswa mencuri-curi kesempatan untuk memainkan gadget.   Wajar saya merasa galau, karena seusia mahasiswa adalah paling tepat menerima serapan ilmu pengetahuan.  Serapan itu tidak akan optimal bila pikirannya tidak fokus.   Ilmu mengetahuan atau kesempatan bisa hilang karena gangguan gadget ini.  Padahal, usia muda adalah saat terbaik untuk menyerap ilmu untuk bekal kehidupan mereka.  Bila mereka rata-rata bermain gadget tanpa manfaat selama enam jam sehari, sama artinya membuang waktu seperempat kehidupan.  Ini tentu memprihatinkan, mungkin mereka akan menjadi generasi tidak berpengetahuan, tidak trampil hidup dan lemah karakter.  Saya tidak ingin berkesimpulan demikian.

Seorang kawan mengeluh bahwa anaknya kecanduan gadget.  Anaknya seusia SMA cenderung mengurung diri di kamar, senantiasa memegang dan bermain gadget baik saat belajar maupun tidur.  Mau tidur maupun bangun tidur yang dituju adalah gadget.  Ia menjadi penyendiri, tidak mau bergabung dengan orangtua dan saudaranya.  Fenomena demikian mungkin saja dialami banyak orang tua, guru atau pendidik.  Sebenarnya fenomena kecanduan gadget juga mengena ke orang lain atau kelompok umur yang lain.

Ciri-ciri seseorang kecanduan gadget antara lain: bermain gadget melebihi 6 jam sehari, marah besar (ngamuk) bila HP nya dipinjam atau diminta orangtua, enggan bersosialisasi, kegiatan rutin terganggu (misal malas makan dan mandi), lalai mengerjakan tugas sekolah atau kuliah, pola tidur terganggu (sering tidur larut malam, sehingga bangun kesiangan) (lihat kompas.com).  Tentu banyak implikasi lain dari kecanduan tersebut, dan bisa berakibat fatal, misal terlambat masuk kerja, orang menjadi tidak produktif atau buang-buang waktu, komunikasi buruk dengan orang tua atau keluarga, jadwal ibadah (sholat) terganggu dan gangguan kesehatan (mata, kepala bungkuk). 

Mereka yang kecanduan gadget umumnya karena terjerat dalam komunikasi media sosial (medsos), seperti FB, Google+, Twitter, Path, atau Instagram.  Pertemanan maya itu membuat ikatan sedemikian kuat melebihi teman dunia nyata.  Mereka menganggap teman medsos adalah segala-galanya.  Yang bukan teman medsos dianggap “orang lain”.  Medsos benar-benar menjerat dan membius, seperti perilaku berikut: (i) bangun tidur atau mau tidur langsung update status, (ii) mengakses medsos setiap ada waktu senggang, atau saat pekerjaan menumpuk, (iii) mengakses medsos untuk curhat, seperti marah, galau, dan jatuh cinta, (iv) lebih penting menulis status saat merasa sakit di bandingkan pergi ke dokter, (v) mencari-cari sinyal wifi bahkan ketika berada di acara- acara formal.

[caption caption="http://www.kawankumagz.com/"]

[/caption]Dampak negatif gadget ini disadari oleh sekolah-sekolah tertentu, sekolah berasrama seperti pondok, atau berlebel unggulan.  Sekolah melarang murid membawa HP ke sekolah.  Hal ini tidak bisa ditawar, karena capaian pembelajaran memerlukan fokus belajar sepenuhnya dari siswa, untuk membentuk karakter siswa yang unggul.  Gadget atau HP adalah sesuatu yang tabu, yang tidak sesuai atau mengganggu kaidah belajar.  Kaidah belajar adalah mementingkan hubungan guru dan murid tanpa perantara.  Guru bukan hanya melakukan transfer knowledge tetapi juga mendidik sikap dan perilaku siswa agar patuh, hormat dan rendah hati, serta berkarakter sosial.  Adab belajar paling dasar adalah fokus duduk, diam, mendengar dan memperhatikan.  Berikutnya adalah meniru, menghafal dan mengamalkan (analisis sintesis).  Profil guru atau tingkah laku guru menjadi teladan, dan masih menjadi pusat pembelajaran baik untuk akademik maupun non akademik.  Kaidah seperti ini terbukti menghasilkan generasi muda yang berkarakter.

Teknologi gadget memang sangat bermanfaat.  Teknologi internet mampu memberikan dan mendukung aktivitas bekerja melalui fitur-fitur gadget, secara cepat, murah dan meriah.  Produk-produk gadget bermunculan dengan teknologi, application store dan fitur lebih baik, menghibur dan menyenangkan.  Saya menggunakan gadget, lebih untuk kepentingan bekerja.  Saya gunakan gadget untuk memonitor SIM kampus.  Saya gunakan WA untuk menerima masukan, memberi penjelasan, membuat appointment, mengeksekusi, memonitor, memastikan dan mengevaluasi tugas-tugas kampus.  Saya gunakan FB atau twitter untuk mempublikasikan pesan, motivasi atau tulisan yang terbit di blog.  Saya gunakan kamera gadget untuk mengambil foto, scan surat atau data, atau video shooting.  Saya terkadang memanfaatkan image editor dari gadget untuk keperluan presentasi powerpoint.  Tentu saya gunakan map viewer untuk membantu navigasi perjalanan atau mencari alamat, baik dalam kota, luar kota maupun luar negeri.  Dari gadget pula, saya bisa kirim email untuk transfer data-data tertentu.

Ada beberapa siasat atau cara pengendalian untuk menggunakan gadget.  Pertama, perlunya menggunakan nomer simcard yang berbeda antara gadget dan HP.  Simcard HP lebih dipentingkan untuk telfon atau sms, sementara gadget lebih untuk pelengkap.  Gadget dapat diberi atribut for WA only.  Sebaiknya gadget disimpan dalam tas, sementara HP tetap melekat ke badan.  Ada baiknya Gadget diposisikan silence, sementara HP posisi getar atau dengan nada lemah.  Ini lebih nyaman agar suara panggilan tidak mengganggu suasana.  Kedua, gadget dinyalakan pada saat tertentu saja, yakni pagi hari sebelum berangkat kerja, siang hari saat jam istirahat, dan malam hari.  Banyak orang berusaha mencegah menggunakan gadget atau HP pada saat jadwal ibadah, atau tengah malam.   Itu adalah waktu-waktu privacy yang perlu dihindari.  Ketiga, gadget sebaiknya dijauhkan saat sedang serius bekerja, meeting, menulis atau membaca.  Ini adalah saat fokus kerja, serius kerja tanpa perlu diganggu gadget.  Lupakan saja gadget, tidak perlu dipikirkan.  Buktikan bahwa tanpa gadget atau HP, setiap orang bisa bekerja.

[caption caption="http://health.kompas.com/"]

[/caption]Fungsi gadget perlu dilihat untuk kebutuhan bekerja.  Hal ini yang mungkin tidak mampu atau dipahamkan dalam kehidupan siswa atau mahasiswa.  Mereka ini masih usia belajar.  Gadget atau kurikukulum sekolah belum sepenuhnya sambung untuk mendukung pembelajaran.  Kebutuhan belajar masih tergantung dengan kerja keras (dalam bimbingan guru atau dosen)  untu membaca buku, menulis, menggambar, berhitung, praktek, kerja kelompok, olahraga, atau kerja psikomotorik untuk mengembangkan potensi pikir, sikap dan perilaku siswa.  Sungguhpun saat ini telah muncul teknologi multimudia peraga pembelajaran, misalnya video praktikum kimia atau biologi, atau kedokteran.  Ini hanyalah pendukung.  Siswa atau mahasiswa tetap perlu masuk ke laboratorium, untuk mencuci petridish, memegang tabung reaksi, membedah katak, atau bedah mayat.  Bisa dibayangkan kalau praktikumnya hanya secara virtual, nanti merekapun jadi sarjana virtual... he..he.

Teknologi gadget atau teknologi apapun, hendaknya tetap dalam kerangka memuliakan martabat kemanusiaan, untuk saling hormat menghormati, silaturahim, dan kemanfaatan.  Teknologi adalah benda, kebendaan, atau keduniaan, dapat melalaikan manusia.  Wa maal hayaatud dunyaa illaa mata`ul ghuruuri, artinya: kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Ali Imron: 185).

Malang, 2 Oktober 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun