Mohon tunggu...
Intan Febiyanti
Intan Febiyanti Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Hai, nama saya Intan Febiyanti. Saya biasa dipanggil Intan. Umur saya 19 tahun. Saya saat ini sedang menjalani pendidikan di salah satu universitas negeri di Jakarta. Saya kuliah di jurusan Pendidikan Masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradigma Baru Pengembangan Kurikulum Apakah Menguntungkan?

30 November 2019   15:20 Diperbarui: 30 November 2019   15:35 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada akhir-akhir ini perbincangan mengenai perubahan kurikulum sedang hangat diperbincangkan di berbagai kalangan masyarakat. Yang dimana perubahan kurikulum 94 kembali mendapat perhatian di kalangan.  

Pada saat ini Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi, perubahan tersebut dinilai kurang menguntungkan terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. 

Ada juga beberapa pihak yang mendukung akan perubahan kurikulum ini, karena dianggap perubahan kurikulum 94 sudah saatnya dirubah karena tidak mampu lagi menjawab tantangan yang ada dan sudah tertinggal dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berlangsung pesat. Kurikulum 94 dinilai masih terlalu padat dan sangat memberatkan anak didik. 

Terutama dikalangan pendidikan dasar, yang dimana para peserta didiknya seharusnya tidak diberatkan dengan hafalan-hafalan topik pembelajaran yang terlalu banyak. 

Seharusnya peserta didik diberikan pengarahan yang detail dan bimbingan yang jelas agar mengerti topik-topik pembelajaran yang akan dipelajari. Maka dari itu masalah ini sangat perlu dibenahi agar sesuai dengan era baru abad ke-21.

Dr Daniel Carleton Gajdusek, pemenang hadiah Nobel Kedokteran 1976, ketika berkunjung ke Jakarta, 29 November 1994 mengungkapkan bahwa tampaknya terdapat sesuatu yang perlu ditinjau kembali dalam sistim pendidikan di Indonesia. Pemenang hadiah nobel dalam bidang keilmuan yang muncul di negeri ini, Indonesia belum mengambil kesempatan itu. Padahal Indonesia yang berpenduduk keempat terbesar di dunia dan memiliki potensi amat besar. 

Setelah melihat keadaan pendidikan di Indonesia dia berkesimpulan bahwa proses pendidikan yang dijalani anak-anak Indonesia tidak memberikan kesenangan dan kesejukan yang berdampak anak-anak di Indonesia tidak berimajinasi melahirkan pemikiran-pemikiran besar dan gagasan baru yang berimpact terhadap dirinya maupun negara ini. 

Hal itu menurutnya disebabkan karena para guru-guru disekolah memaksakan anak didiknya harus bisa pelajaran yang diajarkannya karena disebabkan oleh padatnya kurikulum.

Menurut saya sebenarnya anak didik di sekolah manapun, baik di pendidikan sekolah dasar, menengah pertama, ataupun menengah atas tidak bisa terlalu dipaksakan dengan masukan materi-materi yang membuat mereka bosan walaupun itu semua dikarenakan materi yang harus diajarkan kepada mereka karena paksaan kurikulum. 

Jika anak didik terlalu dipaksakan materi-materi yang sangat banyak membuat ia bosan akan belajar dan membuat ia semaunya belajar dalam prosesi pembelajaran dikelas. akibat kurikulum yang padat itu anak didik tidak lagi mempunyai kesempatan berfikiri kritis topik-topik bahasan yang diajarkan oleh guru dengan kesenangan dan kegembiraan dalam prosesi pembelajaran. 

Guru cenderung selalu dikejar untuk mengajarkan topik yang baru meskipun topik yang sebelumnya saja anak didiknya belum begitu memahami. Suasana pembelajaran seperti ini sepertinya mendesak yang menurut saya tidak berimpact apa-apa kepada anak didik karena anak didik pasti diharuskan gurunya untuk menghafal materi-materi yang terkandung dalam setiap topik bahasan yang pastinya topik bahasan tersebut akan keluar jika ada ujian-ujian. Keadaan tersebut dipandang kontraproduktif dari upaya peningkatan mutu pendidikan dan perkembangan iptek

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun