Mohon tunggu...
Siti Masriyah Ambara
Siti Masriyah Ambara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemimpi dengan banyak keterbatasan

Perempuan pekerja lepas yang mencintai Indonesia dengan segala dinamikanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Stop Bertanya, "Kapan Punya Anak?"

13 Februari 2017   12:23 Diperbarui: 10 September 2017   13:34 2431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau anda tidak ingin dibilang kepo alias Knowing Every Particular Object atau orang yang selalu ingin tahu. Anda tidak pernah tahu kalau pertanyaan yang terkesan sederhana itu punya dampak yang tidak sederhana untuk orang yang anda tanya. Saya termasuk salah satu orang yang jengah dengan pertanyaan, “Kapan nih ngasih adik?” Pertanyaan sejenis yang kerap disampaikan ketika saya mengatakan bahwa saya hanya punya satu anak. “Kok cuma satu sih, ga pengen punya lagi?” atau “...mumpung masih muda loh, biar rame rumah”. Atau lebih menjengkelkan di telinga saya, “Ga mau punya anak lagi biar badannya tetep bagus ya?”.

Saya saja yang sudah punya anak merasa jengah ketika pertanyaan sama saya terima berulang kali, apalagi jika pertanyaan itu ditanyakan kepada orang yang memang ingin punya tapi belum dianugerahi. Atau lebih tidak menyenangkan bagi orang yang memang memutuskan tidak punya anak. Cobalah menahan diri untuk tidak bertanya hal itu kepada pasangan yang baru menikah, atau kepada pasangan yang punya satu anak, atau pada pasangan yang sudah berumur di atas 30. Atau kepada siapapun yang Anda tidak benar-benar kenal kehidupan dan latar belakangnya.

http://images.malesbanget.com/mbdcposts/2016/05/Kapan-Punya-Anak.jpg
http://images.malesbanget.com/mbdcposts/2016/05/Kapan-Punya-Anak.jpg
Pikir Sebelum Bertanya
Pernahkah anda berpikir ketika pertanyaan itu Anda sampaikan kepada perempuan yang pernah mengalami keguguran. Bagaimana perasaannya kalau itu Anda tanyakan, bukankah itu hanya akan mengungkit luka fisik dan batinnya? Atau bagaimana jika anda menanyakan itu ternyata kepada pasangan yang harus menguras tabungannya untuk menjalani aneka pemeriksaan terkait kesuburannya? Lebih parah lagi, bagaimana jika pertanyaan itu justru Anda sampaikan kepada perempuan yang ternyata sudah bercerai dari pasangannya? Tidakkah anda berpikir bahwa pertanyaan sederhana itu ternyata tidak sesederhana bayangan Anda.

pasangan konsultasi (http://www.areadewasa.com/wp-content/uploads/2015/10/fotolia_80613932_subscription_xl.jpg)
pasangan konsultasi (http://www.areadewasa.com/wp-content/uploads/2015/10/fotolia_80613932_subscription_xl.jpg)
Bagi sebagian orang mungkin mudah saja menjawabnya, bahkan ketika mereka berada dalam posisi yang saya sebutkan di atas; bermasalah dengan alat reproduksinya, sedang rutin mengunjungi dokter ginekologi atau memang sudah bercerai. Tapi, tidak semua orang memiliki kondisi psikologis atau karakter yang sama. Kita semua diciptakan dengan kondisi berbeda. Tidak semua orang mudah menceritakan apa yang sebenarnya mereka alami, apalagi kepada orang yang statusnya hanya sekadar kenal. Bahkan terkadang kepada orang terdekat pun sulit untuk berbagi cerita yang sifatnya sangat personal.

Demikian juga kepada orang yang anda tahu sudah memutuskan tidak ingin punya anak. Mereka pasti sudah memikirkan keputusannya itu secara matang. Janganlah Anda menempatkan impian Anda untuk memiliki anak sebagai pencapaian hidup terbesar kepada orang lain. Kita masing-masing memiliki indikator kebahagiaan yang berbeda. Memiliki karir mapan, punya kesempatan berkeliling dunia, terbebas dari kewajiban bangun tengah malam karena anak rewel mungkin adalah indikator kebahagiaan yang dimiliki mereka yang memutuskan tidak punya anak. Siapalah kita yang berhak menilai hidup orang lain.

Dan, ohya, tolong jangan bertanya hal ini juga, “Nanti siapa yang akan merawat kita kelak ketika kita sudah tua kalau bukan anak?” Karena punya anak bukan sebuah investasi layaknya tabungan. Anak adalah manusia bebas yang memiliki impian hidup sendiri. Memiliki anak dengan tujuan sebagai perawat kita di masa tua adalah bentuk egoisme sebagai manusia. Jadi, berhentilah bersikap seperti wasit yang menentukan keberhasilan hidup seseorang. Mind your own business alias urus saja hidup anda sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun