Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Confetti

7 Agustus 2017   16:38 Diperbarui: 8 Agustus 2017   00:52 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : Videohive

Amara celingukan, tak tahu kemana mata harus menuju.

"Pearl Roadshow Series Jet Black." Jo berteriak nyaring sambil menunjuk drum yang dimaksud dengan stick drum yang ia pegang.

"Ya, itu. Untung ada mas-nya yang tau banyak tentang drum. Kirim ke alamat ini, jangan lupa, tolong tulis, dari papa, pakai huruf besar semua. Makasih ya." Pria itu mengulurkan kartu nama dan kartu debitnya.

***

Hari ini Jo datang lebih awal, seperti biasa menyentuh semua alat musik yang dilewatinya lalu mendamparkan diri di sofa bersama Rendra. Suara petikan yang keluar dari dua gitar memenuhi ruangan membuat telinga Amara gatal. Ia pun beranjak lalu pergi meninggalkan toko tanpa berpamitan pada kakaknya.

Amara tak tahu apa yang merasuki pemuda bernama Jo itu sehingga ia betah berlama-lama di tokonya. Setiap giliran ia menjaga toko, pemuda itu selalu muncul. Terkadang bermain gitar, menyentuh simbal, menekan tuts piano, memetik banjo, bahkan senar biola pun tak ketinggalan ia gesek, sungguh menganggu sekali. Amara sebal, kalau saja Jo bukan teman Rendra, dari kemarin-kemarin pasti ia telah mengusirnya, bila sapu tak mempan, seember air akan ia siapkan.

***

Kekesalan Amara akan pemuda bernama Jo itu sedikit terobati, karena hari ini Jo yang menyebalkan itu telah berkali-kali menyelamatkannya dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan beberapa pengunjung tentang alat musik yang mereka cari. Jo terlihat antusias menjawab pertanyaan dan memberi rekomendasi. Namun hal itu tentu saja tak cukup membuat Amara mau membalas senyuman yang dilemparkan pemuda itu.

***

Amara menguap lebar sambil membereskan barang-barang di etalase diantara suara dentingan tuts piano klasik yang dimainkan Rendra. Ia melirik Jo yang tengah mengutak-atik sebuah gitar yang tadi ia bawa entah dari mana. Suara gemrincing yang berasal dari pintu membuat tatapan Amara berpindah. Seorang lelaki setengah baya berkacamata hitam berkumis tebal terlihat mencari-cari. Langkah kakinya mengintimidasi, Amara mengkerut dibalik mesin cash register.

"O, jadi ini yang kamu lakukan setiap hari?" Teriak lelaki itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun