Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menekan Dominasi Islam Ekstrimis di Indonesia

2 November 2019   11:54 Diperbarui: 2 November 2019   12:06 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image via Tribunnweswiki

Coba kalian perhatikan, misalnya dalam acara resepsi pernikahan, mempelai wanita sekarang sudah memadukan jilbab untuk busana pernikahan mereka, ini salah satu contoh betapa budaya atau tradisi Nusantara semakin mendapatkan tekanan dari agama.

Perihal degradasi budaya Nusantara tidak lepas dari fenomena hijrah yang saat ini semakin banyak diminati oleh orang-orang awam yang merasa lebih benar dari golongan lain. 

Mereka gampang mengkafirkan, membid'ahkan, memberi nilai serta menghakimi kepercayaan orang lain tanpa tahu 'seluk-beluk' dari agama lain. Mereka rata-rata mengatakan bahwa agamaku benar, agamamu salah. Fenomena hijrah memang tidak sah-sah saja selagi tidak keluar dari koridor yang berlaku dan bersifat final, Pancasila sebagai dasar negara misalnya. 

Lalu di dalam fenomena itu juga timbul fenomena lain, salah satunya komunitas Indonesia Tanpa Pacaran. Jika dilihat secara kasat mata, tujuan dari komunitas itu sudah benar, yaitu meminimalisir hubungan seks di luar nikah yang mereka sebut dengan zina. Tapi tahukah kalian? Di dalam komunitas itu sendiri juga terdapat komersialisasi. 

Anggota diwajibkan membayar sekian 'perak' untuk mendapatkan jasa maupun produk dari komunitas itu. Coba pikir, betapa anehnya mereka yang mengkutuk sistem buatan Yahudi/kafir (baca: Kapitalisme), tetapi mereka sendiri hidup di zaman Kapitalisme yang semuanya dinilai dengan materi, penawaran produk berkomeril di dalam komunitas Indonesia Tanpa Pacara misalnya.

Fenomena hijrah tidak lepas dari doktrin golongan ekstrimis Islam yang menginginkan Khilafah serta menggunakan sistem pemerintahan Islam. Pernyataan saya ini bukan omong kosong, dalam buku yang berjudul "Balada Jihad Aljazair" sudah dipaparkan secara rinci, diberikan bukti yang sangat nyata tentang pergerakan aliran Wahabi melalui Ikhwanul Muslimin di Mesir. 

Sebagai bahan informasi, saya sangat merekomendasikan buku itu karena buku itu ditulis langsung oleh orang yang berada di sana dan tergabung ke dalam salah satu fraksi yang justru melenceng dari Islam. 

Di dalam buku itu dijelaskan doktrin bahwa jika melakukan X akan mendapatkan ganjaran 2x lipat, seperti halnya di Indonesia yang jika melakukan Z makan akan mendapatkan 72 bidadari di surga kelak. 

Penulis buku itu juga membantah doktrin bahwa "Demokrasi adalah sistem yang bertentangan dengan Islam". Di Middle Earth sendiri, banyak sekali Ulama yang justru berkata bahwa Demokrasi selaras dengan Islam.

Saya sendiri setuju dengan kebijakan Menteri Agama, Fachrul Razi, yang mengatakan akan menindak tegas pegawai yang memakai cadar dan bercelana cingkrang. Kenapa? Karena memang pada faktanya, setiap instansi memiliki aturannya sendiri dalam urusan pakaian kerja karyawannya. 

Jika kalian tidak setuju dengan aturan yang sudah final, ya memang seharusnya kalian mencari instansi lain yang sejalan dengan fashion kalian. Lagi pula, untuk apa memakai cadar di ruangan ber-AC? Di dalam ruangan ber-AC tentunya minim debu, polusi, berbeda dengan iklim di Middle Earth yang sewaktu-waktu terjadi badai pasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun