Mohon tunggu...
HijrAH Adi Sukrial
HijrAH Adi Sukrial Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa gagal yang sedang berusaha sukses m enjadi seorang jurnalis, walau masih jurnalis lokal....

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pacu Jawi di Kabupaten Tanah Datar

6 April 2012   13:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:57 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333717415960495260

[caption id="attachment_180437" align="alignnone" width="500" caption="foto Randi Azhari "][/caption]

Tradisi Pacu Jawi di Kabupaten Tanahdatar

Penuh Filosofi, Dihiasi Ritual Adat

Hari Sabtu itu, (11/8), suasana di Nagari Tabek Kecamatan Pariangan terasa berbeda dari hari lainnya. Masyarakat terlihat memakai pakaian lebih rapi dari biasanya. Walau matahari mulai sangat terik dan terasa menyengat, tidak mengurangi semangat mereka untuk menuju Balairung Sari, yaitu sebuah balai-balai atau tempat berkumpulnya masyarakat di nagari itu.

Hari itu, mereka akan melaksanakan acara penutupan alek nagari (pesta adat) pacu jawi. Di tempat itu, bundo kanduang (kaum ibu, red) memakai pakaian adat dan terlihat membawa talam yang berisi makanan dan ditutup dengan jamba (kain yang menutup talam, red). Sementara, ninik mamak juga terlihat gagah dengan pakaian kebesaran mereka dan saluak yang melilit di kepala.

Di halaman Balairung Sari, jawi yang menang pada pacu jawi sebelumnya dikumpulkan dan diberi pakaian layaknya raja dan ratu. Para pemilik dan orang kampung bersama-sama mendandani mereka. Hiasannya berupa kain dan sunting, serta hiasan lainnya yang dipasang di badan mereka. Sesekali jawi-jawi yang sudah jinak ini juga menggeleng-gelengkan kepala atau saling beradu, sehingga pemiliknya terpaksa menenangkannya.

Mungkin mereka risih dengan pakaian yang dipasang di badan mereka, atau risih karena ramainya orang yang ingin berfoto bersama mereka. Jawi-jawi ini juga diberi nama, ada yang bernama Marica, ada juga bernama Samarinda, dan lainnya. “Dia ini kecil, namun larinya kencang dan menyentak, makanya diberi nama Marica,” ujar salah seorang pemilik jawi.

Pagi itu, wisatawan sudah banyak berdatangan. Bagi wisatawan luar negeri, begitu banyak yang menarik perhatian mereka. Ibu-ibu menjunjung talam, bapak-bapak yang mendandani sapi, bermain talempong, dan ibu-ibu yang duduk berbaris pun tak lepas dari bidikan kamera mereka.

Pacu jawi seakan menjadi pelipur lara masyarakat akan susahnya mendapatkan pupuk, langkanya minyak tanah dan harga-harga  yang semakin melambung. Pacu jawi menjadi bahan cerita yang tak pernah putus-putusnya disebut-sebut di tempat berkumpul, seperti warung kopi, pasar dan di rumah-rumah. Momen itu selalu dinanti-nanti masyarakt yang ada di empat kecamatan di Kabupaten Tanahdatar, yaitu Rambatan, Sungai Tarab, Pariangan, dan Limokaum.

Malam sebelum acara, bapak-bapak duduk di kedai kopi. Mereka menceritakan peristiwa-peristiwa unik yang terjadi pada pacuan sebelumnya. Sesekali diiringi tawa yang renyah di sela-sela asap rokok yang mengepul ketika ada yang menceritakan giginya yang terlepas karena menggigit ekor jawi yang tidak mau berlari.

Pada malam menjelang pacuan juga orang-orang di masing-masing nagari menyusun strategi dan mempersiapkan jawi pacuan mereka. “Saya sudah menjadi pelatih jawi dan joki jawi pacuan sejak tahun 60-an, baru dua tahun ini saya tidak turun ke gelanggang, karena gigi ini sudah tidak ada lagi untuk menggigit ekor sapi,” ujar Irman Angku Sabaleh Malin Bungsu tokoh  masyarakat  Parambahan, yang sangat disegani di arena pacu jawi ini sambil memperlihatkan giginya yang sudah mulai habis.

Selain joki dan pelatih junior, pria berperawakan besar ini sudah berpengalaman dan adalah orang yang dianggap mampu menilai jawi pacuan dan mempersiapkan mereka untuk turun di arena.

Di kedai yang ada di tepi jalan yang sawahnya luas hingga sejauh mata memandang itu, penduduk nagari itu berkumpul. Kepada Padang Ekspres, mereka menceritakan berbagai hal tentang pacu jawi. Mak Sabaleh (panggilan akrab  Angku Sabaleh Malin Bungsu) mengatakan, pacu jawi bukan sekedar perlombaan yang memperebutkan menang dan kalah. Namun, pacu jawi adalah sarana berkumpulnya masyarakat di empat kecamatan yang menyelenggarakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun