Mohon tunggu...
hero wibisono
hero wibisono Mohon Tunggu... jurnalis -

selalu menjadi belajar memanusiakan manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila 1 Juni, Komitmen Pluralisme dan Keadilan Sosial

4 Juni 2017   00:05 Diperbarui: 6 Juni 2017   03:07 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rumusan cita-cita berbangsa dan bernegara sejatinya sudah tersedia dalam Proklamasi dan UUD 1945. Sehingga yang di butuhkan sejauh mana komitmen untuk mengamalkannya. Benar, dinamika hubungan negara dan masyarakat selalu mengalami pasang -surut, ini wajar, karena bisa saja terdapat tekanan domestik dan internasional pergaulan hidup antar bangsa.
Persoalannya, dalam dinamikanya, kini, era reformasi, tengah menghadapi tantangan besar sehingga,dapat, bermuara pada krisis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Rangkaian aksi-aksi pengeboman, teror-isme serta aksi-aksi yang ingin mengganti ideologi resmi negara. Selain itu , liberalisme seakan menjadi arus kehidupan kedalam sistem politik ekonomi mengakibatkan pembiaran nilai hidup (value) berkompetisi bebas, memunculkan pertikaian berbasis agama dan etnis , perebutan aset dan sumber daya ekonomi, serta peminggiran ekonomi kerakyatan  hingga penyelewengan praktik penyelenggaraan negara. 
Dalam sejauh dinamikanya  realitas kehidupan ,kini, memasuki era globalisme demokratisasi konsekwensinya membawa nilai-nilai baru dalam membaca realitas kehidupan seolah -olah ini menjadi rakyat dan bangsa indonesia semakin hilang jati-diri dan kedaulatannya, sebab sampai kini nilai-nilai dasar nya belum di tempatkan secara proporsional dalam sistem ketatanegaraan. 
Dengan di tetapkan Pancasila 1 juni, secara ideal Pancasila menjadi rechtsidee yang terdapat nilai dasar, kerangka berpikir, orientasi dan cita -cita dalam penyelenggaraan negara. Sebagai nilai dasar ,Pancasila sebagai dasar negara, mengandung makna  yuridis sebagai norma dasar  yang menjadi sumber berbagai pengamalan dalam peraturan perundangan.
Namun langkah pemerintah sudah menetapkan 1juni sebagai hari lahir pancasila , itu perlu dan penting, namun belum cukup, selama ini hanya sebagai frasemologi politik saja. 
Demikian pun soal tafsir pancasila seakan masyarakat ada ke engganan untuk memasuki dan menafsir , mungkin  saja traumatis masa lalu akan dianggap melawan monopoli kepentingan penguasa, padahal bila memahami asal usul (asbabul nusul)  dalam kesadaran sejarah seluruh tahapan pembahasan pancasila menggambarkan keseluruhan proses politik dari kesatuan pemikiran, jiwa dan semangat serta kesadaran para pendiri bangsa yang sejak dari lahirnya berbeda-beda ; Suku, Agama , Ras dan antar Golongannya,   sebagai perumus mempunyai dorongan mendasar semangat nasionalisme bersama-sama menjadikan Pancasila di jadikan konsensus bangsa indonesia. Pengakuan terhadap 1 juni 1945 bukan terletak pada bentuk formal yang urut-urutannya berbeda dengan Pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 45 , tetapi dalam bentuk material atau substansinya dan dalam asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar filsafat negara.
Sekarang menjadi jelas duduk persoalannya bahwa sesungguhnya Pancasila rakyat indonesia , yaitu Pancasila yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke -4 , sedangkan jiwa dan semangatnya ,  sesuai para pendiri bangsa yang pluralistik,   dengan hari  lahir 1 juni  1945.
Dengan pancasila 1 juni, pancasila menjadi ideologi terbuka, pluralisme sudah menjadi nafas darah rakyat indonesia tidak perlu di ragukan lagi . Maka domain pancasila berada dalam ruang publik. Cuma masalahnya bagaimana identitas primer terkait SARA berubah menjadi identitas sekunder dalam ruang publik yang sangat beragam dapat berinteraksi dan berhubungan demi memenuhi kebutuhan bersifat kolektif kebangsaan secara produktif dan berkualitas, seperti dalam proses menghadapi pemilu / pilkada. teror-isme dan radikalisme sektarianisme. Berbicara hal ini perlukan langkah mencukupi, sebab berharap adanya kebaikan individu saja , sejarah membuktikan tidak muncul adanya kebaikan tulus secara alami,    kini dipandang perlu untuk proteksi melindungi dan mempertahan pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka besarnya sistem ketatanegaraan , mungkin saja dapat dimasukkan dalam pasal tersendiri dalam perubahan UUD 45, atau pun dapat saja dalam bentuk peraturan perundangan keamanan negara.
Kalau persoalan konflik konflik identitas primer sudah mencukupi teratasi dan berinteraksi secara tulus , damai , maka bangsa dan rakyat indonesia mampu melangkah lebih jauh memikirkan capaian tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti tertulis diatas tujuan bernegara sudahlah jelas , yakni mendasarkan pada pembukaan UUD adalah negara kesejahteraan ...."pemerintah melindungi seegenap bangsa dan seluruh tumpah darah ; memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa " adalah wujud dari niat membentuk negara kesejahteraan , Dengan landasan dasar filsafat pancasila merumuskan cita-cita bertnegara melalui UUD 1945 , memang tidak bisa lain harus memilih sistem negara kesejahteraan welfare state. Dalam negara kesejahteraan meskipun terdapat ekonomi pasar diberlakukan, cita-cita kesejahteraan bersama menjadi unsur yang di injeksikan kedalam ekonomi pasar , melalui intervensi negara. 
Dan yang menjadi fundamental bagi negara kesejahteraan adalah unsur keadilan sosial , merupakan model ekonomi tuntutan negara modern yang damai yang memenuhi tuntutan rasa keadilan, sebagai tuntutan peradaban modern.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun