Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kisah Sepasang Sepatu

8 November 2019   17:04 Diperbarui: 8 November 2019   17:11 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedari tadi wanita cantik itu  mondar-mandir di depanku dan hanya memandang sekilas. Berusaha menyentuh pun tidak. Ia lebih memilih berada di sisi lain, mencoba sepatu indah bertumit, berwarna coklat keemasan. Matanya berbinar sambil mematut diri di depan cermin.

Ah, kenapa aku cemburu begini.
Pasti mereka akan bahagia bersama wanita cantik itu.

Tapi, hey, tunggu dulu.
Dia mengembalikan si coklat keemasan di atas rak dan tiba-tiba ada di depanku.
Tangannya yang wangi menjangkauku, dan sedikit mengelus punggungku. Halus sekali sentuhannya. Aku terlihat sederhana, seperti sepatu kebanyakan, tanpa tumit tinggi. Tapi warnaku yang menyerupai warna kulit wanita ini pasti akan menjadi istimewa.

Nah, betul saja. Wanita cantik itu terlihat bahagia, matanya berbinar dan senyumnya lebar. Manis sekali. Ia berpaling dan memandang lelaki tampan yang menemaninya. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum. Mereka berdua terlihat sangat serasi.

Aku, akhirnya yang bahagia, selalu berada bersamanya. Menemani langkah-langkahnya, hampir setiap hari. Kadang menemani mereka berdua makan malam. Mereka sedang dimabuk cinta.

Sudah beberapa minggu terakhir wanita cantik itu tak menyentuhku. Wajahnya murung, senyumnya hilang. 

Ada apakah gerangan?

Oh, pagi ini ia menghampiriku, tapi bukan mengenakan aku. Tubuhku tiba-tiba terhentak di dalam kantongan yang telah berisi beberapa pasang sepatu lainnya. Mereka memandangku, tersenyum puas, seperti menyiratkan kebahagiaan bahwa kami senasib.

Kami, saling bertindihan dalam kantong yang telah penuh sesak dan terikat rapat. Suara keras 'boom' diikuti terbantingnya kami di dalam satu ruangan gelap, sebuah kontainer besar. Kami bercampur dengan tumpukan kantongan lain.

Wanita cantik itu tak ingin melihatku lagi. Sama nasibnya dengan lelaki tampan yang tak lagi bersamanya. Cinta mereka sepertinya telah berakhir, seperti berakhirnya masa aku menemaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun