Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masih Adakah Cinta (3)

23 September 2017   03:10 Diperbarui: 23 September 2017   04:24 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : http://rislah.com

            "Ada apa mami?"

            "Kamu sudah kenal dengan anak teman mami?" Mama mendorongku mendekati tante Ina. Saking kerasnya mama mendorongku dan aku juga sedang tak siap, akhirnya tubuhku terdorong dan menubruk tubuh Tara. Tara memegang tubuhku, agar tak jatuh. Pipiku memerah.

            "Maaf, aku tak sengaja," tukasku pelan.

            "Dia sekelas denganku kok mam." Dia, kok gak nyebut namaku.Aku kan punya nama,pikirku

            "Wah kok bisa ya jeng Tati. Bisa --bisa kita besanan."Tawa tante Ina. Tawanya itu menyakitkan telingaku. Enak saja, dia masih memperlakukan aku seperti barang saja. Menjodohkan ,emang aku mau dengan anaknya. Fuih tak sudi!!!! Aku cepat-cepat menegakkan  kembali tubuhku. Aku tatap Tara . Dia mengejek lewat matanya. Nah, ini yang aku gak suka dari Tara. Matanya!!!. Matanya terlihat meremehkan orang.

            "Kalian ngobrol saja di belakang saja Tara. Ajak Karin ke sana," tukas  tante Ina kemudian. Ada perasaan malas. Seharusnya aku menolak ajakan mama. Jadinya seperti ini. Tidak nyaman. Dengan berat hati aku mengikuti langkah Tara ke belakang. Ada taman kecil dengan gazebo di sisinya. Tara mengajakku duduk di gazebo. Tak lama kemudian ada pembantu yang membawakan minuman dan camilan.

            "Karin. Kamu diam gak seperti si Sahsa. Dia itu cerewet dan bikin telingaku sakit,"tukasnya membuka pembicaraan. Aku geli juga. Ternyata suara Sasha itu bisa bikin orang lain sakit telinga .Termasuk Tara.

            "Apa kamu juga gak ingin tutup telinga kamu kalau denger mamamu ngomong tuh," tukasku tanpa sadar. Sejenak aku tersadar apa yang aku ucapkan. Tara diam. Aku diam. Hening sejenak sebelum aku minta maaf padanya.

            "Eh, maaf aku keceplosan,"tukasku. Aduh , ini mulut ya kok gak bisa dijaga. Terlalu banyak ingin berkomentar. Mungkin karena aku  dalam  keadaan terpaksa sehingga ada sesuatu yang sedikit tak suka membuatku menjadi tak terkontrol.

            "Ya, sudah gak apa-apa. Namanya ibu-ibu memang cerewet," tukas Tara. Aku menghembuskan nafas lega. Syukurlah kalau Tara tak marah padaku.

            "Tara, ajak Karin makan,"teriak tante Ina. Tara mengajakku untuk makan. Aku mengikutinya dari belakang. Memang sih kalau dilihat tubuh Tara atletis. Dengan celana jins selutut dan kaos ketat, membuat tubuhnya tampak bagus. Rahang atas tampak tegas. Memang tampan, tapi tetap saja aku tak suka dengan matanya. Seperti ada sesuatu yang membuat matanya terlihat licik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun