Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Masih Adakah Cinta (3)

23 September 2017   03:10 Diperbarui: 23 September 2017   04:24 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : http://rislah.com

Cerita sebelumnya di sini

Malam itu yang paling sibuk dandan mama. Sedari sore sudah ribut menyuruhku untuk siap-saiap ke rumah tante Ina. Papa malah asik di kamar kerjanya. Memang mama pergi gak dengan papa. Kata mama kasihan nanti papa jadi kambing congek di depan para perempuan. Kadang aku heran dengan papa dan mama. Mereka suami istri tapi aku jarang sekali melihat papa dan mama  bersama-sama. Mereka punya kegiatan masing-masing. Bahkan akupun jarang diajak berpergian bertiga . 

Dulu sekali aku suka iri dengan anak-anak yang bisa pergi dengan kedua orangtuanya. Aku paling-paling pergi dengan mama tanpa papa .Papa selalu beralasan sibuk dan tak bisa pergi dengan aku dan mama. Tapi sekarang akhirnya aku menjadi tak peduli, aku lebih asik dengan kesendirianku. Kadang aku merasa kesepian, tapi aku bisa menyiasatinya . Gak apa-apa. Mungkin inilah hidupku. 

Aku membuka lemari bajuku. Gak begitu banyak. Menurut Rara aku aneh. Rara pernah bilang padaku, kok aneh kamu orang kaya tapi bajunya biasa saja. Jadi menurut Rara aku harus pakai baju yang serba wah. Aku sendiri gak berminat sama sekali. Aku suka yang praktis dan nyaman . Ah, ini cukup bagus untuk undangan resmi. Sebuah rok dan blus. Rok lebar di atas lutut bunga-bunga dan blus polos. Aku mematut-matut diriku.  Aku melihat di kotak perhiasanku. Ah, ini kalung cocok. Aku mengangkat kalungnya dari kotak perhaisan. Kalung dengan model etnik dayak, pantas dikenakan dengan blus polos. Sederhana, tapi elegan. Rambut sebahuku  sebagian aku tarik ke belakang. Aku turun ke bawah.

            "Bi Sum, sudah bagus belum?" Bi Sum memandang diriku. Senyumnya mengembang.

            "Neng Karin mah  cantik,pakai baju apa saja pasti cocok," tukasnya. Aku berterimakasih atas pujian bi Sum. Mama keluar dari kamarnya. Mama melihatku.

            "Karin, itu baju bukan untuk pesta kan? Duh, gimana kalau mama nanti diomongin teman-teman mama." Mama memandangku tajam.

            "Pasti mama takut kan tersaingi dengan teman mama yang lain kalau aku pakai baju ini? "tukasku sambil berlalu dengan perasaan sebal. Aku tak mau mama banyak protes mengenai bajuku. Aku bukan mama yang semua harus yang bermerk . Dan satu lag mama telalu gila untuk dipuji oleh teman-temannya.

            " Neng Karin sudah cantik dengan baju itu bu," tukas bi Sum

            "Tahu apa kamu bi,"tegur mama gak suka. Aku bergegas naik lagi ke kamar. Aku gak mau ribut dengan mama. Pergi dengan mama ke undangan tante Ina saja aku sebetulnya gak suka. Tapi demi mama aku turuti tapi kalau mama masih memaksa aku untuk berpakaian sesuai dengan kemauannya. Pastinya aku tak mau.

            "Karin , kenapa kamu naik ke atas lagi. Ayo berangkat," teriak mama. Aku menghela nafas dan sudah membayangkan akan bagaimana aku di pestanya. Pasti aku akan tampak seperti anak tolol yang akan dipamerkan mama di depan teman-temannya. Membayangkan saja sudah membuatku ingin muntah. Dengan perasaan sebal aku turun. Bi Sum menatapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun