Pada suatu berkesempatan saya bersama teman-teman mengunjungi SEKOLAH KAMI yang berada di Bintara Jaya, Bekasi Barat. SEKOLAH KAMI merupakan sekolah informal yang dikelola secara swadaya untuk menampung kegiatan belajar anak-anak pemulung dan kaum dhuafa di lingkungan sekitar sekolah tersebut. Lokasi sekolah ini persis berada di sisi tol exit Bintara. Tanah sewaan seluas 3.000 m2 ini berada ditengah-tengah permukiman liar yang dihuni oleh para pemulung yang berjumlah sekitar 400 Kepala Keluarga (KK). Jika setiap keluarga memiliki 4 anggota maka jumlah penduduk disekitar lingkungan ini sebanyak 1.600 jiwa. Dan disana terdapat juga anak-anak usia sekolah antara 6-12 tahun yang seharusnya berkewajiban sekolah tetapi karena keterbatasan biaya mereka tidak mampu disekolahkan. Karena itulah Ibu dr. Irina Amongpradja yang menjadi penanggung jawab sekolah ini merasa terpanggil untuk mengelola sekolah ini.Ibu Irina bersama para relawan yang kebanyakan perempuan lainnya berusaha sekuat tenaga agar sekolah ini bisa berjalan dengan baik.
Ibu Irina rela meninggalkan dunia kedokteran yang sesungguhnya lebih menjanjikan dari segi materi namun beliau lebih memilih mengurusi kegiatan sosial seperti mengelola SEKOLAH KAMI ini. Hati nurani beliau merasa terpanggil ketika melihat kondisi anak-anak tak berdosa yang terlantar ini.
Tiba-tiba saat kami sedang berada di sana datang satu rombongan anak-anak sekolah taman kanak-kanak mengunjungi sekolah kami. Menurut Ibu Irina mereka adalah anak-anak sekolah TK dari Jakarta International School (JIS). Setiap minggu mereka berkunjung ke tempat ini dan kadang anak-anak Sekolah Kami juga diundang untuk mengunjungi sekolah mereka.
Mereka lalu berbaur dengan anak-anak SEKOLAH KAMI. Setiap anak menggandeng satu anak lainnya. Mereka semua dikumpulkan di Aula Utama SEKOLAH KAMI. Ibu Irina menjelaskan bahwa anak-anak murid Sekolah Kami adalah para pengumpul plastik bekas air mineral alias pemulung. Namun ketika ditanya siapa yang bercita-cita jadi pemulung? Semuanya diam. Tidak ada yang mengacungkan jari tangannya. Saat ditanya satu per satu apa cita-citanya nanti, jawabannya beragam ada yang ingin jadi tentara, polisi, pilot, dll.
Ya, pemulung bukanlah keinginan mereka. Keadaan ekonomi-lah yang membuat mereka menjadi seperti itu, tutur Ibu Irina
Diceritakan oleh Ibu Lady yang menjadi pengurus harian SEKOLAH KAMI, mereka adalah anak-anak dari para pemulung yang datang dari daerah Jawa. Setiap 15-20 pemulung mempunyai seorang bos yang menyediakan rumah bedeng dan makan seadanya untuk mereka. Sebagai balasannya mereka menjadi pemulung dan menjualnya kepada bos dengan harga yang murah, dibawah harga pasaran. Jika ingin menjual dengan harga pasaran tentu mereka tidak boleh tinggal ditempat itu. Pada kesempatan itu kami juga diajak berkeliling ke lingkungan di sekitar SEKOLAH KAMI. Trenyuh kami melihatnya. Setiap bedeng dihuni oleh beberapa keluarga dengan kondisi lingkungan yang jauh dari higienis.
Kondisi Bedeng yang jauh dari layak huni
Tumpukan Plastik-plastik yang dikumpulkan, dibersihkan dan dijual